KEJAWEN ; Ajaran Luhur Yang Dicurigai & Dikambinghitamkan

KEJAWEN

“Permata” Asli Bumi Nusantara yang Selalu Dicurigai

Dan Dikambinghitamkan

 

 

Kearifan Lokal yang Selalu Dicurigai

 

Ajaran kejawen, dalam perkembangan sejarahnya mengalami pasang surut. Hal itu tidak lepas dari adanya benturan-benturan dengan teologi dan budaya asing (Belanda, Arab, Cina, India, Jepang, AS). Yang paling keras adalah benturan dengan teologi asing, karena kehadiran kepercayaan baru disertai dengan upaya-upaya membangun kesan bahwa budaya Jawa itu hina, memalukan, rendah martabatnya, bahkan kepercayaan lokal disebut sebagai kekafiran, sehingga harus ditinggalkan sekalipun oleh tuannya sendiri, dan harus diganti dengan “kepercayaan baru” yang dianggap paling mulia segalanya. Dengan naifnya kepercayaan baru merekrut pengikut dengan jaminan kepastian masuk syurga. Gerakan tersebut sangat efektif karena dilakukan secara sistematis mendapat dukungan dari kekuatan politik asing yang tengah bertarung di negeri ini.

Selain itu “pendatang baru” selalu berusaha membangun image buruk terhadap kearifan-kearifan lokal (baca: budaya Jawa) dengan cara memberikan contoh-contoh patologi sosial (penyakit masyarakat), penyimpangan sosial,  pelanggaran kaidah Kejawen, yang terjadi saat itu, diklaim oleh “pendatang baru” sebagai bukti nyata kesesatan ajaran Jawa. Hal itu sama saja dengan menganggap Islam itu buruk dengan cara menampilkan contoh perbuatan sadis terorisme, menteri agama yang korupsi, pejabat berjilbab yang selingkuh, kyai yang menghamili santrinya, dst.

 Tidak berhenti disitu saja, kekuatan asing terus mendiskreditkan manusia Jawa dengan cara memanipulasi atau memutar balik sejarah masa lampau. Bukti-bukti kearifan lokal dimusnahkan, sehingga banyak sekali naskah-naskah kuno yang berisi ajaran-ajaran tentang tatakrama, kaidah, budi pekerti yang luhur bangsa (Jawa) Indonesia kuno sebelum era kewalian datang, kemudian dibumi hanguskan oleh para “pendatang baru” tersebut. Kosa kata Jawa juga mengalami penjajahan, istilah-istilah Jawa yang dahulu mempunyai makna yang arif, luhur, bijaksana, kemudian dibelokkan maknanya menurut kepentingan dan perspektif subyektif disesuaikan dengan kepentingan “pendatang baru” yang tidak suka dengan “local wisdom”. Akibatnya; istilah-istilah seperti; kejawen, klenik, mistis, tahyul mengalami degradasi makna, dan berkonotasi negatif. Istilah-istilah tersebut “di-sama-makna-kan” dengan dosa dan larangan-larangan dogma agama; misalnya; kemusyrikan, gugon tuhon, budak setan, menyembah setan, dst. Padahal tidak demikian makna aslinya, sebaliknya istilah tersebut justru mempunyai arti yang sangat religius sbb;

 

Klenik : merupakan pemahaman terhadap suatu kejadian yang dihubungkan dengan hukum sebab akibat yang berkaitan dengan kekuatan gaib (metafisik) yang tidak lain bersumber dari Dzat tertinggi yakni Tuhan Yang Maha Suci. Di dalam agama manapun unsur “klenik” ini selalu ada.

Mistis : adalah ruang atau wilayah gaib yang dapat dirambah dan dipahami manusia, sebagai upayanya untuk memahami Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam agama Islam ruang mistik untuk memahami sejatinya Tuhan dikenal dengan istilah tasawuf.

Tahyul : adalah kepercayaan akan hal-hal yang gaib yang berhubungan dengan makhluk gaib ciptan Tuhan. Manusia Jawa sangat  mempercayai adanya kekuatan gaib yang dipahaminya sebagai wujud dari kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta.  Kepercayaan kepada yang gaib ini juga terdapat di dalam rukun Islam.

Tradisi : dalam tradisi Jawa, seseorang dapat mewujudkan doa dalam bentuk lambang atau simbol. Lambang dan simbol dilengkapi dengan sarana ubo rampe sebagai pelengkap kesempurnaan dalam berdoa. Lambang dan simbol juga mengartikan secara kias bahasa alam yang dipercaya manusia Jawa sebagai bentuk isyarat akan kehendak Tuhan. Manusia Jawa akan merasa lebih dekat dengan Tuhan jika doanya tidak sekedar diucapkan di mulut saja (NATO: not action talk only), melainkan dengan diwujudkan dalam bentuk tumpeng, sesaji dsb sebagi simbol kemanunggalan tekad bulat. Maka manusia Jawa dalam berdoa melibatkan empat unsur tekad bulat yakni hati, fikiran, ucapan, dan tindakan. Upacara-upacara tradisional sebagai bentuk kepedulian pada lingkungannya, baik kepada lingkungan masyarakat manusia maupun masyarakat gaib yang hidup berdampingan, agar selaras dan harmonis dalam manembah kapada Tuhan. Bagi manusia Jawa, setiap rasa syukur dan doa harus diwujudkan dalam bentuk tindakan riil (ihtiyar) sebagai bentuk ketabahan dan kebulatan tekad yang diyakini dapat membuat doa terkabul. Akan tetapi niat dan makna dibalik tradisi ritual tersebut sering dianggap sebagai kegiatan gugon tuhon/ela-elu, asal ngikut saja,  sikap menghamburkan, dan bentuk kemubadiran, dst.

Kejawen : berisi kaidah moral dan budi pekerti luhur, serta memuat tata cara manusia dalam melakukan penyembahan tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Akan tetapi, setelah abad 15 Majapahit runtuh oleh serbuan anaknya sendiri, dengan cara serampangan dan subyektif, jauh dari kearifan dan budi pekerti yg luhur, “pendatang baru” menganggap ajaran kejawen sebagai biangnya kemusyrikan, kesesatan, kebobrokan moral, dan kekafiran. Maka harus dimusnahkan. Ironisnya, manusia Jawa yang sudah “kejawan” ilang jawane, justru mempuyai andil besar dalam upaya cultural assasination ini. Mereka lupa bahwa nilai budaya asli nenek moyang mereka itulah yang pernah membawa bumi nusantara ini menggapai masa kejayaannya di era Majapahit hingga berlangsung selama lima generasi penerus tahta kerajaan.

 

 

Ajaran Tentang Budi Pekerti, Menggapai Manusia Sejati

 

Dalam khasanah referensi kebudayaan Jawa dikenal berbagai literatur sastra yang mempunyai gaya penulisan beragam dan unik. Sebut saja misalnya; kitab, suluk, serat, babad, yang biasanya tidak hanya sekedar kumpulan baris-baris kalimat, tetapi ditulis dengan seni kesusastraan yang tinggi, berupa tembang yang disusun dalam bait-bait atau padha yang merupakan bagian dari tembang misalnya; pupuh, sinom, pangkur, pucung, asmaradhana dst. Teks yang disusun ialah yang memiliki kandungan unsur pesan moral, yang diajarkan tokoh-tokoh utama atau penulisnya, mewarnai seluruh isi teks.

Pendidikan moral budi pekerti menjadi pokok pelajaran yang diutamakan. Moral atau budi pekerti di sini dalam arti kaidah-kaidah yang membedakan baik atau buruk segala sesuatu, tata krama, atau aturan-aturan yang melarang atau menganjurkan seseorang dalam menghadapi lingkungan alam dan sosialnya. Sumber dari kaidah-kaidah tersebut didasari oleh keyakinan, gagasan, dan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat yang bersangktan. Kaidah tersebut akan tampak dalam manifestasi tingkah laku dan perbuatan anggota masyarakat.

Demikian lah makna dari ajaran Kejawen yang sesungguhnya, dengan demikian dapat menambah jelas  pemahaman terhadap konsepsi pendidikan budi pekerti yang mewarnai kebudayaan Jawa. Hal ini dapat diteruskan kepada generasi muda guna membentuk watak yang berbudi luhur dan bersedia menempa jiwa yang berkepribadian teguh. Uraian yang memaparkan nilai-nilai luhur dalam kebudayaan masyarakat Jawa yang diungkapkan diatas dapat membuka wawasan pikir dan hati nurani bangsa bahwa dalam masyarakat kuno asli pribumi telah terdapat seperangkat nilai-nilai moralitas yang dapat diterapkan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup manusia.

 

Dua Ancaman Besar dalam Ajaran Kejawen

 

Dalam ajaran kejawen, terdapat dua bentuk ancaman besar yang mendasari sikap kewaspadaan (eling lan waspada), karena dapat menghancurkan kaidah-kaidah kemanusiaan, yakni; hawanepsu dan pamrih. Manusia harus mampu meredam hawa nafsu atau nutupi babahan hawa sanga. Yakni mengontrol nafsu-nafsunya yang muncul dari sembilan unsur yang terdapat dalam diri manusia, dan melepas pamrihnya.

Dalam perspektif kaidah Jawa, nafsu-nafsu merupakan perasaan kasar karena menggagalkan kontrol diri manusia, membelenggu, serta buta pada dunia lahir maupun batin. Nafsu akan memperlemah manusia karena menjadi sumber yang memboroskan kekuatan-kekuatan batin tanpa ada gunanya. Lebih lanjut, menurut kaidah Jawa nafsu akan lebih berbahaya karena mampu menutup akal budi. Sehingga manusia yang menuruti hawa nafsu tidak lagi menuruti akal budinya (budi pekerti). Manusia demikian tidak dapat mengembangkan segi-segi halusnya, manusia semakin mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik, ketegangan, dan merusak ketrentaman yang mengganggu stabilitas kebangsaan

 

NAFSU

 

Hawa nafsu (lauwamah, amarah, supiyah) secara kejawen diungkapkan dalam bentuk akronim, yakni apa yang disebut M5 atau malima; madat, madon, maling, mangan, main; mabuk-mabukan, main perempuan, mencuri, makan, berjudi. Untuk meredam nafsu malima, manusia Jawa melakukan laku tapa atau “puasa”. Misalnya; tapa brata, tapa ngrame, tapa mendhem, tapa ngeli.

Tapa brata ; sikap perbuatan seseorang yang selalu menahan/puasa hawa nafsu yang berasal dari lima indra. Nafsu angkara yang buruk yakni lauwamah, amarah, supiyah.

Tapa ngrame; adalah watak untuk giat membantu, menolong sesama tetapi “sepi” dalam nafsu pamrih yakni golek butuhe dewe.

Tapa mendhem; adalah mengubur nafsu riak, takabur, sombong, suka pamer, pamrih. Semua sifat buruk dikubur dalam-dalam, termasuk “mengubur” amal kebaikan yang pernah kita lakukan kepada orang lain, dari benak ingatan kita sendiri. Manusia suci adalah mereka yang tidak ingat lagi apa saja amal kebaikan yang pernah dilakukan pada orang lain, sebaliknya selalu ingat semua kejahatan yg pernah dilakukannya. 

Tapa ngeli, yakni menghanyutkan diri ke dalam arus “aliran air sungai Dzat”, yakni mengikuti kehendak Gusti Maha Wisesa. “Aliran air” milik Tuhan, seumpama air sungai yang mengalir menyusuri sungai, mengikuti irama alam, lekuk dan kelok sungai, yang merupakan wujud bahasa “kebijaksanaan” alam. Maka manusia tersebut akan sampai pada muara samudra kabegjan atau keberuntungan. Berbeda dengan “aliran air” bah, yang menuruti kehendak nafsu akan berakhir celaka, karena air bah menerjang wewaler kaidah tata krama, menghempas “perahu nelayan”, menerjang “pepohonan”, dan menghancurkan “daratan”.

 

PAMRIH

 

     Pamrih merupakan ancaman ke dua bagi manusia. Bertindak karena pamrih berarti hanya mengutamakan kepentingan diri pribadi secara egois. Pamrih, mengabaikan kepentingan orang lain dan masyarakat. Secara sosiologis, pamrih itu mengacaukan (chaos) karena tindakannya tidak menghiraukan keselarasan sosial lingkungannya.  Pamrih juga akan menghancurkan diri pribadi dari dalam, kerana pamrih mengunggulkan secara mutlak keakuannya sendiri (istilahnya Freud; ego). Karena itu, pamrih akan membatasi diri atau mengisolasi diri dari sumber kekuatan batin. Dalam kaca mata Jawa, pamrih yang berasal dari nafsu ragawi akan mengalahkan nafsu sukmani (mutmainah) yang suci. Pamrih mengutamakan kepentingan-kepentingan duniawi, dengan demikian manusia mengikat dirinya sendiri dengan dunia luar sehingga manusia tidak sanggup lagi untuk memusatkan batin dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu pula, pamrih menjadi faktor penghalang bagi seseorang untuk mencapai “kemanunggalan” kawula gusti.

     Pamrih itu seperti apa, tidak setiap orang mampu mengindentifikasi. Kadang orang dengan mudah mengartikan pamrih itu, tetapi secara tidak sadar terjebak oleh perspektif subyektif yang berangkat dari kepentingan dirinya sendiri untuk melakukan pembenaran atas segala tindakannya. Untuk itu penting Sabdalangit kemukakan bentuk-bentuk pamrih yang dibagi dalam tiga bentuk nafsu dalam perspektif KEJAWEN :

  1. Nafsu selalu ingin menjadi orang pertama, yakni; nafsu golek menange dhewe; selalu ingin menangnya sendiri.
  2. Nafsu selalu menganggap dirinya selalu benar; nafsu golek benere dhewe.
  3. Nafsu selalu mementingkan kebutuhannya sendiri; nafsu golek butuhe dhewe. Kelakuan buruk seperti ini disebut juga sebagai aji mumpung. Misalnya mumpung berkuasa, lantas melakukan korupsi, tanpa peduli dengan nasib orang lain yang tertindas.

 

Untuk menjaga kaidah-kaidah manusia supaya tetap teguh dalam menjaga kesucian raga dan jiwanya, dikenal di dalam falsafah dan ajaran Jawa sebagai lakutama, perilaku hidup yang utama. Sembah merupakan salah satu bentuk lakutama, sebagaimana di tulis oleh pujangga masyhur (tahun 1811-1880-an) dan pengusaha sukses, yang sekaligus Ratu Gung Binatara terkenal karena sakti mandraguna, yakni Gusti Mangkunegoro IV dalam kitab Wedhatama (weda=perilaku, tama=utama) mengemukakan sistematika yang runtut dan teratur dari yang rendah ke tingkatan tertinggi, yakni catur sembah; sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, sembah rasa. Catur sembah ini senada dengan nafsul mutmainah (ajaran Islam) yang digunakan untuk meraih ma’rifatullah, nggayuh jumbuhing kawula Gusti. Apabila seseorang dapat menjalani secara runtut catur sembah hingga mencapai sembah yang paling tinggi, niscaya siapapun akan mendapatkan anugerah agung menjadi manusia linuwih, atas berkat kemurahan Tuhan Yang Maha Kasih, tidak tergantung apa agamanya.

 

sabdalangit

  1. sesungguhnya apa sih yang dimaksud local wisdom hai penulis…..bukti nyata sebenarnya orang jawa itu kejam. ingat jaman ken arok membunuh empu gandring dengan segala kelicikannya? ingat majapahit menghabisi tentara lawan dengan kelicikan raden wijaya, ingat perang bubat? ingat aryo penangsang dibantai sutowijoyo, ingat pembunuhan pangeran sedo krapyak, ingat pembunuhan panembahan senopati dgn membenturkan kepala mangir, ingat sultan agung mambantai senopatinya yang kalah perang…dan lain lain sampai suharto dan teman2 membantai orang2 PKI dan lain lain lagi….NGERI JUGA YA TERNYATA ORANG JAWA ITU

  2. Ngglosor Madhep Wetan

    Wah Pak Soes, ada benarnya juga pendapat Njenengan itu.
    Sebagai orang jawa, saya juga ngeri membaca pendapat Njenengan. Orang Jawa sungguh kejaaaaammm…… hehehehe…..

    Tapi Pak, menurut catatan sejarah, apakah di jaman Ken Angrok itu pembunuhan di tanah jawa terjadi di mana2 ?

    Terus cerita Majapahit yg membantai tentara lawan itu latar belakangnya bagaimana ?

    Terus cerita tokoh2 jawa lain yg kejam itu latar belakangnya apa ? Apa yg mendasari mereka berbuat kejam ?

    Dan kalau bab cerita peristiwa PKI yg mbundet itu, apakah kita sudah menelaah peristiwa itu sehingga modusnya dapat diterka ?

    Orang jawa itu memang bisa kejam Pak, tapi juga semua orang dari suku apapun, golongan-agama-kelompok apapun, juga bisa kejam. Kekejaman itu memang salah satu pilihan bebas lho Pak. Tinggal tergantung kitanya, mau milih jadi kejam atau tidak. Plus pertimbangan konsekuensinya di belakang hari.

    Kalau saya malah ndak ngeri sama orang jawa, tetapi ngeri sama latar belakang orang2 yg mampu berbuat kejam, suatu bahaya laten yg menurut saya jauh lebih ngeri dari perbuatan kejamnya sendiri.

    rahayu

    • gini saja pak kalau orang jawa dituduh kejam apakah orang arab tidak kejam yang notabene disanalah sumber dari agama yang dianut mayoritas bangsa indonesia kalau begitu mana yang lebih kejam

  3. Ngglosor Madhep Wetan

    Weleh kelupaan Pak Soes, maaf…..
    Meski saya bukan Penulis (Mas Sabda), tapi saya pingin urun rembug soal local wisdom. Local wisdom secara harfiah dapat diartikan sebagai kearifan lokal. Kearifan [pribadi maupun komunal] yg timbul dari kebudayaan lokal, seperti misalnya yg terjadi pada sosio budaya pada suku Badui, suku Tengger, atau para sedulur sikep (Samin).

    Kearifan yg lahir, tumbuh & berkembang secara alamiah dari khazanah Ibu Pertiwi-nya sendiri, bukan nilai2 yg datang dari luar wilayahnya, seperti misalnya agama & moralitas pendatang.

    Namun kearifan, secara universal bila dipertemukan dg kearifan yg lain akan mengalami kecocokan. Inilah yg disebut sebagai kearifan universal. Di mana kearifan2 lokal memiliki nilai2 yg sama, seperti menyakiti sesama itu tidak baik untuk dilakukan.

    Jika Pak Soes memperhatikan, pada setiap kelompok2 kejawen memiliki persamaan nilai2 moral. Biasanya yg berbeda cara menembah atau AD/ART-nya saja. Konsep asih-asah-asuh dan manjing-ajur-ajer terdapat pada mayoritas kelompok kejawen yg ada.

    Saya tidak mengingkari kalau orang jawa itu ‘bisa’ kejam. Namun sebagaimana layaknya menilai orang yg terbukti kejam, kita sebaiknya melihat motif & modusnya Pak. Dan kira saya Njenengan juga ndak setuju bila kita menggeneralisir suatu penilaian : segelintir orang jawa yg berbuat kejam, berarti semua orang jawa itu kejam, atau setidaknya memiliki bibit kejam.

    Ronggowarsito & Yosodipuro, pujangga besar jawa, apakah mereka kejam ? Apakah mereka pernah membunuh & menyiksa orang ?

    Mungkin pada jaman dulu, perkembangan kedewasaan terhadap pikiran masih kurang Pak. Berhubung akal-nya kurang, jadi okol-nya (kekuatan jasmani) yg maju, hehehehe…..
    Bahkan jaman sekarang, kalau diplomasi sudah mentok, langsung diselesaikan dengan darah. Yg dalam posisi terdesak pun mau ndak mau membela diri dg darah kalau kira2 ndak ada jalan lagi untuk kabur.

    Lagi2 itu ya Pak : motif & modus….. ceritanya jadi kayak Polisi hehehehehe……

    Rahayu

  4. ketika kaum Sabiah mendebat orang Hunafa/pengikut Nabi Ibrahim, orang sabiah mengatakany, dunia ini hanya perlu malaikat sebagai penuntun, bukan para nabi yang dari manusia yang biasanya berbuat kerusakan dan pembunuhan…
    kaum HUnafa menjawab, manusia memang memiliki sifat buruk, kejam, jahat, namun manusia punya juga sifat kasih sayang yang luar biasa,,,,maka dari itu para nabi walau manusia namun diberikan kekuatan wahyu yang mampu menghilangkan sifat kejam dan jahat yang pada diri manusia, menjadi manusia yang kasih sayangnya luar biasa…
    (al MIlal wa an nihal – Imam Syahrastani)

    justru falsafah jawa kalau menurut saya sangat bagus untuk meredam sifat kejam dan jahat pada manusia,,,falsafah adalah hasil olah pikir manusia dalam menghadapi situasi sekeliling,,,sementara falsafah jawa yang berakar ratusan tahun, berakar dari nilai kebenaran budi pekerti peninggalan leluhur jawa, memiliki intisari ajaran keharmonisan, dimana orang Jawa lebih mendahulukan unsur keharmonisan dalam konflik masyarakat…

    bukankah bahasa jawa alus adalah media mendidik jiwa menjadi halus dan menghormati orang lain…jadi tidak selamanya falsafah daerah lokal adalah selalu buruk,,,bahkan di sisi lain adalah terkadang cocok diterapkan di daerah lokal tersebut….

    saya sendiri orang muslim, ketika saya menelaah, antara falsafah budi pekerti dalam Islam dan jawa adalah memiliki pertemuan pada sisi tertentu, terkadang apa yang diuraikan Islam adalah pada satu sisi adalah berupa garis besar, kemudian saya temukan detailnya dalam menyikapi kehidupan di tengah lingkungan jawa,,
    sebagai contoh dalam Islam hanya memerintahkan untuk hormat dan bakti kepada orang tua, dalam budaya jawa ada media untuk lebih menuntun sifat hormat dan bakti tsb yaitu dengan bahasa alus…

    karena pada intinya ajaran Islam sendiri adalah untuk semua bangsa, dalam kasus tertentu yang bersifat lokal kedaerahan, Islam hanya memberikan garis besar, prinsip2 besar, sementara detail dan penyikapannya yang kadang karena perbedaan waktu, jaman dan tempat, maka di situlah peran ijtihad para ulama untuk lebih menjelaskan detail ajaran Islam tsb,,,
    ketika Islam bertemu dengan lingkungan jawa, maka secara detail kehidupannya Islam tidak akan melarang keras budaya tertentu, semisal apakah Isam akan melarang penggunaan bahasa jawa alus, ya sama sekali tidak, bahkan ijtihad para ulama menganjurkan media bahasa jawa alus untuk mendidik rasa hormat kepada orang tua…

  5. Salam katresnan…

    Pak Soes yang baik…apa yang Bapak ungkapkan, beberapanya memang sulit dibantah. Memang ada orang-orang Jawa yang kejam. Pertanyaannya, kejamnya itu karena ajaran Kejawennya? Atau karena dia melupakan Kejawennya, dan terjebak pada hawa nafsunya?
    Pak Harto itu penghayat Kejawen sejati, atau orang yang memanipulasi Kejawen (dan agama-agama lainnya) untuk melanggengkan kekuasaan.

    Sejauh saya pelajari…tak ada satupun dari ajaran budi pekerti Jawa yang mendorong kita untuk berlaku kejam, licik, dan merugikan orang. Bahkan, mengajarkan kita untuk menistakan keyakinan orang lainpun tidak ada. Budaya Jawa itu luwes..membuat kita bisa menyerap berbagai ajaran yang hakikatnya baik, dari berbagai kebudayaan lain: India, Arab, manapun, tanpa kehilangan jatidiri kejawaannya.

    Sebagai pembanding…dalam Islam versi salah satu kelompok yang getol pada pemurnian agama, saya justru menemukan corak yang agak berbeda: kekejaman itu seolah memiliki dasar dalam ajaran. Contoh:

    Ini sebuah tulisan yang patut kita renungkan:
    “Bahkan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengakui rububiyah Allah, namun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah. Allah Ta… See More’ala berfirman,

    وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

    “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az Zukhruf:87). (Syarh Ushuulil Iman, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin)

    Dengan demikian beriman dengan rubiyah saja tidak cukup. Buktinya kaum musyrikin tetap diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka mengakui tentang rububiyah Allah.” (Al Qoulul Mufiid bi Syarhi Kitaabit Tauhiid, Syaikh Muhammad bin Sholih al ’Utsaimin)

    “Inti ajaran Islam adalah mengajak umat manusia untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta… See More’ala semata. Karena hanya Allah Ta’ala-lah satu-satunya sesembahan yang berhak disembah. Allah Ta’ala-lah Dzat yang paling berhak mendapat kecintaan dan ketundukan terbesar dari setiap manusia. Konsekuensinya, seorang mukmin akan membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah dan kecintaan terhadap sesembahan selain Allah, serta membenci orang-orang yang melakukan demikian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

    لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

    “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)

    Sebagai bentuk kebencian itu, Allah Ta’ala juga melarang kaum mu’minin menjadi teman akrab, merendahkan diri, serta tunduk kepada orang kafir,

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, sebagai wali. (Yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS. Al Maidah: 57)

    Wali secara bahasa artinya orang yang dicintai, teman akrab, atau penolong (Lihat Qamush Al Muhith). Selain itu, rasa benci terhadap kekufuran ini adalah tuntutan iman dan syarat sempurnanya iman. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda,

    من أحب لله ، وأبغض لله ، وأعطى لله ، ومنع لله ، فقد استكمل الإيمان

    “Orang yang yang mencintai sesuatu karena Allah, membenci sesuatu karena Allah, memberi karena Allah, melarang sesuatu karena Allah, imannya telah sempurna” (HR. Abu Daud no. 4681, di-shahih-kan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)

    Dengan demikian jelaslah bahwa tidak memaksa orang kafir untuk masuk Islam bukan berarti tidak membenci mereka. Kita tidak memaksa mereka, namun tetap menyimpan rasa benci kepada mereka selama mereka belum mengakui bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sesembahan yang berhak disembah dan memeluk Islam.

    Namun perlu digaris bawahi, rasa benci terhadap kekufuran dan orang kafir wajib ada di hati setiap muslim.”

    Local Wisdom berbentuk Kejawen itu justru mengajak kita memasuki hakikat agama..agar pengedepanan hawa nafsu yang bertopengkan agama sebagaimana tersurat dalam kutipan di atas, tidak terus berlangsung..karena hal demikianlah yang menjadi pangkal munculnya neraka di dunia ini.

    SHD

  6. Salam Ki Sabda dan Pinisepuh….
    Mau numpang menyimpulkan dan sedikit Pendapat…….

    @Soes, Juni 5th, 2010; …..bukti nyata sebenarnya orang jawa itu kejam…….

    Saya SANGAT SETUJU dengan pendapat Saudara Soes….., dimana Kita mengalami Kerancuan Sudut Pandang dalam menilai Persoalan, Hal tersebut kesalahan mendasar Kita menyamakan antara Ajaran Spritual dengan perilaku Umatnya. Sebagai contoh: dipulau Jawa yang namanya pencuri, perampok, atau pelaku berbagai kriminalitas tentu saja orang Jawa, di-India yang namanya pencuri, perampok, atau pelaku berbagai kriminalitas tentu saja orang India, di Cina yang namanya pencuri, perampok, atau pelaku berbagai kriminalitas tentu saja orang Cina.

    Kita hanya mengambil contoh dari Orang-orang yang hanya berbuat Jelek saja. Padahal , betapa banyaknya orang-orang yang berbuat mulia karena menjalankan perintah Spiritualnya/perintah Budayanya. Sangat banyak dana sosial yang disumbangkan oleh orang Jawa untuk umat manusia. Baik dalam bentuk Zakat, ataupun sumbangan lainnya yang dibungkus dengan tradisi ritual dan gotongroyong.

    PANCASILA merupakan Local Wisdom Warisan Leluhur Bangsa Indonesia, berikut sedikit Cuplikannya, nanti akan dibahas lebih dalam lagi oleh Pinih Sepuh yang ada di padepokannya Ki Sabda, dimana:
    1. Sila Kelima¸ Kita dapat mengendalikan Harta (Gambar Padi dan Kapas) untuk Keadilan Sosial ………;
    2. Sila Keempat, Kita dapat mengendalikan Nafsu (Gambar Kepala Banteng) untuk Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan…..
    3. Sila Ketiga, Apabila Kita telah melakukan dengan Serius Point diatas (point 1 dan 2) diharapkan Kita menjadi Teduh (Gambar Pohon Beringin); untuk Persatuan…
    4. Sila Kedua, dengan Keteduhan dan Persatuan diharapkan akan muncul Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradap sehingga diperkuat dengan Gambar Rantai.
    5. Sila Pertama, Apabila Kita telah melewati point di atas (point 1, 2, 3, dan 4); Kita Berhak Berdiskusi tentang Tuhan. Dan Kenapa Gambarnya Bintang?

    Trimakasih Ki Sabda telah menyediakan Ruang Diskusi, untuk Saya yang masih Cuplek ini memahami Kehidupan. Awalnya adalah sebuah keraguan, namun semuanya harus berakhir dengan bukti-bukti kebenaran atau awalnya Komitmen, akhirnya Kesaksian itulah Syahadat.

    Salam Buat Keluarga
    Wassalam

  7. Ngglosor Madhep Wetan

    Mas Sabda, saya lagi punya ide nih.
    Kira2 jika saya, atau tepatnya kita, mengadakan percobaan kecil melalui blog ini, apakah Mas Sabda berkenan ?
    Percobaannya sederhana saja, dari tempat atau kediaman masing2 saja, tapi untuk sementara media penghubungnya yaa internet. percobaan ini hanya bagi yg berminat saja.
    Isi percobaannya, kita akan sama2 menyatukan konsentrasi kita untuk memasuki frekuensi yg lebih dalam, dan merasakan gejalanya melalui raga kita.
    Karena jika melalui sistem blog, masih sendat di dalam waktu, mungkin nanti kita bisa bukakan account group di YM.
    Mungkin untuk Poro Pinisepuh & Poro Sedulur di sini, ide saya dangkal & ecek2, hehehehe….. ndak apa, saya cuma mau berbagi kepada saudara2 yg belum & ingin merasakan gejala metafisik yg termanifes di raga kita.
    Percobaannya mudah & kita ndak perlu berkumpul secara fisik di suatu tempat untuk melakukannya.

    Bagaimana Mas Sabda ?
    Saya tunggu perkenannya Mas Sabda.
    nuwun

    Rahayu

  8. Ngglosor Madhep Wetan

    Wah kok ya bisa2nya saya menuliskan ide ini di thread ‘kejawen ajaran luhur yang dicurigai’.
    Nanti malah semangkin banyak yg mencurigai hehehehe….. 😀

    nuwun

    • Yth.Mas Sabdo.
      serta saudara sebangsa setanah air yg kuhormati.

      Teruntuk, Kang Mas Ngglosor Madhep Wetan yg Waskito yg saya hormati.

      Alhamdulillah, ,,, atas kemurahan Gusti [ALLah] kang murbeng dumadi,
      saya dlm keada,an sehat selalu,
      ajakan kang mas ,utk membawa negri ini kedlm kemakmuran,
      monggo ,,dere,aken apa yg menjdi cita 2, baik kang mas,

      cuman seperti apa yg saya katakan td , saya gak punya kemampuan apa 2, karna saya bukan siapa 2, semua atas kendali-NYA , kang mas,

      terimakasih mas, atas silaturahminya.
      mohon ma,af, salam joyo nuswantoro
      RAHAYU.

  9. Yth Mas Sabda dan rekan-rekan semua,
    Mau urun rembug, soal orang jawa kejam,
    Diperlukan sikap arif dan cerdas dalam menyikapi dan menelaah, juga eling lan waspada. Juga tidak bisa menilai hanya dari sebagian saja, ato sepotong-sepotong, tapi harus keseluruhan. Saya orang jawa, dan saya merasa nyaman di hati dengan ajaran kejawen, spiritual. Kalo ada yang berguna dan sreg di hati kita ambil, kalo ada yg gak cocok ya kita abaikan.
    Tidak ada orang yang sempurna di muka bumi ini… Maaf kalo gak berkenan, saya baru belajar

    salam wilujeng rahayu
    heri jogja

  10. hehe…sebenarnya suku Jawa memang memiliki rentang peradaban yang sangat panjang, maka dari itu tidak heran banyak ‘ngelmu’ ditemukan dalam budaya jawa…
    dalam ilmu kejawaan pun setahu saya ada ilmu poltik ala mafia italia, bahkan kalau diperhatikan ilmu mafia jawa lebih sadis daripada mafia italia. karena mafia jawa pandai membungkus segala sesuatu dengan kehalusan dan keindahan, sama seperti penggunaan keris di belakang pungggung bukan di depan…
    bungkus keindahan di luar adalah suatu bahasa, sementara maksud dan tujuan adalah apa yang di dalam hati….
    pemikiran jawa memang berpijak pada kerangka jauh ke depan, dalam sisi baik budaya jawa pun banyak terpendam potensi keburukan ilmu kejawaan yang bisa disalahgunakan…
    kenapa ken angrok tega memperalat dan memperdaya kebo ijo untuk tujuan kekuasaan ken angrok sendiri….kebo ijo merasa tersanjung dan diberi kebaikan oleh ken angrok, padahal tidak disadari kebo ijo hanya sebagai alat…
    ken angrok orang jenius, pikirannya jauh ke depan, sementara kebo ijo berpikir pendek…
    ya itulah bagaimana teganya dan kejamnya orang jawa kepada karib sahabatnya sendiri, sementara sang sahabat tidak sadar kalau diperdaya…
    hehe…tapi keburukan ken angrok pun ditutup dengan kisah keindahan dari raden wijaya yang mengelabuhi tentara tartar yang bermaksud menjajah negeri nusantara…
    dengan filosofi mafia ilmu kejawaannya yang mumpuni, akhirnya raden wijaya berhasil mengusir tentara tartar dan membinasakan mereka…
    ilmu kejawaan adalah bahaya besar andai dipegang oleh mereka yang berhati jahat, namun akan bermanfaat besar bagi masyarakat andai dipegang mereka yang berhati tulus…
    kejamnya dan adilnya orang jawa…hehe…walau demikian dalam masalah ini bukan berkaitan dengan rasisme dan kebanggaan sebagai suku jawa, namun rahasia besar dibalik pembahasan ilmu kejawen yang sebaiknya digunakan secara tepat, adil dan bijaksana…hehe…

  11. Bagi saya pribadi, Ikutan kejawen = merepotkan & banyak keluar duit. Sedikit-sedikit pake sajen, sebentar-sebentar selametan, disana-sini pake jimat, buat acara & pergi kemana pake ngitung hari segala. Ruwet & mempersulit diri.

    Leluhur saya suku bangsa jawa, begitu pula orang uta saya. Bagi saya ga pake kejawen juga ga rugi. Bahkan menguntungkan karena ga keluar duit buat sajen, selametan dll. Saya juga ga masalah dicap bukan orang Jawa. Suku bangsa saya bukan soalan penting bagi saya. Karena buktinya orang yg bukan Jawa aja juga bisa hidup makmur & tenang di Jawa.

    • Weleh well….
      kok kerdil amat cara berfikirnya menilai kejawen….
      Kok ajaran luhur kejawen hanya dikonotasikan dengan sesajen dan hitungan,
      padahal tanpa ajran kejawen pun hidup didunia yang katanya tenang ini banyak sekali hitungan dan sesaji yag harus kita selesaikan, tanpa itu semua mana mungkin sesuap nasi sampai ke mulut, komunikasi HP sampai ketelinga, Internetan di depan mata, toh semua ini tak lepas dari pada itung-itungan dan lebih dari sekedar sesajen.

      Dan sepertinya tak ada kok pemaksaan atas keharusan dan pengakuan sebagai orang jawa dengan CAP atau tidak dengan CAP, toh nggak ada polisi yang mengawasi tentang suku-suku di Nusantara ini. Mau ngaku suku jawa atau non jawa, mangga kersana, namun toh kalau memang kita berasal dari GEN darah jawa, nggak mungkinlah akan lupa hormat leluhur, agar nggak jadi bangsa yang kuwalat, kerdil dan ribet cara berpikirnya.

    • MUDAH -HAN MAS , GAK SEKOLAH DI JURUSAN EKONOMI,
      KASIHAN ORANG -ORANG DI SEKITAR MAS,

  12. @ ujang

    Lha makanya.. ga pake kejawen pun udah keluar duit. Apalagi pake kejawen, malah ada duit keluar lagi. Tambah boros & tambah kerjaan aja.

    Soal hormat sama leluhur suku bangsa lain juga tidak ada yg lupa, jadi nggak berlaku donk pernyataanmu kalo cuman suku bangsa jawa aja yg ingat sama leluhur. Dan selama ini saya hormat sama leluhur ga pake mbakar menyan+sajen atau metode-metode yg diajarkan kejawen juga baek-baek aja.

    Bahkan dulu malah dengan mudahnya dijajah orang asing sampe 350 tahun padahal dulu pengamal kejawen malah lebih banyak dari saat ini. Sepertinya kejawen tidak menjamin suku jawa tidak dapat menjadi kerdil.

    • Masalah tambah boros, kerjaan, keluar duit, sesajen, itung-itungan dsb, itu masalah ritual, orang dengan ritual nya punya cara masing-masing, tapi ajaran luhur kejawen tidak sekedar dnilai sesempit itu yang hanya dinilai dari segi materi sesajen dan kerepotan lainnya.

      Kalaupun dulu bangsa jawa banyak melakukan ritual dengan berbagai cara, bukan berarti memudahkan untuk dijajah selama 350 tahun, sekarangpun penjajahan malah lebih hebat lagi, sudah merasuk ke berbagai aspek kehidupan, sehingga bangsa ini menjadi orang asing di negri sendiri, semua sektor penopang kehidupan bangsa telah di kuasai orang asing, silakan nilai sendiri.

      Samua aspek kehidupan baik urusan agama, politik, ekonomi, kekayaan alam, tidak lepas dari tangan-tangan asing yang mengendalikan bangsa ini, sehingga bagsa ini tak punya identitas jati dirinya, satu contoh orang jawa sudah kehilangan jawa nya, karena sudah tak tampak lagi identitas dalam tradisi budayanya.

      Nilai-niulai luhur bangsa telah terhapus oleh modernisasi, dengan dalil menuju bangsa yang maju, tapi kenyataan nya dari segi moral malah makin terpuruk, walaupun mayoritas bagsa ini adalah penduduk muslim, namun kwantitas itu hanya bagai buih lautan, yang mudah dihempas ombak dan di ombang ambing pecah berantakan, sebab jati diri bangsa telah tergadaikan, dan telah terlupakan, serta terlepas dari akar-akar tradisi budaya dalam nilai-nilai keluhuran sebuah bangsa.

      Ini adalah situasi penjajahan yang lebih kompleks dan lebih parah dari 350 tahun yang lalu, karena bangsa ini telah melupakan purwadaksi nya sendiri. Bila suatu bangsa telah lupa akan cikal bakal nya (leluhurnya) dalam pemeliharaan tradisi dan budaya, maka bangsa itu seakan telah menjadi orang lain, dan jatidirinya pun lenyap, akhirnya bangsa hanya bisa tampil saja dalam kemodernan, pola pikirnya tidak terarah, jadi bangsa pun lain tidak, jadi diri sendiripun tidak, maka dengan mudahnya Sang Penjajah menguasai, sebab bangsa ini telah kehilangan Identitas Jati Diri dalam Pola Fikirnya, sehingga tradisi budaya dalam nilai-nilai luhur bangsa yang menjadi akar pondasinya telaj di injak-injak oleh dirinya sendiri, di jauhi, di buang, di hina, disepelekan, dengan dalih repot ribet dan banyak keluar biaya.

      Padahal berapa banyak kekayaan bangsa ini yang dirampok di kuras, dikuasai oleh bangsa lain hingga masa yang kan datang, maka kita hanya akan menjadi sebuah bangsa yang bego dan loyo tak punya jati diri.

    • kalau begitu simpan duit loo , hemat tenaga loo jangan menolong orang lain , kalau perlu makan taik loo biar hemat 100 %

    • menilai sesuatu atau memandang sesuatu tanpa nganggo roso yo malah salah, nganggo pikir, nganggo akal yo yen lagi waras. agama, keimanan, keyakinan ora susah di debatke ananging dirasakke hinggo muncul ainul yaqin, khaqul yakin lan khakqul khaq. Mulo carane ngrasakke yo kudu bener ora onde-onde dirasakke karo mripat, malah klilipen, onde-onde carane ngrasakke yo nganggo cangkem utowo mulut yo enak. Istilah kejawen iku sakjane akhlaq islami sing dilakoni WONG Jowo asal ngilmune soko Rosululloh Muhammad Sollallohualihi wasallam sing disesuaikan karo budaya setempat Oleh poro Wali sing ora bertentangan karo syariat Islam, Ilmu tasawuf asal muasal soko bagdad syekh ngabdul qodir jaelani digowo poro Wali nganti tekan Raden Ronggowarsito, iku santri muride kanjeng khasan Bestari Ponorogo. Jaman Mojo Pahit iku Agomo Hindu karo Budo asale yo soko negoro monco. sing asli Jowo leluhure awake dewe dihitung sejak kapan? Mulo dadi wong Jowo ojo sok sombong lali karo asale ilmu. Dadi wong islam yo ojo sok sombong ora tau beramal sholeh, ora tau nglakoni toriqoh, sinau ilmu hakekat, mulo kangelan piye carane ma”rifat marang Alloh. Syariat islam dilakoni amargo isih ngrumangsani duwe rogo, yen mati gak usah. nglakoni Ilmu kejawen kanggo latihan ngolah roso, mulo rasane isoh landep isoh ngerti hakekatte wong manembah mring Gustine, mulo disebut jawa utowo ngerti. Yeng iku kabeh dilakoni kanti roso sabar lan syukur insyaalloh dicatet sebagai amal sholeh dining Alloh amin. Numpang lewat wassalam

  13. @ujang
    Bagaimana bisa kamu bilang kejawen orisinal budaya jawa? lha wong itu jelas-jelas tinggalan hindu & budha yg aselinya dari india.
    Lebih parah dari 350 taun lalu? baca sejarah baek-baek mas, singhasari vs kediri trus ada majapahit. Belom selesei disitu majapahit ribut sendiri lawan pajajaran trus lawan sodaranya sendiri di blambangan … teruuuss gitu aja. Ga yakin kalo kejawen adalah solusi.

    @tojib
    Emang Rosululloh ngerti kejawen ? Lha nek ngerti asale soko Rosululloh ngopo musti lewat abdul qodir jaelani trus ronggowarsito barang..

    • Nah itulah …toh anda sudah tahu kan bahwa Tradisi Budaya Luhur di pulau jawa dulunya seperti yang anda sebutkan ….?
      Apa ada nggak tahu sejarah nenek moyang anda sendiri , bahwa sejak tahun 100 di pulau jawa sudah terbentuk kerajaan Salangkanagara, lalu ke Tarumanegara, hingga terbagi dua menjadi kerajaan Sunda, dan kerajaan Galuh. sebelah timur kerjaaan Panjalu yang kekuasaanya sampai banyu wangi, dan terakhir kerajaan di jawa terbagi dua antara kerajaan Sunda Galuh dan Maja Pahit, dimana Maja Pahitpun masih keturunan Sunda Galuh, itulah warna Tradisi Budaya di Pulau jawa. Di wilayah jawa barat di sebut Tradisi Kebudayaan Ki sunda (sunda wiwitan), dan di wilayah jawa disebut Tradisi Kejawen.

      Lha kalau anda bilang bahwa ajaran kejawen bukan orisinal kebudayaan jawa, lalu yang orisinal kebudayaan jawa apa namanya ….??????.

      Tradisi kebudayaan di Pulau Jawa, ya sesuai dengan Tradisi Budaya Luhur yang tumbuh dan berkembang sejak Nenek Moyang kita dalam tatanan sejarah yang berkembang sejak jaman-jaman kerajaan dahlu (lihat dan pelajari sejarah).

      Mau Hindu kek mau budha kek, yang jelas itulah tradisi budaya yang berkembang sejak dimulainya kerajaan di P.Jawa yang melekat dalam ajaran luhur di Pulau Jawa, baik yang berkembang jawa barat-tengah dan timur. Lalu apakah anda mau mengingkari sejarah perjalanan bangsa sendiri yang darah nya sekarang mengalir pada tubuh anda…..?.

      Dan yang di katakan sdr@Thojib ,….itu adalah perjalana islam hingga ke tanah jawa, yang dibawa oleh pedagang-pedagang timur tengah demikian pula dari ulama Bagdad (syek Abd. Qodir J.), yang sumbernya dari Rasulullah juga.

      Lha kalau islam memang dari Rasulullah tetap saja toh yang kita dapatkan sekarang adalah dari para pewaris Rasulullah, maka dari pewarisnyalah kita belajar.

      Sepertinya anda tak paham sejarah perkembangan islam di Pulau Jawa

      Dimana Kerjaan ISLAM pertama di DEMAK berdiri, dan ajaran para ulama Baghdad dari Syekh Abd. Qodir Zaylani sangat kental mewarnai ISLAM di KERJAAN ISLAM DEMAK pada jaman WALI SONGO , hingga berkembang pada kerjaan-kerajaan jawa berikutnya, dimana sejarah perkembangan ISLAM di KERJAAN ISLAM DEMAK dicatat oleh PUJANGGA RONGGO WARSITO.

      Pelajari lagi dong Pak sejarah bangsa sendiri, dan sejarah islam di jawa, agar pertanyaan anda tak dinilai Goblok oleh @ Sdr.Tojib.

      kalau saya pribadi sangat bahagia dan senang dinilai goblok oleh Sdr.Tojib, sebab kita dinilai oleh orang yang Pinter.

      Maka dari itu kalau saya Goblok, saya yakin pasti akan menjadi orang yang ngerti, sebab kalau saya merasa pinter malah takut nya menjadi keminter, hingga tega menggoblokan orang lain.

  14. assalamualaikum.wah blog yg bagus.walau harus belajar serius…..sekarang ini orang sering belajjar sesuatu hanya kulitnya saja…….islam di pelajari dg tekstual saja…..shg mengaanggap orang lain yg tdk sepaham…..bidah syirik…ujung ujungnya ahli neraka…kejawen di anggap semuanya sesat…..menurutku biar damai kita…..mempertahankan yg lama asal relevan tdk di larang agama……dg pemahaman yg jeli…..tdk sektarian…..mengambil hal baru yg baik……….manusia kan macamnya banyak di muka bumi ini…..bagaimana kita saling mengenal dg baik kalau hanya mengenal kulitnya saja…………………………………………………………………….durian itu kulitnya jelek tapi rasanya……….gak tahan……………dondong itu kulitnya halus rasanya macam macam tapi mayoritas kecut……salam

  15. Salam Hormat Saderek sadayana

    Ngiring Ngawangkong
    Duh gusti sembah pangabaktos hampura abdi nu buta, teu tiasa nempo hakekatna Layung Peluk nu warna warni nu intina gan sawarna bodas katelahna nandakeun KASUCIAN jeung KASAMPURNAAN,.

    Hapunteun Ka sadayana

  16. Assalamualaikum . ..
    Bapak yang membuat blog, Saya adalah mahasiswa perguruan tinggi seni di Solo. terima kasih sekali artikel ini sangat membantu keingin tahuan saya tentang budaya Jawa yang sebelumnya tidak pernah saya dapatkan secara rinci di situs manapun. Saya minta tolong pengetahuan tentang filosofi keris dan blangkon Solo serta macam bentuknya dan tingkat strata yang boleh memakainya. terimakasih . . .

  17. Budaya dimana pun selalu ada sisi baik dan sisi buruknya. Budaya barat yang lebih mengandalkan logika dan materialisme menghasilkan global kapitalism dan demokrasi tetapi ujung-ujungnya menjadi bangsa yang ekspansionis lalu menjadi kolonialist.

    Dampak global kapitalism adalah perusakan lingkungan yang dahsyat sehingga terjadilah seperti yang kita rasakan sekarang ini yakni adanya climate change and global warming. Musim menjadi kacau dan bumi makin panas. Akhirnya yang rugi semua umat di belahan bumi ini terutama para petani. Dalam bidang sosial menghasilkan degradasi moral, dalam bidang ekonomi melahirkan kesenjangan yang sangat tajam antara golongan kaya dengan golongan miskin.

    Mungkin kebudayaan Jawa memang lebih dekat dengan mistik, tetapi mistik Jawa tidak pernah merusak lingkungan, tidak agresif tidak kepingin menguasai dunia tetapi ingin bekerjasama dengan dunia demi keselarasan hidup.

    Kelehamahannya bagi orang yang suka tergesa-gesa dan suka jalan pintas pasti tidak menyukai budaya Jawa sebab budaya Jawa berprinsip “slow but sure” alon-alon asal selamet.

    Jadi yang dipentingkan budaya Jawa adalah “SELAMAT” nah untuk mencapai keselamatan memang harus hati-hati di segala bidang. Akibat kehati-hatian ini terkesan “lamban”.

    Konsep keselamatan Barat dengan budaya Jawa pasti berbeda. Bedanya adalah untuk mencapai keselamatan, kebudayaan Barat cenderung menggunakan ilmu pengetahuan yang bersifat empric sedangkan budaya Jawa lebih menggunakan konsep spirit yang lebih dekat dengan alam.

    Mana yang lebih baik? saya hanya bisa menyarankan belajarlah dari Jepang. Sebab bangsa Jepang itu sangat maju, modern dan sekuler tetapi sangat menghargai budaya nenek moyangnya sekalipun budaya itu dianggap tidak rasional (membuang-buang uang).

    Apakah sebagai bangsa kita tidak ingin memiliki “ciri khas” atau kita akan mengikuti aliran pragmatisme? Silakan masing-masing bisa menjawab dan berargumentasi.

  18. Untuk mas parsono agus waluyo,
    …………sekarang ini orang sering belajjar sesuatu hanya kulitnya saja………

    Benar mas, sebab sebelum sampai isi kan memang harus mengenal kulitnya dulu. Belajar mengenal isi memang susah, sebab kulit luar itu biasanya justru dibuat lebih menarik sehingga seseorang lebih asyik berbicara kulit dari pada isi.

    Mengapa belajar isi lebih susah? sebab isi itu sesutu yang berada di dalam. Maka timbul istilah, sedalam-dalam lautan bisa diduga tetapi siapa yang tahu ISI hati orang?

    Ya, belajar isi berarti belajar filsafat. Filsafat berasal dari kata philo dan sophia, artinya “mencintai kebijaksanaan”. Orang yang mengetahui isi biasanya dalam perbuatannya akan lebih bijaksana. Kajian filsafat memang bukan “apa yang tumbuh diatas akar, melainkan kita akan belajar atau mengenal akarnya dulu”. kalau kita sudah mengetahui akarnya maka apa yang tumbuh diatas akar itu menjadi persoalan yang mudah untuk dipelajari.

    Oleh sebab itu, belajar filsafat biasa disebut dengan belajar secara radikal. Radikal berasal dari kata radix yang berarti akar.

    sekian tambahan dari saya.

  19. Bagi saya pribadi, kejawen berbeda dengan ilmu kebatinan. Dia lebih mengarah kepada ‘laku’, bukan ‘ngelmu’. Pemahaman laku disini lebih pada kebijaksanaan… atau hal-hal semacam itulah (filsafat.. barangkali).

    Soal menyan dan ilmu kesaktian, itu ‘ngelmu’ yang menyerap energi atau materi dari luar yang dimasukkan dalam diri kita. Sementara laku adalah hal-hal yang memancar dari diri kita (kebijaksanaan) yang memancar ke luar. Jadi konteksnya berlawanan.

    Pada dasarnya, semuanya ini tentang fisika murni kok. Semua yang ada di dunia ini adalah materi. Bahkan Tuhan sendiri adalah sebuah maha materi yang terbatas. Manusia dan setan adalah materi yang berbeda, dan disain sedemikian rupa sehingga satu sama lain tidak bisa melakukan kontak inderawi (indera kita tidak didisain untuk melihat materi setan, sama seperti software MS Word yang tidak bisa membaca file PDF, namun keduanya sama-sama software dokumen).

    Ilmu kebatinan hanyalah teknik untuk menjembatani antar materi, bahkan memanipulasi, merekayasa atau menyelaraskan, tergantung kepentingan manusianya.

    Sementara kejawen adalah sebuah konsep spritualistas kritis tentang pertanyaan tentang diri sendiri, bukan tentang orang lain. Darimana asal kita, apa yang kita lakukan, dan akan kemana tujuan akhir kita, adalah kunci pertanyaan kita.

    Apakah kita berasal dari surga atau neraka, sehingga setelah kita mati harus kembali masuk surga atau neraka? Atau kita punya pilihan lain? Apakah kita berasal dari maha materi yang “kosong namun isi’ sehingga kita harus berpulang ke sana?

    Maha materi yang kosong?… ya, coba kita renungkan, sebelum kita dilahirkan, apa yang kita rasakan? tentu saja kita tidak merasakan apa-apa alias kosong. Apakah kita akan kembali ke sana? menyatu dengan maha materi itu? Inilah soal-soal kritis tentang kejawen.

    Karena inti dari spiritualitas adalah bertanya dan menemukan jawaban lewat alam, bukan lewat dogma dan doktrin benar salah atau baik buruk. Kita tidak bisa konfirmasi ke Tuhan apakah hal ini baik atau buruk. Kita hanya bisa konfirmasi ke hati nurani kita.

    Salam.

  20. Bagi saya pribadi, kejawen berbeda dengan ilmu kebatinan. Dia lebih mengarah kepada ‘laku’, bukan ‘ngelmu’. Pemahaman laku disini lebih pada kebijaksanaan… atau hal-hal semacam itulah (filsafat.. barangkali).

    Soal menyan dan ilmu kesaktian, itu ‘ngelmu’ yang menyerap energi atau materi dari luar yang dimasukkan dalam diri kita. Sementara laku adalah hal-hal yang memancar dari diri kita (kebijaksanaan) yang memancar ke luar. Jadi konteksnya berlawanan.

    Pada dasarnya, semuanya ini tentang fisika murni kok. Semua yang ada di dunia ini adalah materi. Bahkan Tuhan sendiri adalah sebuah maha materi yang tidak terbatas. Manusia dan setan adalah materi yang berbeda, dan disain sedemikian rupa sehingga satu sama lain tidak bisa melakukan kontak inderawi (indera kita tidak didisain untuk melihat materi setan, sama seperti software MS Word yang tidak bisa membaca file PDF, namun keduanya sama-sama software dokumen).

    Ilmu kebatinan hanyalah teknik untuk menjembatani antar materi, bahkan memanipulasi, merekayasa atau menyelaraskan, tergantung kepentingan manusianya.

    Sementara kejawen adalah sebuah konsep spritualistas kritis tentang pertanyaan tentang diri sendiri, bukan tentang orang lain. Darimana asal kita, apa yang kita lakukan, dan akan kemana tujuan akhir kita, adalah kunci pertanyaan kita.

    Apakah kita berasal dari surga atau neraka, sehingga setelah kita mati harus kembali masuk surga atau neraka? Atau kita punya pilihan lain? Apakah kita berasal dari maha materi yang “kosong namun isi’ sehingga kita harus berpulang ke sana?

    Maha materi yang kosong?… ya, coba kita renungkan, sebelum kita dilahirkan, apa yang kita rasakan? tentu saja kita tidak merasakan apa-apa alias kosong. Apakah kita akan kembali ke sana? menyatu dengan maha materi itu? Inilah soal-soal kritis tentang kejawen.

    Karena inti dari spiritualitas adalah bertanya dan menemukan jawaban lewat alam, bukan lewat dogma dan doktrin benar salah atau baik buruk. Kita tidak bisa konfirmasi ke Tuhan apakah hal ini baik atau buruk. Kita hanya bisa konfirmasi ke hati nurani kita.

    Salam.

  21. He………..he………..he,

    Mas Blonthang said “Kita tidak bisa konfirmasi ke Tuhan apakah hal ini baik atau buruk”.

    Bagi yang percaya tuhan bisa berkata-kata (memberikan wahyu) mungkin bisa konfirmasi mas?

    Monggo silakan siapa yang mau konfirmasi?

  22. Ass wr.wb, sayangnya ajaran kejawen tidak punya kitab (seperti taurat, jabur, injil, Alquran) sehingga tidak ada pedomannya yang sahih. Mereka hanya katanya dan katanya sesepuh yang belum tentu benar karena sesepuh juga manusia. Dan banyak sesepuh yang mengalami halusinasi dengan prespektif dan dimernsinya sendiri-sendiri. Jadi sebaiknya jangan menyalahkan “pendatang baru’ yang lebih modern dan punya pedoman yang sahih. Itulah kelemahan kita yang bisanya menyalahkan dan merasa benar tetapi tidak pernah introspeksi dengan kekurangan sendiri. wass.

  23. Ya …. pendapat sdr Wahyujuga betul, sementara pendapat sabdolangit dan poro pinisepuh juga benar. Tp kunci dlam hidup ini jangan sampai kita saling membenarkan diri sendiri dan terlebih saling menyalahkan. Didunia ini tdk ada yg sempurna kecuali Tuhan Yang Maha Esa, pemilik hidup dan kehidupan ini, trm

  24. AJARAN KEJAWEN ….TAK PUNYA KITAB….???

    Orang yang ber agama dengan otak fikiran nya pasti akan menilai agama dari sudut matematis kongkrit nya, bahwa ada tuntutan agama harus punya kitab dan nabi, karena fikiran terbiasa dengan hal-hal yang struktural lahiriah, padahal puncak agama adalah urusan spritual yang tak tampak secara lahiriah dan hitung-hitungan.

    Justru saya sangat menyayangkan agama yang punya kitab dan nabi, tapi pemahaman nya hanya sebatas KATANYA, bukan hasil pembuktian haqikat kebenaran anatara dirinya dan Tuhan . Sehingga walaupun tiap hari shalat menghadap Tuhan namun masih buta terhadap Tuhan nya. Agama yang katanya pedoman sahih punya kitab yang suci, tetapi hanya dianut oleh kaum-kaum yang lemah aqal dan nalar nya, dan hanya mengandalkan kemampuan otak nya saja tanpa mampu mendapatkan cahaya ilahi dalam ketajaman mata hati nurani nya yang bersumber dari Tuhan.

    Sehingga agama yang nota bene sebagai bahasa suci Tuhan telah dikendalikan oleh bahasa otak dalam fikiran, menjadi berbagai macam aliran (mahzab), kelompok-golongan(firqah) yang beragam dan ber macam-macam, maka agama dari Tuhan yang suci telah di kotori oleh nafsu syahwat otak manusia.

    Bahkan dalam tiap kelompok golongan dan aliran menganggap yang paling benar dalam beragama nya, yang hanya menghasilkan perselisihan, pertengkaran, peperangn pembunuhan, pembantaian, pengeboman dengan dalih jihad masuk surga dengan mengorbankan nyawa orang lain yang tak berdoda. Itulah wajah Agama yang berkitab dan ber Nabi.

    Padahal Alqur’an hanyalah petunjuk saja(hudan(Qs.2:1), dimana manusia masih harus mampu mencari apa yang ditunjukan oleh Alqurán pada alam ini sebagai ayat tersirat(sunatullah), demikian pula Alqurán menegaskan bahwa Alquránnul adzim (agung kekal dan abadi) yang tak kena oleh rusaknya aqal fikiran manusia adalah di dalam dada manusia yang ber ilmu. (Qs.29:49)

    Banyak kalangan islam yang taqlid mengatakan yang disebut “ilmu” adalah pengetahuan tentang ribuan ayat dan hadits yang menumpuk , padahal haqikat ilmu adalah pengetahuan haqikat atas taufik hidayah(pertolongan & petunjuk ) dari Tuhan dalam hati sanuibarinya( Alqurán dalam dada).

    Sayang nya islam sebagai agama pendatang baru namun mayoritas umatnya yang terpecah belah dalam kelompok golongan yang bermacam-macam dalam memahami agama nya. Dan akhirnya umat yang agamanya punya Kitab dan Nabi hanya pandai membanggakan saja agama nya tanpa mampu membuktikan esensi dari agamanya sendiri, sambil menyudutkan ajaran agama lain, akhirnya umat islam mayoritas hanya ber-iman dengan otak nya bukan beriman dengan Qolbunya.

    maka selanjutnya hati nya pun buta terhadap cara menilai ajaran dan agama lain, penilaian hanya di ukur oleh otak nya yang lemah nalar, tanpa mampu menilai orang lain dengan mata hati nya. Ini adalah suatu bukti nyata yang tak terbantahkan, dimana manusia yang hanya mengandalkan otak fikirannya yang taqlid buta sebagai dinding pemikiran terhadap hakikat kebenaran Tuhan dalam Qolbunya, tak dapat melihat Ajaran Luhur Kejawen, yang ditampilkan dalam Blog ini.

    Otak fikiran yang taqlid buta tak mampu menangkap getaran spritual dalam berbagai makalah di Blog ini, padahal mayoritas makalah dalam blog ini adalah aktifitas spriritual yang berpusat di Qolbu sebagai pintunya jiwa(nafs).

    Silakan buktikan bagi yang mampu memahami berbagai makalah di Blog ini dengan bahasa Qolbu, sebab bahasa Qolbu adalah bahasa rahsa sejatinya jiwa manusia, yang sangat jauh berbeda dengan bahasa otak, yang terkadang lemah nalar, rendah pengetahuan, malas bodoh, dan banyak membawa ksesatan nafsu syahwat, sehingga otak hanya pandai membeda-bendakan, kongkrit dan itung-itungan, tak mampu melihat Esensi dari haqikat sesuatu.

  25. Assallamu Allaikum wr.wb

    Kepada Yth.
    Kang Olads

    Kang Olads, mengeani ulasan akang….apakah ini yang dinamakan tingkatana maqom ?
    yang mana tingkatan maqom nya masih rendah, dia akan memerlukan bukti konkrit yaitu kitab dan nabi, sementara yang maqomnya sudah tinggi….cukup mempelajari intinya secara lisan.

    Seperti halnya disekolahan, seorang murid yang masih butuh bimbingan, dia akan memerlukan buku sebagai petunjuk (kitab) dan guru / instruktur (nabi) sebagai pembimbing, sementara murid yang cerdas…cukup di dikte kan saja, maka dia akan langsung memahami apa yang dimaksud.
    Demikian halnya sewaktu agama islam diturunkan di tanah arab yang pada waktu itu adalah zaman jahilliyah, orang-orang disana perlu dibimbing (oleh nabi) dan diberikan petunjuk (berupa kitab), sementara yang berada di nusantara cukup melalui kata-kata maupun petuah dari sesepuh……
    Oooh….sungguh cerdasnya orang nusantara / indonesia.

    Wassallamu Allaikum wr.wb
    Salam Hormat

    • Wassalamu’alaikum war,wb
      Kang Arjuna Yth :

      Menurut sejarah/tarikh pada masa Nabi saw, tidak ada yang namanya Kitab, atau bentuk fisik kitab suci, bahkan Nabi saw melarang ajaran risalahnya di kitabkan baik Qu’ran maupun hadits. Pada masa Khalifah Ustman maka disusunlah Alqu’ran dalam tulisan arab gundul (tanpa harakat) disusun dalam bentuk kitab, dengan pertimbangan dikhawatirkan Aalqurán berubah makna nya karena pemahaman dialek dari masing-masing suku disana. Demikian pula hadits dan hadits qudsi, yang telah mengalami banyak perubahan dan jumlah hadits yang palsu dibuat sesuai kepentingan politik setelah Nabi wafat saat itu, sehingga dalam hadits terdapat ukuran kebenaran nya(mursal, maudhu, shahih, dll). Dan yang paling parah penafsiran Alqurán menjadi berbagai macam sesuai pendapat, faham, bahkan selera dalam kelompok, golongan yang kuat dan berkuasa.

      Maka ternyata benar isyarat nabi saw ttg Alqurán dan hadits dilarang di susun dalam kitab secara fisik. Kekhawatiran Khlaifah Ustman dan Isyarat Nabi sama-sama punya koskwensi yang terbukti hingga saat ini. Sehingga agama islam tidak utuh sebagai islam yang kaffah, tetapi sudah terbagi menjadi beberapa agama-agama dalam faham golongan, yang dikendalikan oleh aqal fikiran manusia sesuai kepentingan nya.( ini bukti nyata).

      Risalah Muhammad saw adalah penanaman keyakinan dalam qolbu, dan itu telah berhasil ditanampakan Ketauhidannya, secara lisan tanpa baca tulis kepada 4 kulafurasyidin dan 60 sahabat utama Nabi dalam Majelis Rasulullah saw. Mereka memahami Qurán dengan haqikat nya yang teraplikasi pada prilaku luhur. Mereka para sahabat adalah orang-orang yang cerdas pula, karena pada dasarnya agama cukup diyakini saja, tanpa harus pertentangan aqal fikiran didalam nya. Ketinggian maqom(derajat/kedudukan) bukan ditentukan oleh otak fikirannya yang hafal ribuan ayat hadits, tapi pengamalam nyata nilai-nilai luhur islam dalam akhlaq prilaku. Karena Nabi saw hanya ditugaskan untuk memperbaiki keluhuran akhlaq manusia.

      Kalau kita perhatikan dengan teliti Risalah Muhamamad saw pada saat itu hanya merupakan kearifan lokal yang terjadi di wilayah suku tanah Arab yang penduduk nya mengamali kerusakan moral yang parah(jahiliyah), harta dunia di utamakan, peperangan, kebanggaan kesukuan, anak laki-laki adalah lambang status sosial yang paling utama, anak perempuan dibunuhi di kubur hidup-hidup. Dan lahirnya risalah Muhammad saw adalah melengkapi Millah Ibrahim di wilayah agama para Nabi timur tengah.

      Kalaupun sekarang menjadi besar mendunia karena adanya penyebaran keberbagai wilayah, seperti halnya agama Hindu Budha. Sehingga yang tadinya kearifan lokal wilayah timur tenggah menjadi tersebar melembaga bahkan menjadi agama wajib dalam beberapa negara dan pemerintahan. Dan tradisi budaya wilayah timur tengah pun turut serta mewarnai penganutnya dimana saja.

      kalau di Indonesia banyak penganut islam, bukanlah menjadi kewajiban bahwa islam itu harus dipaksakan nilai dan prinsip nya, apalagi dengan cara ngotot, memperbandingkan nya sambil memper olok-olok, menyudutkan menjelekan ajaran lain. Padahal kita semua tahu belum pernah ada ajaran Kejawen maupun Kisunda di pulau jawa ini yang bertengkar perang memperbutkan Tuhan.

      Sebab ajaran Tuhan identik dengan Keluhuran akhlaq prilaku.
      Dengan cara kita memperolok-olokan dan menjelekan ajaran agama lain sambil buta terhadap agamanya sendiri, maka sebenarnya telah mengugurkan dan membatalkan keimanannya dalam diri.

      “Bukankah agama itu aturan kebenaran yang harus ditegakan dalam diri(jiwa)…?”, yang harus diaplikasikan dalam niyat ucapan dan tindakan, tanpa harus menyinggung dan menyakiti keyakinan orang lain. ……..saya kira itulah agama yang SELAMAT agama yang sebenarnya.

      Dalam islampun banyak terdapat nilai-nilai keluhuran, karena yang diutamakan adalah Akhlaqul kharimah( prilaku yang luhur). Dan di tanah jawa nilai-nilai itu sudah terdapat sejak ribuan tahun yang lalu dimana nama islam Risalah Muhammad saw di tanah arab belum ada.

      Sekarang kita sebagai penganut agama, apakah akan mempersoalkan Nama sebagai kulit nya, atau Esensi dari agama tersebut…..?. Saya kira tujuan utama para penyebar islam(para waliyullah) bukanlah bermaksud untuk meng arabkan tanah jawa, tapi meng islamkan tanah jawa, dan itu telah berhasil ditanamkan oleh tokoh terkenal Sunan Kalijaga yang di adaptasikan melalui kearifan lokal tanah jawa, dimana antara ajaran Kejawen dan ajaran Islam tiadalah perbedaan dalam Esensinya. Itulah yang disebut Islam Rahmatil lil’alamin, yang berarti Rahmat untuk semua alam kehidupan dimana saja fileksibel dan universal.

      Namun mengapa wajah Islam malah menjadi menyeramkan dan menakutkan, karena nilai-nilai Ketuhanan dalam fitrah jiwa manusia, telah hilang di rampas oleh otak fikiran manusia yang disesuaikan dengan tuntuan sekarepnya dewe, bukan karep nya Tuhan dalam rahsa yang sejati di dalam dada.

      Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim(Qs.29:49)

      Dalam ayat tsb diatas Tuhan menggunakan kata ganti Kami, yang berarti melibatkan unsur-unsur lain selain diri Nya, dimana aqal fikiran hati manusia sebagai alam mikro (alam sughro) , dan seluruh ayat-ayat Tuhan yang tersirat di seluruh jagat raya (alam makro/alam qubro) , merupakan hukum Tuhan yang tertera menyatu di seluruh kehidupan ini, dalam bentuk apapun nilai nilai nya, apakah tradisi budaya, ajaran luhur, kearifan lokal, yang semua itu harus di dipelajari oleh fikiran, di fahami dengan aqal, dan dirasakan dengan hati(Qolbu).

      Sehingga kelak akan menghasilkan, kebijakan dalam memutuskan, dan kebajikan dalam tindakan, karena manusia telah mengenal(ma’rifat) terhadap Tuhan dan kehidupan, bahwa segala perbedaan yang diciptakan Tuhan bukanlah untuk di perbandingkan, dipertentangkan oleh ukuran otak dan fikiran yang sempit dalam berbagai dimensi. Tetapi untuk difahami dalam hati sanubari atas tuntunan Jalan Lurus Tuhan( shirat Almustaqim).

      wassalam,

  26. Assallamu Allaikum wr.wb

    Kepada Yth.
    Kang Olads

    Sungguh pembahasan yang sangat dalam, mendetail dan sangat menyentuh…dan
    sungguh suatu masukan yang menyejukan hati dan perasaan…… seandainya semua umat islam memahami seperti yang kang olads utarakan…..sungguh indahnya dunia islam itu.

    Berdasarkan pernyataan kang olads yang indah ini…..saya memberanikan diri untuk mengambil kesimpulan….. umat manusia, jika mau berbicara mengenai agama ataupun kepercayaan, marilah kita mulai dari kesamaan dan persamaan pandangan…Insya Alloh semuanya akan mendapatkan persepsi yang sama mengenai Yang Maha Penguasa Alam Semesta, dan jangan sekali-kali memulai dari sudut pandang yang berbeda ataupun dari perbedaan…..karena hal itulah yang memicu perpecahan antar umat beragama dan antar golongan.

    Wassallamu Allaikum wr.wb
    Salam Hormat

  27. Merdeka

    bagi saya, kejawen tidak butuh kitab suci. Apa yang digelar oleh Yang Kuasa di muka bumi, peristiwa apapun yang kasat mata sampai dengan hal-hal yang hanya bisa dirasakan oleh hati pribadi, adalah kitab suci yang bisa dipelajari dan langsung dari Tuhan. Ambil kebijaksanaan dari sana… maka akan kita temukan jatidiri kemanusiaan kita. Itulah tujuan ajaran kejawen, sebuah ajaran yang merdeka, membebaskan rasa dan menenteramkan.
    Parameternya sederhana, jika anda salah anda akan merasa tidak tentram. Jika anda benar, anda akan merasa tentram.
    Menjadi tentram adalah mengikatkan diri pada alam semesta. Bumi berputar mengelilingi matahari, siang berganti malam, musim kemarau berganti musim hujan, adalah ketenteraman sejati alias berjalan sesuai kodratnya. Sementara tidak tenteram adalah melawan kodratnya. Jika kita korupsi, maka hati tidak tenteram, maka kita melawan alam.
    Sementara alam memiliki hukum alam, yakni siapa menanam padi akan menuai padi. Siapa yang korupsi, melawan alam, maka dia akan menuai hukum alam. itu saja. Semoga secuil pendapat saya bermanfaat. salam

    • TEPAT….!

      Bisa disebut bahwa Kitab nya adalah Alam Jagat Raya, dan manusia sebagai tand-tanda(ayat-ayat) nya. Nabi nya adalah Rahsa Sejati (Guru Mursyid yang Pasti).
      Ini memang lebih nyata dan pasti, yakni Kitab yang tulisan nya tanpa aksara, bila dibaca tak bersuara, bergetar menggema di dalam Qolbu, terlihat nyata terbukti dan terasa, bagi yang masih punya indera di hati.

      Ajaran agama yang benar adalah agama yang selalu mengajarkan untuk melihat dan intropeksi diri sendiri melalui ketajaman rahsa, bukan melihat orang lain, dan membandingkannya dengan merasa bangga, tanpa menyadari bahwa dirinya tak mengetahui kalau dirinya tidak tahu(buta) tdhp agamanya sendiri.

      Umat beragama yang merasa punya Kitab dan Nabi harus menghentikan cara-cara bernalar rendah menuju kecerdasan(fathonah) dalam jiwanya. Sebab otak dan fikiran akan ditinggalkan bersama jasad yang membusuk, sedang jiwa dan hatinya kekal abadi tak pernah mati.

  28. @all saya ucapkan terima kasih. Semoga dengan diskusi ini semakin menambah pengetahuan kita, kita bisa saling gosok-ginosok, saling asah asih asuh.
    Rahayu

  29. Mohon maaf, setahu saya dibanding agama-agama lainnya (yang ada di muka bumi ini), maka agama Islam adalah suatu agama yan paling banyak “menelan”banyak korban. Korban besar-besaran dimulai dari perampokan (maaf, saya menyebutnya perampokan bukan peperangan) di Badar, kemudian dilanjutkan “perang yang sesungguhnya” di Uhud dan seterusnya sampai dengan pembantaian terhadap Umar, Ustman dan Ali bahkan putra ali pada akhirnya pun dibunuh juga.

    Bau anyir darah karena alasan pembelaan agama atau tuhan itu terus tercium di berbagai belahan bumi hingga hari ini.

    Jika ajarannya tidak memperbolehkan “kekerasan/pembunuhan” terhadap para musuhnya yakni kaum kafir, musyrikin dan munafik, maka jelas disini yang salah berarti “orangnya”.

    Tetapi jika ajarannya memang menganjurkan untuk membunuh siapapun yang tidak patuh/membangkang, maka menjadi sulit jika kita mengatakan “bukan agamanya/doktrinnya” yang salah.

    Apakah doktrin Islam menganjurkan pembunuhan terhadap para musuhnya? Untuk menjawab, paling mudah kita gunakan refren dari al Qur’an sebab bagi pemeluk Islam Al Quran adalah firman-Nya. Untuk mempelajari al quran tentu tidak mudah, sebab pasti akan muncul banyak tafsir, tetapi apapun tafsirnya adalah fakta bahwa ayat-ayat mengenai perang dan pembunuhan banyak bertebaran pada surat-surat periode Madaniah terutama pasca kemenangan Muhammad di Badar.

    Muhammad telah berhasil dengan sangat gemilang merampok di Badar atas rombongan dagang/kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan akan melintas dari perjalanan pulang mereka dari Syam menuju Makkah.

    Sedang ayat-ayat mengenai “toleransi”, “egaliterisme” dan kasih-sayang banyak betebaran di Makkah. Mengapa bisa demikian? jawaban secara sosiologis adalah mustahil menurunkan ayat mengenai “kekerasan” atau pidana tanpa didukung oleh power yang memadahi.

    Apakah kekuatan Muhammad pada saat beliau berjuang selama kurang lebih 13 tahun di Makkah tidak memperoleh dukungan yang signifikan dari masyarakat?

    Adalah fakta, sampai dengan Muhammad hijrah ke Madinah, Islam yang diajarkan oleh Muhammad di Makkah tidak bisa berkembang secara optimal karena mayoritas penduduk Mekkah menolak ajaran Muhammad.

    Lalu bagaimana seharusnya kita memahami Islam? apakah Islam itu baik atau buruk?

    • hmm, masa lalu, masa kini atau masa depan, mengenai perang terdapat suatu persamaan, yaitu: bisnis.
      cukup konyol juga jika perang tanpa tujuan bisnis memperoleh sumber daya.

      contoh:
      pagelaran perang dgn alasan membela suatu humanity/HAM (saja) atau faham/keyakinan (saja) kah ?
      tidak,
      senjata nor pasukan tidaklah gratis yg harus ditebus dgn fulus/operational cost, dan duit lebih berkuasa dari HAM nor faham/keyakinan, bukankah begitu ?

      darimana asal kitab Al-QUran ?
      apakah langsung begitu saja dari Tuhan kemudian diturunkan dgn tempo yg sesingkat2nya ?

      Tidak!!!

      tekstual Al-Quran yg bisa kita baca sekarang adalah versi kopian hasil pemikiran/ulikan Muhammad dari “BAHASA/sinyal2” alam semesta
      dgn bahasa keyakinan disebut sbg wahyu-Nya
      kalo scr bahasa lokal mah itu = SASTRA JENDRA.

      APAKAH Muhammad dulu menulis kemudian mencetak langsung melalui perusahaan percetakan hasil temuan/ulikannya ?

      Tidak!!!

      dulu, beliau hanya sekedar sharing/diskusi saja dgn para sahabatnya, dst hingga kini kitab Al-Quran bisa dibaca oleh pembaca adalah (sekali lagi) sekedar kopian dari kegiatan sharing/diskusi omongon pada waktu itu.

      bukankah titipan omongan bisa beresiko berubah makna ?

      jadi untuk para pembaca
      dibutuhkan juga suatu SKILL penelaahan terhadap FAKTOR ERROR dari yg tadinya berupa omongan sharing/diskusi hingga itu ditekstualkan oleh orang (para/sahabat) yg BUKAN nara sumbernya langsung.

      mengenai skill
      saya rasa disini banyak artikel dari ki Sabda maupun poestengan dari para panjenengan tentang menelaah Sastra Jendra, yg berarti tidak hanya sekedar berpatokan/mempercayai MENTAH2 pada kopian/cetakan kitab suci saja, yg notebene cetakan itu TIDAK DIAWASI langsung oleh nara sumbernya.

Tinggalkan Balasan ke Setyo Hajar Dewantoro Batalkan balasan