KRITIK BUAT PARA RAJA JAWA MASA KINI

Pernyataan bersama  Mas Kumitir & Ki Wong Alus

manuk&bungaBagaimana memajukan negeri kita agar bisa setara dengan negeri-negeri lainnya seperti China dan Jepang yang memiliki cadangan devisa terbesar di dunia? Salah satu hal yang kami sepekati adalah diperlukan sebuah revolusi budaya di negeri kita. Kenapa harus budaya? Sebab intisari budaya adalah pola pikir, perilaku, kebiasaan yang sudah berakar urat dalam kurun waktu yang panjang. Pola pikir para anak bangsa yang cenderung tidak kreatif, tidak inovatif dan secara salah menafsirkan harapan hidup pada akhirnya melahirkan generasi yang tidak memahami sangkan paraning dumadi.

Inilah masa sekarang. Generasi yang dimanja oleh situasi yang memang membius mereka dalam kemudahan dan tidak mengenal proses perjuangan untuk merengkuh kebebasan. Pengembangan diri bersifat pragmatis dan materialistik yang hanya ditujukan untuk meraih prestasi dan melupakan pengembangan diri yang bertumpu pada budaya ke-Indonesiaan kita.

Siapa yang harusnya memulai untuk mengadakan gerakan REVOLUSI BUDAYA? Menurut hemat kami, yang harus mengawali adalah mereka yang selama ini hidup di sentra, kantong, dan EPISENTRUM BUDAYA. Siapa lagi kalau bukan PARA RAJA dan PARA KERABAT DAN SENTANA DALEM. Raja tidak hanya simbol, merekalah yang menggenggam RUH BUDAYA karena dari sanalah sesungguhnya dimulainya BUDAYA.

Terus terang, sekarang ini PARA RAJA JAWA (KHUSUSNYA RAJA DI KRATON KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT, RAJA DI KRATON PURI PAKUALAMAN, RAJA DI KRATON  MANGKUNEGARAN, RAJA DI KRATON KASUNANAN SURAKARTA) tidak mampu mampu lagi menempatkan dirinya dalam kancah perubahan budaya di masyarakat modern.

Mereka terpaku dan hanya jadi penonton perubahan budaya yang berlangsung cepat. Mereka tidak mampu menjadi PENGGERAK BUDAYA yang konon sangat adiluhung. Bagaimana bisa menjadi penggerak budaya bila hidup para raja semakin HEDONISTIK DAN FEODALISTIK?..

Para raja itu masih hidup tapi tidak memiliki semangat untuk menjadikan masyarakat yang berbudaya Jawa tersebut maju, berilmu tinggi dan mampu mengolah rasa/dzikir dan pikir mereka sehingga menjadikan budaya sebagai basis pengembangan diri. Masyarakat yang kehilangan JATI DIRI BUDAYA tempat dimana dulu mereka dilahirkan akan tumbuh sebagai masyarakat yang anti peradaban dan cenderung hanya menyerap peradaban modern tanpa disaring.

Budaya membaca, menulis, mengolah diri menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan sesuai dengan jati diri bangsa kian lama kian hilang. Padahal di dalam khasanah budaya Jawa kita mengenal kearifan lokal bagaimana hidup di tengah perubahan yang cepat.

Kami telah berusaha keras untuk mendapatkan berbagai kitab-kitab Jawa kuno baik berupa manuskrip, fotocopy, atau buku aslinya tapi itu lebih banyak kami dapat dari buku-buku yang dijual di pinggir Jalan. Sementara buku-buku Jawa yang ada di Kraton yang kami yakini masih bertumpuk di gudang-gudang semakin dimakan kutu buku dan rayap.

Keraton –sejauh kami tahu– tidak memiliki niat untuk membuka akses buku-buku babon dari para pujangga Jawa. Para Raja, Para Kerabat dan Para Sentono Dalem tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk MBEBER KAWICAKSANAN dan selama ini lebih cenderung untuk HANYA MENYIMPAN DALAM GUDANG SAJA.

Inikah FUNGSI KRATON SEBAGAI SARANA UNTUK NGURI-URI KEBUDAYAAN JAWA YANG ADILUHUNG ITU?  Bila Kraton dan juga para Raja menyadari fungsinya sebagai penggerak dan pelumas bergeraknya budaya, harusnya mereka membuka akses kepada masyarakat seluas-luasnya untuk mendapatkan informasi termasuk juga mendapatkan KUNCI MASUK KE PERPUSTAKAAN KRATON.

Menyimpan buku-buku / naskah-naskah kuno dan menganggapnya sebagai JIMAT adalah sangat bertentangan dengan semangat membangun bangsa. Sebab membangun bangsa diperlukan gotong royong yang erat berdasarkan profesi dan kompetensinya masing-masing. Bila budayawan Jawa saja kesulitan untuk mendapatkan akses ke kraton, mana bisa mereka mengetahui nilai-nilai budaya Jawa jaman dahulu bila tidak dari buku-buku kuno?

BUDAYA bukanlah hanya HASIL, sebagaimana candi-candi, rumah-rumah adat, kitab-kitab kuno, adat istiadat, benda-benda seni dan lainnya. Budaya adalah sebuah PROSES yang terjadi di masyarakat yang harus terus BERINOVASI dan memiliki ENERGI KREATIF  yang besar untuk memajukan kemanusiaaan yang lebih manusiawi, yang memiliki rasa kebertuhanan yang lanjut dan hingga sampai kesimpulan penghayatan hidup.

Untuk mengetahui HAKIKAT BUDAYA, kita memerlukan sebuah proses MEMBACA DAN MENULIS. Baik membaca KITAB YANG TERTULIS, maupun membaca dalam arti yang luas yaitu MEMBACA KITAB TIDAK TERTULIS, yaitu ALAM SEMESTA beserta ciptaanNya. Sementara MENULIS berarti mengadakan PERENUNGAN dan MENGOLAH DENGAN AKAL PIKIR hingga kemudian berlanjut ke tahap MELAKUKAN DALAM PERILAKUNYA SENDIRI-SENDIRI.

Sebagai bagian dari semangat untuk NGANGSU KAWRUH itulah maka, sudah pada tempatnya bila PARA RAJA DI RAJA JAWA (KHUSUSNYA RAJA DI KRATON KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT, RAJA DI KRATON PURI PAKUALAMAN, RAJA DI KRATON  MANGKUNEGARAN, RAJA DI KRATON KASUNANAN SURAKARTA) membuka akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk MEMPELAJARI  kitab-kitab kuno yang hingga saat ini tersimpan erat dalam gudang-gudang mereka.

Demikian uneg-uneg dari kami, semoga para RAJA JAWA menyadari kepelitannya selama ini. Mohon maaf bila tidak berkenan dan MONGGO KEPADA REKAN-REKAN YANG SEGARIS PERJUANGAN UNTUK BERGABUNG DENGAN KAMI DALAM GERAKAN REVOLUSI BUDAYA JAWA INI.

Ttd :

Alangalangkumitir & Ki Wongalus

SALAM HORMATKU KEPADA: KI WONGALUS & MAS KUMITIR

Saya selalu menyimak dengan cermat di manapun panjenengan berdua selalu menggores pena, di situlah tampak sumunaring surya, pencerahan demi pencerahan datang bertubi, bagaikan kekuatan aufclarung yang begitu dahsyat. Memang benar apa yang panjenengan berdua katakan, kerajaan yang ada di  Nusantara, baik yang terletak di pulau Jawa-Banten-Cirebon, Sumatera, Sulawesi, dll, masih terdapat banyak kerajaan. Namun kerajaan tinggalah bagaikan sangkar yang tiada penghuninya lagi. Kerajaan yang hilang gaungnya ditengarai sebagai kali ilang kedunge, pasar ilang kumarane. Raja lebih fokus berbisnis dan berpolitik. Kepedulian akan perannya sebagai cagar budaya Nusantara sudah  terbengkelai. Jika di zaman dahulu Raja berperan ganda sebagai seorang spiritualis handal sekaligus pemimpin wilayah, kini seorang raja hanyalah menduduki simbolisme tanpa makna, berbasa-basi sebagai sumber kearifan lokal. Ibarat harimau sudah kehilangan taringnya, kini malah giliran belangnya  semakin pudar.

Tak bisa dipungkiri, sudah menjadi kehendak Hyang Manon kelak negeri ini akan mencapai kejayaannya kembali, manakala masing-masing suku bangsa kembali menghayati dan melestarikan kearifan lokal, memiliki jiwa apresiasi tinggi terhadap seni dan budaya serta tradisi yg indah sekali. Kita telah mendapat pelajaran berharga bagaimana bangsa bangsa di Asia berkembang pesat yakni Cina, Jepang, India, Korea, Taiwan, Thailand, mereka dapat eksis berkat kekuatan akan jatidiri bangsa yang tidak mudah terombang-ambing nilai-nilai asing yang melahirkan diskrepansi dengan akar budi daya setempat. Bangsa akan menjadi BESAR  bilamana mampu MENGENALI JATI DIRI yang sesungguhnya, sebagaimana pepatah “jadilah dirimu sendiri”, supaya ku tahu yang ku mau. Sementara umat beragama, bukan lagi tergila-gila sekedar menjadi seorang yang AGAMIS saja, namun menyadari pentingnya PENCAPAIAN SPIRITUALITAS yang mendalam.

Bangsa yang TIDAK MENGENALI JATI DIRINYA akan kehilangan arah, menjadi bangsa yang serba salah tingkah, tidak sinergis dan harmonis alias timpang dengan keadaan alam sekitar. Bangsa yang tidak memahami karakter alamnya, sifat-sifat masyarakatnya, sama halnya Anda hidup terombang-ambing di bawah KOLONIALISME  KEBODOHAN. Pada gilirannya, bangsa ini benar-benar menjadi bangsa tercerabut dari akarnya, limbung lalu jatuh tersungkur, dan hancur. Semoga pencerahan demi pencerahan disuarakan oleh para generasi muda dan tua bangsa, baik perempuan maupun laki-laki yang masih memiliki semangat “renaissance” dan berenergi tak pernah habis.

Dengan adanya uneg-uneg di atas semoga menjadi gerbang pembuka kesadaran bagi semua pihak yang bertanggungjawab atas pelestariaan budaya dan ragam kekayaan nusantara peninggalan nenek moyang. Betapa ilmu setinggi apapun tak akan bermanfaat sedikitpun bila hanya tersimpan rapat di “gudang” perpustakaan. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi, bila buku-buku kuno yang  sangat tinggi nilai filosofinya hanya “bermanfaat” untuk pakan rayap dan ngengat. Ing wusana, sumangga, kita bersama-sama menggantikan peran si rayap dan si ngengat.   Salam asah asih asuh.

sabdalangit

About SABDå

gentleman, Indonesia Raya

Posted on Juni 21, 2009, in Kritik Buat Para Raja Jawa and tagged , , . Bookmark the permalink. 80 Komentar.

  1. Pertamaaaaaaxxxxx… hehehe… SETUJU… terutama dalam rangka membangkitkan HATI NURANI manusia yang semakin Jauh tertinggal… semogaaa… bisa ditindak lanjuti dengan baik… karena melihat perkembangan KESEIMBANGAN dalam DIRI Manusia dan KESEIMBANGAN Alam Semesta Raya semakin memburuk terus…
    Salam Sayang Kang Mas Sabda Langit yang Ganteng

  2. Bangsa yg besar adalah bangsa yg memiliki jati diri! Mengenal budaya kita sebagai dasar nilai hidup. Membantu kita untuk lebìh cerdas dalam menyaring budaya asing. Sudah saatnya bersatu memperkokoh nilai luhur budaya kita.
    Jgn biarkan tergilas habis!!!

  3. memang para raja atau sultan dinusantara ini mengalami berbagai dilema, terutama mengenai menjawab tantangan jaman, kebanyakan dari mereka sangat sulit menghadapi dilema antara realitas atau idealis….sebenarnya kalau mau kita bersama mengkritik sultan di yogya dengan cara topo pepe di alun2 utara…semoga sultan bisa menerima usulan kita utk merrvolusi budaya dari budaya keterjajahan mejadi budaya spiritualitas yg berkesadaran rohani

  4. “raja jawa”bukan berarti raja yang hanya ada dipulau jawa.Pengertian “jawa” berarti “beneh/memahami”.Raja jawa yaitu para pemimpin mulai dari tingkat RT/RW/lurah/camat/wedana/bupati/gubernur sampai presiden agar memahami betapa pentingnya”revolusi budaya”untuk kejayaan bangsa.Kritikan ini semoga menggugah mereka termasuk kita semua warga bangsa ini.
    Ya…saya sepakat untuk berbuat yg terbaik bagi negeri ini.

    salam hormat dan merdeka lahir batin.

  5. untuk saat ini sepertinya sulit kalau mengharapkan perubahan dari kaum elit budaya. raja tak mungkin ada dan berdaya tanpa dukungan rakyatnya. saya pribadi lebih senang membuat blog untuk menuangkan gagasan. juga memilih jalur sendiri untuk membuat karya nyata dalam bidang kebudayaan. saya hanya bisa berharap bahwa blog-blog kebudayaan macam blog mas sabdalangit ini bisa menumbukan kesadaran masyarakat umum. beberapa berkarya dan yang lainnya mudah-mudahan ketularan untuk mengikuti.

    di kalimantan juga ada gejala yang sama, mas. coba tengok saja: http://betang.com

    • @KangBoed Yth
      Dimas nu kasep inilah yg selalu pertamaaxx 🙂 Terus bersemangat Dimas, penabuh genderang perdamaian dari TATAR PASUNDAN…

      @Gagak Seta Yth
      Sangat setuju Adik manis Gagak Seta. Anda telah memiliki kesadaran lebih dini, sejak usia sangat muda. Indonesia membutuhkan org2 seperti anda sebagai generasi penerus yg akan membawa nusantara menemukan kejayaannya kembali.

      @M4sTono Yth
      Memang benar, kekuatan anasir asing begitu dahsyat menerpa Nusantara, menyingkirkan kearifan lokal. Bahkan para petinggi pun terseret arus, tak terkecuali Raja sebagai simbol kekuatan spiritual ikut larut dalam dilema.

      @Yang Kung Yth
      Semoga YangKung dengan limpahan penuh kasih selalu menjadi oasis kasih sayang bagi sedulur-sedulur semua di sini dan di mana saja berada. Kita semua butuh figur seperti Yangkung.

      @Kang Jenang Yth
      Kesadaran memang harus dimulai dari diri kita sendiri Kang. Lalu, tugas utama hamemayu hayuning bawana jagad Nusantara, kini berada di pundak para kawula muda bangsa, seperti halnya Kang Jenang telah lakukan.

      salam sejati
      salam asah asih asuh
      Rahayu, karaharjan

  6. Jaman saya SD dulu ada pendidikan BUDI PEKERTI, ada KOJARSENA (Korp Pelajar Serbaguna); dari Budi Pekerti dapat menghasilkan murid2 yang bermoral baik, menghormati orang lain. Dari Kojarsena dilatih seni “angkat, hormat senjata, latihan perang menumbuhkan semangat nasional.

    Lare sakmangke manawi kula ajak ngrembag bab nasional… jawabanipun….. “hari gini bicara ttg nasionalisme sedangkan perut kami lapar, Pak….”

    Punapa negari pinika bade kawiwitan saking NOL nggih??? Sampun wonten pralampito manawi kita sami wonten Pompbensin temtu.. “KITA MULAI DARI NOL YA MAS… ” 🙂

  7. Sepertinya tdk dimulai dari nol mas Broto. Malah wiwit saking minus. Pralampitanipun nyileme prahu gabus.
    Rahayu

  8. Kakang Mas Sabdolangit,

    Jikalau kita telah menangkap sinyal bahwa para RAJA tidak mampu lagi menempatkan dirinya dengan perubahan Jaman, maka kita-kitalah yang selayaknya memerankan/menjadikan diri ini sebagai RAJA~Satrio Pinandhito~Sabdo Palon~Imam Mahdi bagi diri sendiri dan Lingkungan sekitar. Sebab mengharapkan kepada RAJA saja rasanya takkan mampu MEWUJUDKAN Bumi Nuswantoro ini sampai kepada KAHANAN ” Gemah Ripah Lohjinawi ~ Toto, Tentrem, Karto lan Raharjo.

    Kita harus bersama-sama untuk ” CANCUT TALIWONDO ~ RAWE-RAWE RANTAS MALANG-MALANG TUNTAS ” menyincingkan lengan baju turut serta MEMAYU HAYUNIG BAWONO.
    Kita harus menjadikan DIRI-DIRI kita sebagai Satrio Paningit, Satrio Pinandhito, Sabdopalon minim dalam ruang lingkup Keluarga.

    Kita harus bersama-sama mengembalikan EKSISTENSI DIRI menjadi Manungsa SEJATI. Manusia yang berdiri tegak diatas HAK~KEMANDIRIAN~dan KODRAT dengan mengaplikasikannya dalan Kehidupan dan Penghidupan ini.

    Percayalah Kakang Sabdolangit,
    Warisan Leluhur Bumi Nuswantoro ini tak akan SIRNA seluruhnya. Masih ada Kadang Mas Kumitir, Kakang Sabdolangit, Kadang mas Ngabehi, Kadang Mas Wong Alus, Ki Demang Sokowaten dan masih banyak Kadang-kadang lain yang bergerak dalam Wadhah PENGHAYAT dan PAGUYUBAN Kepercayaan yang tetap NGURI-URI Ajaran Leluhur. Hanya saja kebanyakan pengamalnya kalangan dewasa.

    JAYALAH NEGERI dan BANGSAKU

    Salam Karaharjan

    Rahayu

  9. Kadang mas Santri Gundul ingkang prayitna.
    Saat inilah, jargon TAHTA UNTUK RAKYAT, harus benar-benar diaplikasikan dalam realitas kehidupan berbangsa. Untuk meretas jalan menuju kejayaan nusantara dalam kerangka keindahan Bhinneka Tunggal Ikka.

    Salam asah asih asuh

    • kalo masyarakat mulai tumbuh dan berkembang kepeduliannya, sementara elit budaya mulai bangkit kesadarannya dan mengambil sesuai mandatnya, itulah saatnya gayung bersambut. 😎

  10. Saya masih bersyukur bisa merasakan didikan budaya Jawa dari kecil meski didikan ala orang nggunung, tapi berbekas kuat hingga sekarang. Bagaimana kalau didikan dari ilmu adiluhung yg bersumber dari keraton sebagai tonggak budaya yang diserap generasi muda sekarang pasti akan lebih unggul hasilnya.

    • @Kang Jenang Yth
      Nah, itulah saat yang kita tunggu-tunggu…dan kini semangat ke arah titik temu itu semakin terasa kuat.

      @Mas Nur Yth
      Sebisa mungkin saya akan “membocorkan” ilmu-ilmu yg masih tersimpan di Kraton agar berguna untuk masyarakat luas dan bermanfaat membangun ketentraman di negeri ini.

      salam asih asah asuh

  11. Kalau raja sebagai simbol penguasa saja sudah gak mampu mengontrol situasi di sekelilingnya, itu pertanda sudah waktunya diganti. Namun itu terlalu kasar ya… yang bener ya harus ada reformasi budaya. Sekarang kan jamannya globalisasi, serbuan budaya global.
    Amerika yang jelas2 tidak punya budaya (lha wong penduduk asli Indiannya ditaruh di kantong2 cuma untuk tontonan) dengan sengaja gembar-gembor ekspor budaya kemana-mana. Celakanya orang Indonesia dengan mental inlander memandang terlalu tinggi budaya Amrik. Jadi yang ditiru ya cuma cara berpakaian, perilaku makan, bicara, bergaul dsb.
    Kenapa gak budaya disiplin, menghargai waktu, menghormati aparatur pemerintah dan hukum, dan keberanian menyuarakan hati nurani yang ditiru ya?
    Wah … bagus blognya, bisa berlama-lama di sini..

  12. Semoga bisa segera kesampaian, minimal anak cucu saya bisa kembali menikmati dan menjalani indahnya budaya adiluhung.

  13. pamuji rahayu..

    salam hormat salam budaya untuk para kadhang disini ..,

    sebaiknya memang kita sendiri yang harus melakukan itu semua demi negeri kita.. kita tumbuhkan rasa nasionalisme kita.. dan mulai mendidik generasi penerus untuk selayaknya mengerti dan kembali kepada jatidiri bangsa..meneladani apa yang telah dirintis oleh para leluhur kita.., kalaupun para elit budaya, para raja ataupun pemuka budaya .. kita anggap saja sebagai simbol.. dan tidak lebih…, kita saja yang harus mau peduli dan terus berjuang demi negara dan bangsa walau hanya dalam lingkup kecil.. namun dari kecil itu akan tumbuh menjadi besar… kesemuanya memang kita harus mulai bukan mengakhiri…,

    salam budaya,

  14. Yth. Kimas Sabdalangit serta Kadang Sutresna semua…
    Itulah yang pernah saya lontarkan tentang TRIWIKRAMA…
    Menurut pandangan saya Tiga-Unsur Utama sebuah NEGARA adalah: 1. Manusia atau Masyarakat;
    2. Wilayah (darat-laut-udara);
    3. Kedaulatan (Undang-undang – Hukum – Pelaksana);…
    Sedangkan BUDAYA yang sementara ini didefinisikan sebagai Perilaku dan Sikap Hidup, juga mengandung Tiga unsur penting, yaitu: 1. Kesadaran akan SANGKAN PARANING DUMADI (RELIGI);
    2. Kesadaran akan JATI-DIRInya;
    3. Kesadaran akan LINGKUNGAN TEMPAT HIDUPnya.
    Namun semua itu hanya cerminan sudut pandang saya yang masih banyak kekurangannya. Untuk ini mohon koreksi serta pencerahannya….

    Rahayu Karahayon kagem Kimas Sabdalangit twin para Kadang Sutresna NKRI….
    Jayalah ”Negara Kertagama Raharja Indonesia”…….

  15. wah 2bulan saya bertapa .blognya semakin ramai.

  16. Pamuji Rahayu,

    Saya suka semua komentar rekan-2 diatas.
    Nampaknya satriya-2 nuswantara sudah mulai bermunculan, semoga tidak lama lagi nuswantara tercinta ini akan menjadi “negara kang jero tancepe, gedhe obore, padhang jagate, dhuwur kukuse, adoh kuncarane, ampuh kawibawane”.

    Salam Sejati,
    Agung

    • Semoga MAs Agung menjadi jejering soko guru di tlatah Kaltim untuk menggerakkan saudara-saudara dari Jawa nguri-uri kebudayaannya, serta memacu saudara-saudara penduduk lokal untuk semakin giat dan greget menghayati kebudayaan dan kearifan lokalnya.

      Rahayu Karaharjan

  17. Njih Mas Sabda, pangestunipun panjenengan..

    Rahayu Rahayu Rahayu

  18. pamuji rahayu…

    mas Agung .. mugya panjenengan ugi tansah sageda dados ing ngarsa sung tuladha lan mangun karsa.., kangge nggenapi jejering jaya kawijayan nusantara dan khususnya budaya dan kearifan lokal. sesuai wejangan kangmas sabda, mari kita bersama sedulur senusantara kita tansah ambengkas karya nyata dimulai dari diri kita, leuarga, lingkungan dan masyarakat…, mugya tansah kijabahan dening Gusti kang Akarya Jagad.
    matur sembah nuwun
    rahayu..,

    • Gayung bersambut, cahaya dimulai dari para kawula muda generasi penerus bangsa. Tentu saja hal ini akan membangkitkan semangat baru di tengah keterpurukan untuk segera bangkit, menggali potensi lokal yang mampu memahami jati diri bangsa. Mas Hadi Wirojati tentu saja bersama rekan-rekan mengawali dari tatar Pasundan dan wilayah Jakarta. Semoga mentari kedamaian dan ketentraman segera terbit menyinari jagad nusantara.
      Rahayu karaharjan
      Kalis ing rubeda, nir ing sambekala
      hamemayu hayuning bawana
      memetri kabudayan nusa ing nagri

  19. nunggu bocoran ilmu-ilmu kraton dr kiai sabdo ahh,.hehee
    monggo kiai dipun gelar dateng mriki supados kathah tiyang engkang dados manusia-manusia yang byk memberikan manfaat bg manusia/makhluk lainya..

    salam sejati
    oia,.kiai sabdo,kok email saya belum di balas ya ??
    dalem tengga kiai

    nuwun

  20. amiien. . .
    ki sabdo. , ,mas sujiatmoko skrg jarang OL Y ?

  21. Kami rakyat kecil mengharapkan dan kangen akan kondisi tanah jawa ini, sesuai dgn cerita babad tanah jawa tempo doeloe…. nagara makmur, rakyat tentram dan ktnya gemah ripah loh jinawi… hihi mudah”an raja jawa bs spt para pendahulunya. Amiin

    W.salam

  22. Kata kakek saya, yang abdi dalem Kraton Jogja: dulu wong cilik melakukan kritik dengan mepe awak (telanjang dada) di tengah alun-alun antara dua ringin kembar Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kini era telah berubah, wong cilik hanya bisa nulis di blog. Mau demo, nggak ada teman. Mau ke Kraton membawa spanduk, bisa dianggap ora duwe ungguh ungguh.

    Mencintai tanah air dan bangsa, sepertinya harus kita lalui dengan kebersamaan mengangkat kembali budaya-budaya etnis daerah yang beragam. Hanya dengan SUMPAH PEMUDA yang menjunjung tinggi BHINNEKA TUNGGAL IKA, bangsa kita bisa bergerak maju kembali. Tidak hanya menjadi macan asia, namun menjadi Pandawa Dunia.

    Rahayu

  23. ingatloh yang dikritik adalh seketurunan dengan leluhurnya sabdo langit

  24. Mas Kumitir, Ki Wong Alus, dan Sabda Langit..
    Saya sangat setuju keluhan njenengan dan mendukung sepenuh daya.
    Saat ini saya di Jerman berencana menulis disertasi ttg Jawa dan termangu ttg realitas sulitnya akses dan kepedulian itu.
    Tapi ada sedikit terang, saat ini sebuah univ di sini menjadi fasilitator dana pemerintah Jerman utk konservasi naskah2 tua d Indonesia. Hasilnya setahu saya dokumentasi naskah2 itu dlm bentuk chip2 microdata dan pembuatan web naskah2 itu utk diakses khalayak. Naskah yang sudah rampung dikerjakan adalah yang di Aceh, sementara utk Kraton Jawa menunggu ijin pihak kraton. Mudah2an tidak ada hambatan.
    Pihak pemerintah Jerman dan Universitas menyerahkan sepenuhnya pengerjaan proyek ini pada para ahli kita.
    Nuwun

  25. Mas Ayib yth
    Sebuah kabar yg menggembirakan. Semoga rencana baik pemerintah Jerman dpt terealisasi dgn baik, tentunya dgn dukungan semua pihak yg berkompeten. Sy pribadi selalu mendukung dan dgn senang hati sekiranya dpt membantu mewujudkannya.
    Rahayu

  26. NUMPANG NIMBRUNG.

    RAJA …….? WADUH LUPA SAIRNYA….! TAPI LEBIH PARAH LAGI LUPA KUNCINYA …..? JADI RAJA UTK DIRI SENDIRI AJA BLUM BISA ! LUPA ASAL USULNYA, LUPA SEJARAH LELUHURNYA.

    TAPI ITULAH BAGIAN DARI RODA KEHIDUPAN DI DUNIA.
    NANTI APABILA KEGELAPAN DATANG PASTI AKAN ADA YANG MENYALAKAN LAMPU, NANTI APABILA KEJATUHAN DATANG PASTI AKAN ADA YANG BANGKIT.

    SAAT INI BARU AJA KESANDUNG, BLUM JATUH JADI BLUM BANGKIT, BARU TERIAK TERIAK KESAKITAN SAMBIL NGOMEL AJA.

  27. nyuwun sewu…
    kalo para raja kraton jawa asyik dengan babad.nya sendiri2 trus mau dikemanakan serat2 dan suluk2 yg adiluhung maknanya. Kalo informasi mas Ayib benar, menurut saya, itu baru sebatas perpustakaan kraton yg lebih baik tetapi hakikinya adalah bagaimana men-transfer ilmu2 yg ada di dalam kraton ke lingkungan sosial masyarakat (rakyatnya).
    Para raja kalo bisa mbeber ilmu tsb, pasti akan lebih bermanfaat dalam roda kehidupan sehari hari rakyatnya & pasti akan otomatis fungsi kraton (raja) akan lebih dihormati lagi.
    matur nuwun.

  28. Mohon maaf sebelumnya ….
    Sekedar cerita aja..
    * Di komplek makam raja – raja Kotagede terdapat Mesjid, namun sayang sekali tidak di jaga oleh abdi dalem kraton baik dari Jogja maupun Solo. Berbeda dengan yang di Imogiri masih di jaga dan dikelola oleh para abdi dalem. Sehingga menimbulkan kesan seolah-olah antara Masjid Kotagede dan Pemakaman terpisah. Belum lagi kalau hari Jum’at isi dari kotbah sangat jauh dari apa yang ada disini.
    Kalau sore memang digunakan untuk TPA, selain diajarkan baca tulis Al Qur’an dan Shirah Nabawiyah apakah juga diajarkan Babad Tanah Jawi serta pandangan hidup dari para leluhur ?
    Apakah ukhti yang ngajar di TPA tersebut pernah ziarah ke makam dengan menggunakan pakaian Jawa ?
    Seolah – olah mau Mesjidnya tapi nggak mau ……..
    Kalau malam Mesjid ditutup dari habis Isya sampai menjelang subuh baru di buka. Untuk sholat malam di dalam mesjid jadi sangat sulit. Padahal mesjid Sunan Ampel yang ada di Sby jam 2 malam sudah di buka. Kalau di Imogiri 24hours open and welcome to everybody.
    Kemudian ada pengurus/Jamaah yang risih dengan ukiran yang terdapat di kursi mimbar yang dianggapnya tdk sesuai dengan syariat, kalau nggak salah mengenai gambar anjing.
    Dan bagi yang mau tirakat diarahkan supaya ke bangsal yang ada di lingkungan makam, padahal katanya Nabi ngajarin itikaf di masjid ….so..
    Mudah2an yang di Imogiri tetap dikelola oleh keraton.
    Bagaimana ini ?

    * Ketika terjadi gempa di Jogja, mengapa HB X membiarkan Sby berkantor di Jogjakarta ? Apa efek dari Sby berkantor di Jogja ? Monggo di kaji.
    Kalau HB X dan para punggawa keraton tanggap , tentunya hal ini tidak terjadi.

    Mudah2an keraton tidak hanya berhenti pada tataran teori. Amin.

    Matur nuwun.

  1. Ping-balik: Hilangnya Jati Diri Manusia « kangBoed…

  2. Ping-balik: 17 Juli Ketika Teror Mengobrak-abrik Perutku « kucoba hargai masa lalu….

Tinggalkan Balasan ke SABDALANGIT Batalkan balasan