Category Archives: Bancakan Weton & Puasa Apit Weton

BANCAKAN WETON & PUASA APIT WETON

BANCAKAN WETON & PUASA APIT WETON

BANCAKAN WETON

Bancakan weton dilakukan tepat pada hari weton kita. Weton adalah gabungan siklus kalender matahari dengan sistem penanggalan Jawa yang terdiri dari jumlah 5 hari dalam setiap siklus (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing). Dalam tradisi Jawa, setiap orang seyogyanya dibuatkan bancakan weton minimal sekali selama seumur hidup. Namun akan lebih baik dilakukan paling tidak setahun sekali. Apabila seseorang sudah merasakan sering mengalami kesialan (sebel-sial), ketidakberuntungan, selalu mengalami kejadian buruk, lepas kendali, biasanya dapat berubah menjadi lebih baik setelah dilakukan bancakan weton. Bagi seseorang yang sudah sedemikian parah tabiat dan kelakuannya, dapat dibancaki weton selama 7 kali berturut-turut, artinya setiap 35 hari dilakukan bancakan weton untuk ybs, berarti pula bancakan weton dilakukan lebih kurang selama 8 bulan berturut-turut.

MANFAAT BANCAKAN

Manfaat dan tujuan bancakan weton diibaratkan untuk “ngopahi sing momong”, karena masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong) atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik. Pamomong bertugas selalu membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, agar supaya lakune selalu pener, dan pas. Pamomong sebisanya selalu menjaga agar kita  bisa terhindar dari perilaku yang keliru, tidak tepat, ceroboh, merugikan. Antara pamomong dengan yang diemong seringkali terjadi kekuatan tarik-menarik. Pamomong menggerakkan ke arah kareping rahsa, atau mengajak kepada hal-hal baik dan positif,  sementara yang diemong cenderung menuruti rahsaning karep, ingin melakukan hal-hal semaunya sendiri, menuruti keinginan negative,  dengan mengabaikan kaidah-kaidah hidup dan melawan tatanan yang akan mencelakai diri pribadi, bahkan merusak ketenangan dan ketentraman masyarakat. Antara pamomong dengan yang diemong terjadi tarik menarik, Dalam rangka tarik-menarik ini,  pamomong tidak selalu memenangkan “pertarungan” alias kalah dengan yang diemong. Dalam situasi demikian yang diemong lebih condong untuk selalu mengikuti rahsaning karep (nafsu). Bahkan tak jarang apabila seseorang kelakuannya sudah tak terkendali atau mengalami disorder, sing momong biasanya sudah enggan untuk memberikan bimbingan dan asuhan. Termasuk juga bila yang diemong mengidap penyakit jiwa. Dalam beberapa kesempatan saya pernah  nayuh si pamomong seseorang yang sudah mengalami disorder misalnya kelakuannya liar dan bejat, sering mencelakai orang lain,  ternyata pamomong akhirnya meninggalkan yang diemong karena sudah enggan memberikan bimbingan dan  asuhan kepada seseorang tersebut. Pamomong sudah tidak  lagi mampu mengarahkan dan membimbingnya. Apapun yang dilakukan untuk mengarahkan kepada segala kebaikan, sudah sia-sia saja.

Kebanyakan kasus pada seseorang yang mengalami disorder biasanya sang pamomong-nya diabaikan, tidak dihargai sebagaimana mestinya padahal pamomong selalu mencurahkan perhatian kepada yang diemong, selalu mengajak kepada yang baik, tepat, pener dan pas. Sehingga hampir tidak pernah terjadi interaksi antara diri kita dengan yang momong. Dalam tradisi Jawa, interaksi sebagai bentuk penghargaan kepada pamomong, apalagi diopahi dengan cara membuat bancakan weton. Eksistensi pamomong oleh sebagian orang dianggapnya sepele bahkan sekedar mempercayai keberadaannya  saja dianggap sirik. Tetapi bagi saya pribadi dan kebanyakan orang yang mengakui eksistensi dan memperlakukan secara bijak akan benar-benar menyaksikan daya efektifitasnya. Kemampuan diri kita juga akan lebih optimal jika dibanding dengan orang yang tidak pernah melaksanakan bancakan weton. Selama ini saya mendapat kesaksian langsung dari teman-teman yang saya anjurkan agar mem-bancaki wetonnya sendiri. Mereka benar-benar merasakan manfaatnya bahkan seringkali secara spontan memperoleh kesuksesan setelah melaksanakan bancakan weton. Hal itu tidak lain karena daya metafisis kita akan lebih maksimal bekerja. Katakanlah, antara batin dan lahir kita akan lebih seimbang, harmonis dan sinergis, serta keduanya baik fisik dan metafisik akan menjalankan fungsinya secara optimal untuk saling melengkapi dan menutup kelemahan yang ada. Bancakan weton juga tersirat makna, penyelarasan antara lahir dengan batin, antara jasad dan sukma, antara alam sadar dan bawah sadar.

SIAPAKAH SEBENARNYA SANG PAMOMONG ?

Pertanyaan di atas seringkali dilontarkan. Saya pribadi terkadang merasa canggung untuk menjelaskan secara detil, oleh karena tidak setiap orang mampu memahami. Bahkan seseorang yang bener-bener tidak paham siapa yang momong, kemudian bertanya, namun setelah dijawab toh akhirnya membantah sendiri. Seperti itulah karakter pikir sebagian anak zaman sekarang yang terlalu “menuhankan” rasio dan sebagian yang lain tidak menyadari bahwa dirinya sedang tidak sadar. Read the rest of this entry