MAKAM RATU MAS MALANG & KI DALANG PANJANG MAS
MAKAM RATU MAS MALANG & KI DALANG PANJANG MAS

Sebagai bagian dari sejarah perjalanan Kerajaan Mataram, kedua tokoh ini tidak begitu tersohor sebagaimana tokoh-tokoh sejarah lainnya. Mungkin hanya sebagian kecil orang mengehatui sekelumit kisah di masa lalu melalui referensi yang ada dan hanya seadanya. Yang pasti, jejak sejarah masa lalu yang masih tersisa dan dapat disaksikan, seolah menceritakan betapa kelam kisah yang terjadi di masa lalu. Kisah antara ratu Mas Malang, Ki Dalang Panjang Mas, melibatkan Raja Amangkurat I, mungkin dianggap sebagai sejarah wingit yang di dalamnya terdapat kisah tabu dan pilu sehingga ada yang perlu dirahasiakan. Otoritas Keraton Mataram sendiri hingga saat ini sepertinya sengaja membiarkan situs sejarah ini sebagai mana adanya. Tak ada renovasi, tak ada pembangunan akses menuju lokasi situs sejarah ini. Seolah memang dibiarkan begitu apa adanya, agar tidak dikotori dan tersentuh banyak orang. Saya dapat memahaminya, hal itu merupakan suatu langkah yang bijaksana. Perhatian tidak musti diartikan merenovasi dan membangun. Bisa jadi menjaga seperti apa adanya untuk mempertahankan keaslian. Karena dari struktur asli yang masih tersisa di situs sejarah, suasana yang hening sunyi senyap itu, seolah ingin menggambarkan bagaimana kepedihan peristiwa yang terjadi di masa lalu.
RAJA KONTOVERSIAL
Bukan hal aneh, jika kita sering menyaksikan seorang tokoh kontroversial yang lahir dari orang tua yang hebat. Bukan hal yang mustahil bagi setiap orang untuk melahirkan generasi dengan gen resesif yang dominan, dan menjadikannya sebagai generasi yang gagal. Bahkan dalam setiap keluarga, biasanya ada seorang anak yang paling gagal, karena di dalamnya terdapat gen resesif dalam kadar yang berbeda-beda. Dalam kasus ini kita dapat menyaksikan betapa Raja Amangkurat I yang penuh sikap antagonis selama masa ia memimpin kerajaan. Sejauh yang saya tahu setidaknya ada 4 situs yang menjadi saksi sejarah korban kekuasaan Amangkurat I. Situs Antaka Pura merupakan salah satunya, dan yang lain adalah kompleks Pasarean Kanjeng Roro Hoyi (baca ; Oyi) di Banyusumurup, Pasarean Raden Ario Menggolo di kompleks Pasarean Eyang Panembahan Romo di Kajoran, Klaten, dan Petilasan Pangeran Trunojoyo di hutan Selo Kurung, Kec Ngantang, Kab Malang, Jawa Timur.
Read the rest of this entryWASPADA GELOMBANG KEDUA ; Ini Dawuh Leluhur

01 Juni 2020, Jam 13.00 WIB
Dawuh saking Eyang Ageng Nis Putri (Eyang Putri dari Kanjeng Panembahan Senopati Raja Mataram pertama). Memberikan arahan supaya membuat sayur lodeh dengan bahan utama berupa ubi jalar (telo pendem). Usahakan ubi yang putih atau kuning saja, jangan yang warna ungu. Bisa ditambah dengan sayur lainnya (tidak harus 7 macam). Misal ditambah daun melinjo, kulit melinjo, kacang panjang, labu siam, terong dan lainnya yang sekiranya mudah didapatkan. Setelah sayur lodeh dibuat, kemudian siapkan satu mangkuk kecil atau sedang untuk dihaturkan kepada para leluhur agung Nusantara, dan leluhur-leluhur yang menurunkan kita. Sajikan di meja akan atau ruang tengah, ditambah teh dan kopi tubruk, serta air bening. Gunakan cangkir atau gelas tanpa penutup, biarkan terbuka. Haturkan dengan bahasa masing-masing daerah, usahakan menggunakan bahasa yang santun. Intinya memohon seluruh entitas hidup terutama para leluhur untuk turun tangan langsung meredam pagebluk. Semakin banyak orang melakukan tentu saja akan semakin besar efektifitas dan kekuatannya.
FILOSOFINYA
Ubi Jalar atau Telo Pendhem
Telo pendhem, merupakan lambang atau simbol doa kepada Tuhan. Bisa dikatakan sebagai doa yang tak terucap, melainkan doa yang diwujudkan. Inti dari doa itu adalah memohon supaya wabah saat ini diPENDHEM, artinya dikubur, ditimbun, atau ditutup menggunakan tanah. Apa maksud yang ditimbun atau dikubur ? Tentu saja wabah penyakit saat ini, berupa virus. Virus ini termasuk elemen udara, biar diatasi oleh elemen tanah. Mumpung elemen tanah sedang lebih panas oleh karena adanya aktivitas elemen api yang lebih giat. Sehingga lebih cepat memusnahkan wabah itu.
Sayur Lodeh
Selain itu sayur lodeh ini menjadi bahasa isyarat, berupa “SOS” atau mohon pertolongan karena keadaan darurat. Leluhur sebagai entitas hidup yang telah berada di alam kelanggengan dan alam kamulyan, memiliki kemampuan lebih baik untuk memberi pangestu dan mendoakan anak keturunannya. Bahkan leluhur yang memiliki kemampuan lebih besar dapat andil lebih efektif. Leluhur yang mempunyai keahlian spesifik dalam bidang mengatasi wabah, tentu akan lebih intens turun tangan. Prosedur mohon pertolongan ini sama halnya Anda minta pertolongan pada ahli kesehatan, tim medis, atau dokter untuk melindungi diri Anda dari wabah. Mereka semua masih hidup, bedanya, tim medis masih menggunakan raga dan leluhur sudah tidak menggunakan raga. Simpel saja, jangan diperumit, nanti ndak malah bludrek njih.
Dawuh ini tidak khusus hanya untuk warga Jogjakarta saja, melainkan siapapun yang terketuk hati untuk membuatnya, di manapun panjenengan berada. Membuat sayur lodeh telo pendem, itu artinya Anda sudah menyalakan lampu SOS. Tentu akan menjadi prioritas untuk dilindungi dan diselamatkan. Semoga dulur-dulur terutama di wilayah yang sangat rawan penyebaran virus dapat melaksanakannya. Minimal akan berguna untuk diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat.
Kekuatan Gaib Yang Melindungi Yogya & Bali Dari Pagebluk Yang Brutal
BALI DAN JOGJA YANG FENOMENAL DALAM MENGHADAPI WABAH
Pada saat tulisan ini saya buat, Yogyakarta mencatat ada 226 orang kasus positif Covid-19, dengan 122 orang sembuh dan 8 meninggal. Sedangkan di Bali lebih bagus lagi, tercatat 394 kasus positif, 293 orang sembuh, dan hanya 4 orang yang meninggal, salah satunya adalah WNA. Tingkat kesembuhan di Yogyakarta sampai dengan tanggal 24 Mei 2020 mencapai angka 55% sedangkan kematian sekitar 3.5 %. Sedangkan di Propinsi Bali sampai dengan tanggal 24 Mei 2020 mencapai 74 %, sedangkan kematian atau fataliti hanya 1 % saja. Satu hal yang penting kita catat bahwa kedua kota itu, yakni Yogyakarta dan Bali belum pernah menerapkan PSBB untuk menghambat laju penyebaran wabah ini. Jika kita bandingkan dengan kasus yang terjadi di propinsi atau kota-kota besar lainnya, Yogyakarta dan Bali bahkan direkomendasikan sebagai percontohan dalam keberhasilannya menangani wabah.
Bagi Anda yang tinggal di kota lain, mungkin membayangkan situasi Yogyakarta sama seperti kota-kota besar lainnya yang menerapkan PSBB atau “lokdon” a la Indonesia. Namun demikian, Anda dapat menyaksikan sendiri, situasi jalanan di kota yang sunyi, pusat-pusat belanja yang sepi, itu hampir tidak pernah terjadi. Di awal bulan April memang sempat terjadi suasana yang sepi, tapi hanya berlangsung 2 pekan saja. Setelah itu seperti kembali normal, namun tidak sepadat dan macet seperti sebelum pagebluk berlangsung. Yang membedakan dengan situasi sebelum wabah adalah tempat anak-anak muda nongkrong, dan tempat-tempat pariwisata serta hiburan tampak sepi tak ada pengunjung. Itu artinya warga masyarakat Yogyakarta tetap mengindahkan himbauan Pemerintah untuk tidak melakukan kegiatan yang sifatnya tidak urgen, tidak penting. Hanya kegiatan penting dan darurat saja yang boleh dilakukan. Meskipun demikian, saya melihat beberapa tempat kuliner masih dijejali anak-anak muda yang menikmati kuliner di tempat, artinya tidak take away atau dibungkus saja. Bahkan menjelang lebaran, toko-toko bahan roti, pasar tradisional dan mall diserbu pengunjung. Namun sampai tanggal 24 Mei, belum tampak ada peningkatan kasus secara signifikan. Pada tanggal 24 Mei 2020 hanya tercatat ada 1 penambahan kasus positif Covid-19, dan zero fatality.
Saya melihat faktor utama yang menentukan keberhasilan dua Propinsi itu berhasil menanggulangi penyebaran wabah dan menekan angka kematian adalah berupa kesadaran spiritual warga masyarakatnya. Kesadaran spiritual ini akan menentukan pola pikir dan tindakan konkrit apa yang mesti dilakukan. Saya melihat dan menyaksikan sendiri sekaligus juga sebagai pelaku dalam proses itu. Sehingga saya bisa menjadi saksi mata, serta melihat lebih cermat lagi apa yang sesungguhnya terjadi apa Propinsi Yogyakarta dan Bali. Kesadaran spiritual dapat dengan mudah kita lihat dalam beberapa hal berikut ini yang secara signifikan menentukan keadaan wabah di Yogya dan Bali yang kurvanya relatif landai dan tingkat fataliti yang rendah sekali. Read the rest of this entry