IHTISAR SO-1 (Menuju Spiritual Odyssey Trip-2)

Pukul 17.00 wib hampir seluruh sedulur-sedulur peserta SO-1 telah berkumpul di pelataran bangsal Kakung dan Putri halaman Pasarean agung Kotagede. Para Abdidalem pasarean berjumlah 20 orang mengenakan pakaian adat sudah berada pada posnya masing-masing siap melaksanakan tugas dengan tulus dan senang hati. Walau di sana ada sekitar 80 orang namun suasana benar-benar hening dan hikmat. Acara dimulai. Dibuka oleh Mas Setyo dengan sambutan singkat padat. Dilanjutkan oleh Bapak RMT Slamet Pujodipuro selaku lurah Abdidalem pasarean Agung Kotagede menjelaskan ringkas siapa saja yang dimakamkan di Pasarean Agung Kotagede.

Acara kami lanjutkan dengan ulasan padat mengenai Pasarean Agung sebagai salah satu pusat Supernatural Power di Nusantara. Bahkan sedemikian signifikan hingga siapapun yang akan menjadi Presiden atau Wapres, jika tidak marak sowan ke Pasarean Agung di Kotagede dan Imogiri di Bantul, pertaruhannya 90 % gagal. Begitupun bagi capres-cawapres yang marak sowan belum tentu berhasil. Karena semua tergantung dengan : sudah genap atau belum “laku” hidup yang ia jalani. Jika sudah genap, berarti lolos pada seleksi pertama, dan membuka kemungkinan para Supernatural Power (leluhur) memberikan restu kepadanya untuk menjadi Presiden atau Wapres. Restu dari Supernatural Power itulah sebagai indikasi jika roh jagad semesta ini memberikan dukungan kepada calon pemimpin NKRI. Itu berarti pula bahwa seseorang yang akan menjadi Presiden atau Wapres dapat memberikan berkah bagi bangsa dan negara Kesatuan RI. Sebab dirinya sebagai roh pribadi jagad alit, telah berhasil melakukan penyelarasan diri dengan roh jagad ageng. Tanpa adanya penyelarasan itu, Presiden dan Wapres hanya akan membawa malapetaka bagi NKRI.

Pada awalnya, kegiatan SO tujuannya untuk mewujudkan dalam kehidupan nyata, mengimplementasikan secara bersama-sama atas apa yang pernah saya posting di blog yang berjudul FAQ : Memulai laku prihatin yang pener dan pas. Dengan harapan seluruh peserta mendapatkan manfaat besar di hari esok atas apa yang ditempuhnya selama mengikuti kegiatan SO. Kami hanya sekedar memberikan sarana dan memberikan contoh bagaimana kita idealnya menempuh laku prihatin agar dapat membuka pintu berkah dan anugrah lebih besar lagi. Pada intinya, kami hanya ingin berbagi pengalaman yang sangat berharga bagi kehidupan kami.

Kami garisbawahi bahwa kegiatan SO bukan sekedar tamasya, tour, atau sekedar bersenang-senang saja, sebagaimana umunya kegiatan piknik. Dari kegiatan ini SO kami harapkan menjadi ruang untuk saling menjalin tali paseduluran di antara seluruh peserta. Bertolakbelakang dari sikap permusuhan, maka atas dasar tali paseduluran yang tulus, kesuksesan hidup akan menjadi lebih mudah diraih. Selain itu kegiatan SO lebih merupakan sebuah rangkaian perjalanan spiritual, perjalanan untuk lebih mengenal alam semesta, memahami lingkungan alam yang ada di bumi pertiwi, dan sama-sama belajar mempraktekan sikap welas asih, dan santun kepada lingkungan alam beserta seluruh isinya. Sebagai sebuah perjalanan spiritual yang sakral, tentu saja kami tidak bisa asal menentukan timingnya. Karena berhubungan pula dengan dawuh dari Supernatural Power dan Supernatural Power. SO tidak hanya bertujuan mengenal tempat-tempat powerfull di belahan bumi Nusantara ini. Lebih dari itu kami mengajak bersama-sama untuk menapaki sebuah perjalanan sakral dalam upaya menggenapi “laku” hidup sebagai syarat agar kita mendapatkan berkah berupa kesuksesan dan kemuliaan hidup di waktu yad. Untuk itu seluruh peserta diarahkan untuk menempuh tata cara yang tepat dan tidak keluar dari paugeran dalam manembah di setiap lokasi yang kami kunjungi. Sementara itu, belajar bersama dalam beberapa ragam olah semedi, meditasi daya cipta, meditasi cakra, meditasi keseimbangan, nafas kerana jati, atau olah nafas pembangkit inner power dan self healing hanyalah sebagai bonusnya saja. Dan yang paling penting bukan sekedar berteori, tetapi kami gunakan waktu yang sangat singkat untuk praktek secara langsung. Pujisukur, seluruh peserta mampu mempraktekan selama kegiatan berlangsung hingga di akhir acara seluruh peserta menyadari ternyata dengan metode dan teknik yang tepat pelajaran yang sulitpun terasa mudah didapatkan dalam waktu relatif singkat. Walau dengan kadar kualitas yang berbeda-beda. Namun ada yang lebih penting dari seluruh rangkaian belajar berbagai olah nafas dan olah batin tersebut, yakni ketulusan yang kami semua tanamkan di hati kami selaku panitiadan di hati sedulur-sedulur peserta SO. Tanpa adanya ketulusan pada masing-masing pihak, niscaya keberhasilan akan sulit dicapai.

IHTISAR PERISTIWA

UJIAN AWAL

Sebagai sebuah rangkaian perjalanan spiritual yang sakral, tentu saja terdapat berbagai pengalaman unik dan menarik yang dialami oleh masing-masing peserta maupun panitia. Tugas kami semua adalah mencermati setiap kejadian yang kita alami selama acara berlangsung. Karena di dalam kejadian demi kejadian di antaranya merupakan pertanda atau sinyal atas apa yang selama ini terjadi, dan mungkin apa yang akan terjadi di waktu yad. Kami yakin, di antara para sedulur peserta SO, banyak yang mengalami “tes keteguhan hati” semenjak awal keberangkatannya. Yang jika diceritakan di sini mungkin akan menyita banyak halaman. Semua bentuk “tes keteguhan hati” adalah tes pertama, yang menentukan apakah peserta akan jadi berangkat atau tidak. Jika lolos, akan ada tes berikutnya yakni saat pelaksaan kegiatan. Tes bukan berasal dari panitia… bukan !! Tetapi tes itu dilakukan oleh hukum tata keseimbangan jagad semesta, dalam otoritas roh semeta makrokosmos atau Tuhan Yang Mahakuasa, Gusti Sang Jagadnata. Sepadan dalam cerita wayang, setiap manusia yang akan menjalani “laku prihatin” akan mendapatkan tantangan berupa pengujian dari Bethara Antaga. Esensinya sama dengan tes yang berasal dari roh makrokosmos tersebut.

Perihal Larangan Mengenakan Pakaian Warna Hijau

Kami telah mengumumkan kepada seluruh peserta hendaknya tidak mengenakan pakaian apapun yang berwarna hijau. Sebagai paugeran atau kode etik yang berlaku secara alami dan intrinsik. Pada beberapa lokasi sakral seperti di pantai Parangkusumo dan Kahyangan Dlepih, warna hijau merupakan simbol yang mewakili sebuah kalimat. Yakni warna yang menandakan bahwa ia adalah warga “masyarakat” di dimensi sana. Kita sebagai bangsa manusia hendaknya dapat bersikap menghormati bukan untuk mencai masalah. Salah satu tujuan SO adalah untuk hubungan paseduluran bukan hanya sebatas kalangan jagad wadag atau kasar antar manusia saja, tetapi juga sebagai wujud sikap menghargai dan welas asih kita sebagai manusia kepada seluruh mahluk ciptaan Tuhan. Untuk itu kita hargai pula paugeran mereka semua. Karena mereka pada dasarnya lebih disiplin menghargai paugeran bangsa manusia. Sebaliknya bangsa manusia lah yang seringkali provokatif menginjak-injak tatanan dan keselarasan semesta. Lupa bahwa sikap saling menghargai dan menghormati adalah kunci kesuksesan, kedamaian dan ketentraman dalam menjalani kehidupan di planet bumi.

Kejadian unik dialami oleh sedulur dari Solo. Jaket berwarna hijau miliknya tanpa disadari ketinggalan di halaman Pasarean Agung Kotagede. Kami amankan bersama buletinnya yang juga ketinggalan. Setelah sampai di Parangkusumo saya berikan kepada Mbak pemiliknya, dan baru menyadari jika jaketnya tertinggal. Selanjutnya jaket warna hijau kesayanganya disimpan di mobil. Terimakasih kepada para leluhur agung di Pasarean Agung Kotagede yang sudah berkenan membantunya untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau.

Rembulan dan Angin

Kegiatan wisata gaib di pantai Parangkusumo, merupakan kegiatan praktek meditasi Daya Cipta (sejaningsun, cahya duduking cahya kang sejati) yang tekniknya sudah kami perkenalkan sewaktu di Pasarean Agung Kotagede. Kami selaku panpel sempat khawatir jika saat kegiatan berlangsung suasananya gelap gulita dan gelombang laut serta anginnya besar seperti terjadi sewaktu kami survey 2 hari sebelum kegiatan SO berlangsung. Namun, rupanya alam semesta mendukung niat baik sedulur-sedulur semua. Karena saya merasakan energi ketulusan yang memancar pada setiap peserta SO, maka kami optimis semesta akan mendukungnya dengan keselarasan kehendak rasa sejati. Malam itu suasana akhirnya terwujud persis sebagaimana yang kami harapkan. Rembulan muncul dalam keadaan remang-remang cenderung gelap, didukung angin yang sangat tenang, hampir tidak terasa ada hembusan angin malam. Suasana hikmat, meditasi Daya Cipta dimulai, dan kami mulai melakukan sekedar hatur buah tangan sebagai rasa welas asih kami kepada seluruh titah gaib yang ada di sana. Kru film terhenyak saat melihat ombak mundur ke belakang pada saat kami melangkah ke arah ombak laut, untuk melaksanakan upacara sedekah laut berlangsung. Sementara lidah ombak di sebelah kiri dan kanan tetap menjorok hingga menjangkau daratan yang lebih tinggi. Bagaikan tangan raksasa yang menyambut sedekah kami, ombak menggulung dan mengepung apa yang kami letakkan tepat di dasar pantai yang kelihatan karena ombaknya mundur sementara ombak tampak menyibak di sebelah kiri dan kanan. Fenomena seperti itu bukanlah hal yang luar biasa, karena energi semesta akan selalu berselaras dengan getaran ketulusan yang kita pancarkan dari nurani (kareping rahsa sejati).

TESTIMONI

Selesai upacara sedekah laut, kami sempat mendengarkan pengalaman yang dialami oleh para peserta selama mempraktekan meditasi Daya Cipta. Selain para peserta mulai dapat melihat cahya sejati yang muncul dan terpancar pada titik papasu. Ada warna putih, kuning, sesekali berubah menjadi merah, orange, ungu, biru. Kami sarankan apabila melihat warna biru muda, segeralah maneges atau doa untuk suatu hal, karena warna biru muda mengindikasikan tercapainya keselarasan antara roh mikrokosmos/pribadi dengan roh makrokosmos/jagas semesta. Dengan kata lain, terjadi panunggalan, yakni apa yang disebut sebagai manunggaling kawula kalawan gusti. Menyatunya roh jagad alit dengan roh jagad ageng. Dalam kondisi demikian doa atau maneges akan lebih mudah terwujud (idu geni). Selain itu banyak di antara peserta menyaksikan siluet gerak tarian yang lembut dan indah oleh beberapa sosok perempuan di atas ombak laut yang berdebur. Beberapa peserta ada yang melihat cahaya merah dan kilatan cahaya putih di atas ombak. Sebagian besar peserta saat terjadi koneksi dan keselarasan dengan dimensi metafisik, merasakan keheningan yang sangat memagut, ditandai oleh lenyapnya deburan ombak secara tiba-tiba, hilang suara gemuruh ombak berubahlah suasana menjadi sunyi senyap untuk beberapa saat lamanya. Karena di dimensi metafisik sana, apa yang ada di hadapan para peserta bukanlah laut dengan deburan ombak yang gemuruh. Melainkan gerbang menuju kerajaan “selatan”. Mereka ada karena berfungsi dalam tata keseimbangan jagad semesta. Satu dua peserta ada yang mendengar irama gending sayup-sayup. Dan masih banyak sekali yang disaksikan dan dialami oleh para peserta. Satu lagi bentuk keselarasan alam, saat acara larung sedekah laut dan meditasi daya cipta usai, segera rembulan kembali menghilang, terhalang oleh mendung yang tiba-tiba datang dan terlihat rendah sekali persis di atas kami semua. Semua pengalaman itu telah menambah khasanah pengetahuan akan perilaku dan karakter alam semesta serta menyibak sedikit rahasia kesejatian hidup. Pengalaman kita atas fenomena alam membangkitkan sikap yang lebih santun kepada alam, dan menjadikan diri semakin mengagumi akan kebesaran Ilahi, Gusti Sang Jagadnata.

SAMBUTAN GERIMIS I

Seperti biasanya, hujan atau gerimis yang terjadi saat akan dimulai atau setelah selesai melaksanakan suatu ritus sakral, adalah indikator positif di mana apa yang kita lakukan diberkahi oleh alam. Selesai acara di pantai Parangkusumo, para peserta masuk ke dalam mobil dan bus yang kami sediakan. Tak lama kemudian gerimis pun turun. Hanya beberapa saat kemudian gerimis berhenti. Tepat pukul 01.30 wib perjalanan kami lanjutkan menuju Kahyangan Dlepih. Saatnya seluruh peserta istirahat dengan mempraktekan Meditasi Ringan yang telah kami perkenalkan dan praktekan sewaktu di halaman Pasarean Agung Kotagede. Meditasi ringan, bermanfaat untuk menciptakan tidur yang berkualitas walau hanya tidur dengan waktu yang singkat. Tetapi setelah bangun, tubuh akan merasakan segar bugar. Bagi yang sudah terbiasa melakukan meditasi ringan, meditasi selama 15 menit saja, sama halnya tidur pulas selama 2 jam. Begitu selesai dan saat mata dibuka akan terasa segar bugar.

Alam Mewujudkan Apa Yang Kita Ucapkan

Sebagaimana sering saya sampaikan di dalam posting di blog maupun dalam pengumuman tata tertib peserta saat pembukaan acara. Bahwa kita semua sedang dalam perjalanan spiritual yang sakral. Mohon untuk menjaga setiap ucapan karena bisa jadi apa yang kita ucap menjadi doa yang tijab. Untuk itu kita semua seyogyanya mewaspadai apa yang akan kita ucapkan dan niatkan agar dapat memetik manfaat darinya. Sebagai salah satu contoh hal ini terjadi pula pada diri Ibu Endang, sebagai peserta paling jauh dari Kualalumpur. Beliau sedari awal berniat mengikuti acara pada saat pembukaan saja termasuk ziarah masuk ke pasarean Agung Kotagede, karena pertimbangan kesibukan dan padatnya acara lain yang sudah terskedul. Ibu Endang berniat ikut pada sesi pembukaan dan ziarah ke Pasarean Agung saja. Namun barangkali karena ada perubahan skedul, beliau akhirnya merubah niat. Beliau menyampaikan kepada kamk akan ikut rombongan sampai acara selesai. Beliau membawa kendaraan sendiri, berniat mengikuti rombongan kami menuju pantai Parangkusumo. Namun apalah daya, kendaraannya terpisah dari konvoi, walau sudah muter-muter dan bertanya ke sana ke mari namun beliau tidak berhasil menemukan rombongan kami di sana. Al hasil, beliau benar-benar menyadari hal itu dan ikhlas menerimanya. Karena sejak semula niatnya hanya ikut pada acara di Kotagede saja. Akhirnya beliau bersama Bapak Tasbir (Kepala Dinas Pariwisata DIY) berniat untuk mengikuti acara secara penuh pada saat SO-2 yang akan berlangsung pada 15-16 Nopember mendatang, di mana bertepatan dengan tanggal 1 bulan Suro, bulan yang sangat sakral.

Pukul 06.00 konvoi 1 bus, 1 elf, dan 6 mobil sampai di Kahyangan Dlepih, menyambut mentari pagi, landscape tampak lebih eksotis dipandang mata. Bukit mengelilingi kami, sungai berbatu dengan suara gemericik air menimbulkan suasana meditatif. Sebagian peserta tampak sudah sangat fresh sebagian yang lain masih tampak mengantuk. Kami buka dengan wedangan teh manis dan kopi. Selanjutnya rombongan peserta menuju sendang di mana terdapat pusaka “ular besi” sebagai inti kekuatan alam yang ada di Dlepih. Karena Dlepih menjadi salah satu kabalah, atau energi semesta yang memancar kuat. Melalui jalan setapak naik turun selama 10 menit disuguhi pemandangan indah di sampingnya, sampailah di sendang itu. Kami semua ambil posisi di antara batu-batu besar dan celah-celah air. Peserta betebaran secara bebas mengambil posisi dibeberapa titik yang disukainya. Kami siap meditasi penyelarasan untuk fiterisasi, dilanjutkan pengenalan dan praktek jurus nafas penyerapan energi alam. Sinar matahari pagi yang menerobos di antara bebatuan dan pohon-pohon besar, menerpa wajah dan tubuh masing-masing peserta. Menambah daya kekuatan saat melakukan penyerapan energi alam. Diharapkan peserta dapat menyerap energi dari beberapa unsur : meliputi unsur air, udara, matahari, bumi berpadu dalam setiap gerak olah bafas yang dilakukan dengan penuh hikmat dan semangat.

Sekira satu jam, rombongan menuju tempat parkir kendaraan. Di sana sudah disiapkan prasmanan untuk sarapan pagi. Sambil sarapan pagi kami mengisi waktu dengan tanya jawab dan testinomi yang biasanya menjadikan suasana semakin seru. Kami menjawab semua pertanyaan, tentu saja yang betul-betul kami pahami dan pernah alami. Di luar itu kami tidak berani menjawab. Kami tidak berani mereka-reka jawaban karena bukan menjadikan pemahaman tetapi justru akan membuat blunder. Walau kami yakin banyak segudang pertanyaan yang sudah dipersiapkan dari para peserta yang belum sempat diajukan, karena terasa waktu berjalan begitu cepat dan banyaknya agenda kegiatan.

Pukul 10.00 wib rombongan mulai beranjak menuju kawasan kaki Gunung Lawu. Di tengah perjalanan kami selalu maneges, agar mendapatkan petunjuk sekiranya berkenan kami akan melakukan perjalanan spiritual di dua tempat di hari yang sama, yakni Candi Sukuh dan Candi Cetho. Jawaban ternyata langsung mendapatkan respon, bis yang amsih tergolong baru yang membawa rombongan sebanyak 30 orang tidak kuat naik padahal belum sampai pada tanjakan terjal. Sementara rombongan kendaraan lain sudah sampai di Candi Sukuh. Apadaya, kami terpaksa harus melangsir dengan mobil-mobil pribadi. Sebanyak 4 kendaraan pribadi dan mobil elf melangsir sedulur-sedulur yang ada di bus tersebt. Selesai tugas melangsir. Acara di Candi Sukuh segera kami mulai.

SAMBUTAN GERIMIS

Lagi-lagi, menjelang acara di mulai mendung agak tebal tiba-tiba menggelayut tepat di atas tanah lapang pada punden kedua candi Sukuh di mana kami akan melakukan pengenalan praktek meditasi keseimbangan dan praktek pelontaran energi tenaga dalam. Sejenak kami hening cipta, maneges apakah kami diperkenankan melakukan kegiatan di pelataran Candi Sukuh atau tidak ? Dan apakah akan terjadi hujan deras ? Lagi-lagi jawaban terjadi secara spontan, gerimis mendadak berhenti, mendung tebal mulai menyibak tepat di atas kepala kami. Suasana menjadi lebih terang. Candi Sukuh yang menghadap ke jurang lebar dan dalam, serta siluet hamparan perbukitan tampak di kejauhan, tampak semakin menambah eksotis suasana. Acara pengenalan serta riwayat candi dibawakan oleh Mas Setyo mencakup nilai esoteris dan intrinsik. Mas Setyo berkali-kali menegaskan bahwa acara ini bukanlah wisata, tetapi merupakan pilgrimage, yang kental nuansa sakral, sebagai sebuah perjalanan spiritual untuk menemukan tirta perwitasari, atau air kehidupan, yakni kesejatian hidup dalam memahami semesta. Dengan harapan bertambahnya pemahaman akan alam semesta dapat tertanam sikap arif dan bijaksana ke dalam diri kita semua. Acara selanjutnya, seluruh peserta berjalan meniti satu persatu punden berundak yang berjumlah sembilan itu untuk menuju puncak punden berupa altar candi yang berada pada lapis ke sembilan. Sembilan lapis merupakan punden berundak, ciri khas gambaran kesadaran spiritualitas Jawa. Di mana dapat diartikan pula sebagai babahan hawa sanga. Babahan hawa, kosongno !! Sembilan lubang yang ada pada diri manusia, sebagai pintu masuknya hawa nafsu yang harus selalu diwaspadai dan dikendalikan. Agar menjadi diri pribadi yang selalu eling dan waspada. Pribadi yang memiliki kepekaan lahir dan batin. Seluruh peserta menuju puncak candi melalui punden paling bawah, menyusuri jalan setapak dan pintu gapura yang terdapat pada setiap pergantian punden. Berjalan menuju puncak candi dalam suasana hening meditatif. Semakin tinggi punden, semakin tinggi pula meditasinya. Punden menggambarkan chakra dalam tubuh manusia, setiap punden mewakili chakra-chakra. Maka setiap pergantian punden, konsentrasi para peserta juga berganti pada chakra-chakra yang semakin tinggi pula. Dari chakra akar menuju mahkota. Sesampai di puncak punden, di sana kami merasakan adanya kabalah energi, atau mercusuar energi yang terpancar ke arah angkasa. Kami semua duduk mengelilingi lubang yang ada di tengah altar puncak punden seluruh peserta bersiap melakukan teknik meditasi penyerapan energi. Kali ini teknik penyerapan energi yang tergolong unik, sebagaimana pernah diajarkan oleh Romo Panembahan Bodo, salah satu putra Prabu Brawijaya V yang pasareannya terdapat di makam sewu Pajangan Bantul Yogyakarta. Senin Pon sebagai hari besar/wilujengan di Pasarean Romo Panembahan Bodo. Setiap selesai melakukan kegiatan, tak lupa kami selalu meminta testimoni dari para peserta. Puji sukur sebagian besar peserta dapat merasakan sensasi dari teknik-teknik yang kami ajarkan. Semua teknik yang kam ajarkan relatif berbeda dengan tradisi pada umumnya, karena memang merupakan hasil eksplorasi dan penelitian yang sudah lama kami lakukan. Juga, merupakan pengajaran langsung oleh para leluhur (supernatural being).

Bethari Durga

Tak lupa, Mas Setyo tiap saat memberikan penjelasan gamblang mengenai makna simbol dan lambang yang berupa patung dan relief yang terdapat pada dinding Candi Sukuh. Kami menimpalinya jika di antara kisah-kisah dalam relief itu ada hal yang secara tak sengaja pernah terkait dengan pengalaman lahir batin kami sebagai bukti bahwa ia bukanlah mitologi semata. Beberapa di antaranya adalah fakta, yang lainnya kami tidak tahu apakah mitos atau fakta karena kami memang belum pernah membuktikan kebenarannya. Di Candi Sukuh terdapat relief tentang peristiwa diruwatnya Bethari Durga oleh Raden Sadewa. Bethari Durga adalah istri Bethara Kala. Kami kebetulan pernah bertemu keduanya dan mendapatkan sesuatu dari kedua tokoh Supernatural Power dalam cerita pewayangan tersebut. Boleh percaya atau tidak, yang jelas kami dapat memastikan bahwa khususnya kedua tokoh wayang itu memang ada, artinya bukan sekedar mitologi. Sebagaimana Punakawan memang sesungguhnya ada. Bethara kala dan Bethari Durga adalah raja dunia “hitam” tetapi mereka ada dalam kehidupan ini bukan untuk melakukan kejahatan, sebaliknya mengendalikan dan menjadi salah satu pusat penyeimbang dalam tata keseimbangan. alam. Hitam bukan berarti jahat, melainkan peran penyeimbang sebagaimana dalam rumus Yin Yang.

SIAPAPUN PASTI BISA

Dari altar punden berundak tertinggi kami kembali turun menuju punden ke dua, di mana terdapat tanah lapang rumput yang paling luas dan ideal untuk berlatih meditasi keseimbangan yang memang membutuhkan ruang lebih luas. Kegunaan meditasi keseimbangan adalah untuk meningkatkan kepekaan lahir dan batin. Dapat digunakan untuk mendeteksi pusat-pusat energi alam dengan lebih mudah. Bahkan pada tingkat lanjut akan memudahkan seseorang mendeteksi keberadaan makhluk astral dan benda-benda bertuah. Teknik secara singkat kami kenalkan, dilanjutkan praktek untuk melatih diri. Seluruh peserta tampak menunjukkan reaksi spontan, yang mengindikasikan bahwa para peserta segera bisa merasakan kepekaannya bertambah. Semua itu asal dilakukan dengan teknik dan metode yang tepat, akan menjadi mudah dipelajari oleh siapa saja bahkan bagi yang merasa selama ini tak pernah berhasil belajar meditasi dan olah kepekaan. Pada sore hari itu, selain meditasi keseimbangan, peserta sekaligus kami berikan kesempatan mempraktekan inner power yang telah dipelajari semenjak kemarin sore di halaman Pasarean Agung Kotagede. Kesan jika belajar kepekaan, membangkitkan tenaga dalam, berikut penyalurannya, memerlukan waktu bertahun-tahun seketika runtuh. Ketika seluruh peserta ternyata baru menyadari jika dirinya mampu dan bisa merasakan kepekaan dan menyalurkan tenaga dalam. Bagi kami, hal itu bukanlah sesuatu yang luarbiasa dan istimewa. Sekali lagi, asal dilakukan dengan teknik dan metode yang tepat, sesuatu yang sulit sekalipun akan mudah dipelajari. Ya, kami pun puas melihat perkembangan para peserta SO. Ragam penelitian dan modifikasi yang selama ini kami lakukan akhirnya dapat membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Perlu dicatat, bahwa tenaga dalam dan kepekaan itu dapat para peserta rasakan bukan karena sedang kami latih secara langsung. Sekalipun di rumah tanpa kami dampingi, para peserta tetap akan dapat merasakan kepekaan itu. Dan kepekaanya dapat difungsikan untuk beberapa keperluan termasuk pengobatan dan transfer energi kepada orang lain. Meskipun dengan alasan tertentu kami dapat menyerap energi inner power yang ada pada diri peserta tetapi sifatnya hanya sementara. Dan hanya untuk suatu tujuan khusus misalnya menundukkan lawan dalam suatu pertarungan. Namun inner power yang telah bangkit pada diri peserta, kami tidak bisa mencabutnya lagi, karena inner power bukanlah pemberian kami, melainkan potensi yang berasal dari dalam diri sendiri setiap peserta. Kami hanya membantu untuk mengaktivasikannya.

SAAT DADA INI TERHARU

Hari menjelang malam. Melalui jajak pendapat, candi Cetho dengan penuh kerelaan kami batalkan, selain karena memang sudah kehendak alam dan hari menjelang malam banyak peserta harus pulang ke kota masing-masing. Acara kami tutup dengan diawali lantunan sebuah lagu perjuangan Tanah Airku yang berkumandang syahdu melalui peralatan kami. Suana terasa berubah menjadi haru. Kami semua sadar sebentar lagi kami harus berpisah. Suasana kekeluargaan, ketenangan, dan kedamaian bersama para sedulur untuk sementara akan lewat. Namun ternyata bekasnya sampai hari ini masih kami rasakan. Saat kami menulis laporan ini, seolah kami masih bersama dalam kebahagiaan dan rasa kekeluargaan bersama para sedulur-sedulur semua. Walau terpisah oleh ruang dan waktu tapi sore hari itu, kami semua telah menorehkan tinta emas dalam dada, bahwa kami semua adalah saudara. Perbedaan suku, keyakinan, bukanlah penghalang tali paseduluran. Kami telah berhasil menjalin kebersamaan di atas perbedaan. Sesuatu yang terasa bagikan oasis, menyejukkan dahaga jiwa dan raga. Belum lagi berpisah, dalam hati kami bertanya kapan kita dapat bersama lagi merasakan suasana kebersamaan ini….? Mudah-mudahan kami semua akan ada waktu lagi dalam kebersamaan seperti ini, dalam suasana yang lebih baik lagi. Kami adalah generasi yang hidup di atas pangkuan ibu bumi pertiwi, di bawah naungan bapa angkasa. Perpisahan kami tutup dengan merentangkan sang Saka Merah Putih, diiringi lagu Indonesia Raya, dilanjutkan ikrar Sumpah Pemuda yang menggema, serta Janji Pemuda Pemudi Indonesia yang membahana menggugah kesadaran jiwa. Berbangsa satu bangsa yang gandrung keadilan, berbahasa satu bahasa kejujuran, bertanah air satu tanah air tanpa penindasan. Gema itu terasa membelah langit, membelah jiwa yang selama ini tertidur, menjadikan jiwa kami bangkit untuk membangun Nusantara yang berbudi pekerti luhur. Kami bukan generasi penghianat, kami bukan generasi penjahat. Kami adalah anak-anak bangsa yang berbakti kepada kedua orang tua, kepada para leluhur bumi putra perintis bangsa, kepada para pahlawan bangsa. Kami tidak ingin menjadi generasi yang durhaka kepada para leluhurnya, yang telah dengan susah payah membangun bumi pertiwi, mereka adalah putra-putri perintis bangsa, para pahlawan bangsa yang telah mendahului kita. Kami selalu berusaha menjadi generasi yang berbakti untuk menjaga pusaka warisan berupa tanah air tercinta. Usailah sudah kebersamaan untuk kali ini, tampak air mata berlinang dan mata berkaca-kaca, keharuan tampak menggelayut di wajah para peserta dan kami semua selaku panitia.

Tak lupa kami selaku panitia dan trainer, mohon maaf yang sebesarnya apabila terdapat banyak kekurangan dalam memberikan pelayanan kepada sedulur semua peserta SO-1. Kami selalu menunggu kritik dan saran demi perbaikan dan evaluasi pada kesempatan yang akan datang. TERIMAKASIH saya ucapkan kepada seluruh panitia yang sudah tanpa kenal lelah berusaha memberikan pelayanan maksimal sebagaimana dapat dilakukan. Terimakasih kepada talenta muda Mas Setyo dan Mas Diaz. Terimakasih pula kepada para asisten kami Mas Gilang, Mas Susilo, Mas Mul, Mas Tono, Mbak Rika, kepada Lurah Abdi Dalem RMT Pujodipuro, seluruh Abdi Dalem Pasarean Agung Kotagede, dan semua pihak yang telah dengan tulus merampungkan tugas sesuai posisinya masing-masing. Pengahrgaan dan rasa salut yang setingginya kepada kru film dokumenter yang telah menjalankan tugas dan pekerjaannya secara profesional dan gigih. Mas Amir Merdeka Pohan bersama istri Mbak Myrna selaku produser dan sutradara rumah produksi Buttonijo.com. Mas Arsyan dari Bandung adalah kamerawan handal, Bang Tumpal Tampubolon penulis naskah dan sutradara muda, semoga filmnya bersama Edi Sujarwo sukses launching pada Desember mendatang ! Mbak Ratih, kamerawati yg memiliki segudang pengalaman dan prestasi. Mas Ismail dengan wajah Arab dan rambut ikal khasnya, paling suka ngebanyol membuat hilang kantuk, selaku pengatur sound, pembuat film dan pejuang dunia perfilman Tanah Air sekaligus “driver” handal hehe ! Kru film, kalian semua memang hebat…dua jempol untuk Anda semua !! Tapi satu hal yang Pa’De salut, dengan segudang prestasi yang telah kalian raih hingga pernah memenangi Piala Citra dan berprestasi pada lomba film tingkat internasional, tetapi kalian semua sangat peduli dengan kearifan lokal. Dua jempol untuk seluruh kru film documenter, semoga tahun depan sukses mengikuti lomba di Prancis dan filmnya dapat diputar di layar lebar cinema Indonesia. Tak lupa aku sampaikan terimakasih dan kasih sayang sebesarnya kepada istriku tercinta yang selalu kompak dan bersama-sama dalam suka-duka, menapaki perjuangan hidup ini. Dan pada akhirnya kami seluruh tim SO-1 mengucapkan rasa terimakasih yang setingginya. Kami sampaikan rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh peserta, sedulur-sedulur semua yang dengan suka rela meluangkan waktu untuk bergabung dalam suasana kekeluargaan dan kebersamaan ini. Kami hanya dapat maneges dengan mantra agung leluhur kami, wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan bejo kang teka, saking kersaning Gusti, untuk seluruh dulur-dulur peserta dan keluarga. Semoga kita semua selalu meraih hari esok lebih baik dari sekarang. Amin

PERIHAL SO-2

Bagi dulur-dulur yang belum kebagian tempat di SO-1 dipersilahkan untuk gabung pada acara SO-2 dengan mengambil lokasi yang sama. Dilaksanakan pada 15-16 Nop 2012 mulai pukul 17.00 wib s/d 17.00 wib esok harinya. Untuk info bisa menghub Mas Setyo 085-864-693-269 dan Mas Diaz 081-328-695-784

Untuk ulasan selanjutnya silahkan membuka jendela Mas Setyo berikut :
http://setyochannel.blogspot.com/2012/10/catatan-dari-spiritual-odyssey-trip.html

About SABDå

gentleman, Indonesia Raya

Posted on Oktober 31, 2012, in IHTISAR SO-1 (Going To SO-2) and tagged , , , , , , , . Bookmark the permalink. 55 Komentar.

  1. membaca artikel ini, aku pun ikut menikmatinya suasanya di dalamnya 🙂

Tinggalkan komentar