Arsip Blog

WARNING DALAM RAMALAN (PREDIKSI)

Warning dari Ramalan !

Dari Futurolog & Pujangga Besar Bumi Nusantara

Untuk generasi penerus bangsa

 

 

Walau kini sudah cukup terlambat melakukan refleksi dan otokritik. Namun demikian akan lebih baik daripada tidak pernah melakukan otokritik sama sekali. Sebagaimana pada abad 18 pernah diperingatkan oleh Pujangga Besar sekaligus Raja di Kraton Mangkunegaran Solo, KGPAA Sri Mangkunegoro IV bahwa suatu saat nanti (masa kini) akan terjadi kecenderungan gejolak para kawula muda generasi penerus bangsa yang sudah hilang penghayatan akan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang bangsa. Dan memungkinkan terjadi carut-marut dalam tatanan religi yang mewarnai nusantara.

 

Nilai luhur sungguh tidak bisa dipandang dari mana asalnya. Di muka bumi ini tergelar sedemikian banyaknya bahasa alam, sebagai tanda-tanda kebesaran Tuhan, dan di dalamnya terdapat manifestasi “bahasa Tuhan. Tanda-tanda tersebut, menjadi bahasa  Tuhan yang dapat diserap manusia menggunakan indera batin rahsa sejati. Tidak tergantung dari mana asal negaranya, bangsanya, suku, budaya, ajaran, maupun agamanya. Karena Tuhan tidaklah picik, tidak pula terbatas. Sebaliknya Tuhan Maha Luas Takterbatas, anugrah Tuhan meliputi semua suku, ras, negara dan bangsa manapun. Tuhan bukanlah Zat yang primordial, rasis (membedakan warna kulit), etnosentris (mengagungkan suatu budaya tertentu). Hakekat perbedaan adalah nikmat dan anugrah bagi seluruh manusia tanpa kecuali. Sebagaimana perbedaan telah digelar Tuhan di muka bumi ini, agar supaya manusia menemukan keindahan dan manfaat dari perbedaan itu. Kita sadari bahwa kesuksesan dan keberhasilan berawal dari perbedaan. Kebahagiaan dan ketrentaman juga berawal dari perbedaan. Bahkan manusia lahir di muka bumi merupakan hasil dari perbedaan pula. Sehingga segala sesuatu akan bergulir dalam perubahan yang dinamis dan selaras sesuai kodrat alam semesta yang telah menjadi rumus Tuhan. Berawal dari adanya tesis, lalu terdapat perbedaan berupa antitesis, hasilnya ditemukan hal baru sebagai sintesis. Itulah rumus dialektika alam semesta.

 

Tipe Ramalan atau Prediksi

Ramalan, prediksi, pra-kiraan, merupakan hasil karya manusia menjabarkan kemungkinan-kemungkinan tertentu yang akan terjadi di masa depan (futuristik) dalam jangka waktu tertentu, bisa beberapa tahun, puluhan bahkan ratusan tahun yang akan datang. Dilihat dari metode pendekatannya, terdapat tiga tipe ramalan atau prediksi.  Pertama, ramalan ilmiah yang diperoleh melalui metode ilmiah biasa disebut prediksi, melibatkan data-data kualitatif, kuantitatif, dan kegiatan analiasa serta penyimpulan. Prediksi tipe ini bersifat ilmiah, cukup melibatkan kemampuan jasad yakni akal-budi atau nalar manusia. Prediksi ini tak pernah dikonotasikan secara negatif oleh agama. Kedua, ramalan kawaskitan atau prediksi yang diperoleh melalui metode olah batin (rohani) atau kebatinan (kerohanian), hasilnya disebut sebagai jongko, lazim juga disebut ramalan. Prediksi atau ramalan jenis ini melibatkan  ketajaman intuisi dalam olah batin. Namun demikian, prediksi tipe ini terkadang tidak dapat direncanakan, artinya terjadi secara spontanitas di luar kehendak seseorang yang memperoleh pralambang berupa apa yang akan terjadi. Biasanya ramalan kawaskitan ini tidak berkaitan dengan nasib pribadi seseorang namun cenderung melihat pada skala global. Tipe prediksi kedua ini sering dikonotasikan secara negatif. Ketiga, ramalan menggunakan ilmu magic, ilmu karang, ilmu ketrampilan memainkan media, ramalan dengan melihat ciri fisik, gurat tangan dst. Ramalan jenis ini lebih cenderung digunakan untuk melihat nasib seseorang. Nah, ramalan tipe ketiga ini yang lebih sensitif berbenturan dengan moralitas agama.

 

Mengapa Isi Ramalan Kawaskitan Dikiaskan ?

Terlepas dari berbagai tuduhan dan konotasi negatif sebagian masyarakat, ramalan apapun namanya, terutama yang bersifat kabar buruk, hendaknya dimanfaatkan sebagai peringatan dini agar supaya kita selalu eling dan waspadha. Jangan enggan melakukan otokritik, koreksi diri atau mawas diri agar selalu teguh dalam upaya meningkatkan kesadaran sejati (high consciuousness) kita. Agar supaya kita lebih cermat mengevaluasi diri sendiri, dan tampak di mana titik lemah kita, apa saja yang telah kita lakukan, dan sejauh mana kita mempunyai perilaku yang destruktif. Bila prediksi berupa kabar baik, hendaknya kita selalu terjaga jangan sampai berpangku tangan dan lengah lantas tak berbuat apa-apa dengan hanya menunggu ramalan yang baik datang dengan sendirinya. Kita musti selalu sadar jika berubahnya nasib tergantung diri kita sendiri.

 

Itulah mengapa sebuah ramalan yang berhubungan dengan nasib suatu bangsa. Masyarakat, atau seseorang, biasanya dikemukakan berupa kiasan-kiasan yang multi tafsir, mengandung bias dan sulit dimengerti secara pasti apa maknanya. Pembaca dibiarkan melakukan penafsiran secara bebas, sesuai dengan kemampuan nalar dan batin masing-masing. Tak ada paksaan untuk mematuhi satu pemaknaan saja. Alasannya jelas, bila prediksi atau ramalan mengenai nasib seseorang, masyarakat atau suatu bangsa dideskripsikan secara gamblang bahkan vulgar maka akan membuat orang terlena dan akan mempengaruhi proses menuju ke arah yang baik. Lain halnya ramalan yang bersifat kabar buruk biasanya dikemukakan secara jelas agar supaya menjadi warning bagi generasi penerus untuk lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan. Karena kejadian buruk yang kelak menimpa bisa jadi merupakan akibat dari situasi dan kondisi sebelumnya. Maka kebijaksanaan orang-orang zaman dulu selalu wanti-wanti, agar jangan menceritakan ramalan baik yang akan dialami seseorang karena dianggap ora ilok (sunda; pamali) mengko mundak kamanungsan, tidak seyogyanya menceritakan ramalan baik, karena akan membuat kamanungsan, yakni tercemar oleh nafsu/kecenderungan negatif manusia yang berakibat akan mempengaruhi proses.

 

Berikut ini adalah contoh prediksi di masa lalu yang umurnya kurang lebih sudah 170 tahun. Marilah kita cermati saat ini apakah prediksi tersebut cocok sudah terjadi, belum terjadi atau malah meleset.

 

 

Tembang Pucung

 

Nafsu negatif harus dipocong (dimatikan)

Pucung (mati) sajroning ngaurip

Agar supaya urip sajroning pucung (pati)

 

Padha kaping 33

Ngèlmu iku

Kalakoné kanthi laku

Lêkasé lawan kas

Tegesé kas nyantosani

Setyå budåyå pangekesé dúr angkårå

 

Ilmu (hakekat) itu diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan,

dimulai dengan kemauan

kemauan membangun kesejahteraan terhadap sesama,

Teguh pada budi pekerti luhur

Sembari menaklukkan semua bafsu angkara

 

Padha kaping 34

Angkara gung

Nèng ånggå anggúng gumulúng

Gegolonganirå

Trilokå lekeri kongsi

Yèn dèn umbar ambabar dadi rubédå.

 

Nafsu angkara yang besar

ada di dalam diri kita sendiri, yang kuat menggumpal

golonganmu hingga tiga zaman,

jika dibiarkan berkembang akan berubah menjadi gangguan besar.

 

Padha kaping 35

Bédå lamun kang wus sengsem

Rèh ngasamun

Semuné ngaksåmå

Sasamané bångså sisip

Sarwå sareh saking mardi martåtåmå

 

Berbeda dengan yang sudah menjiwai,

Watak dan perilaku yang memaafkan

Menghargai perbedaan

selalu sabar berusaha menyejukkan suasana,

 

Padha kaping 36

Taman limut

Durgamèng tyas kang wèh limput

Karem ing karamat

Karana karoban ing sih

Sihing sukmå ngrebdå saardi pengirå

 

Dalam kegelapan

angkara dalam hati yang menghalangi,

semua dapat larut dalam kesakralan hidup yang suci,

tenggelam dalam samodra cinta kasih,

cinta kasih sejati dari sang sukma (sejati)

tumbuh berkembang bagai gunung yang besar

 

Padha kaping 37

Yèku patut tinulat tulat tinurut

Sapituduhirå,

Åjå kåyå jaman mangkin

Kèh prå mudhå mundhi diri rapal maknå

 

Itulah yang pantas diteladani, contoh yang patut diikuti

seperti semua nasehatku

Jangan seperti zaman nanti !!

Akan banyak anak muda yang menyombongkan diri

dengan hafalan-hafalan ayat

 

Padha kaping 38

Durung becus kesusu selak besus

Amaknani rapal

Kåyå sayid weton mesir

Pendhak pendhak angendhak

Gunaning jalmå

 

Belum mumpuni sudah berlagak pintar

Mengartikan ayat bagai sayid dari mesir

Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain

 

Padha kaping 39

Kang kadyéku kalebu wong ngaku aku

akalé alangkå

élok Jawané dènmohi

Pakså langkah ngangkah met

Kawruh ing mekah

 

Yang seperti itu termasuk orang gemar mengklaim (budaya luar)

padahal kemampuan nalarnya dangkal

Keindahan ilmu Jawa (kearifan lokal) malah ditolak

Sebaliknya memaksa diri mengejar ilmu di mekah,

 

Padha kaping 40

Nora weruh

rosing råså kang rinuruh

lumeketing ånggå

anggeré pådhå marsudi

kånå kéné kahanané nora bédå

 

Tidak menemukan hakekat ilmu yang dicari,

padahal ilmu sejati berada di dalam jati diri.

Asal mau berusaha

Di sana maupun di sini (hakekatnya) tidak berbeda,

 

Padha kaping 41

Uger lugu

Dèn tå mrih pralebdeng kalbu

Yèn kabul kabukå

Ing drajat kajating urip

Kåyå kang wus winåhyå sekar srinåtå

 

Asal tidak banyak bertingkah mengumbar nafsu,

agar ilmu merasuk ke dalam sanubari

Bila berhasil, terbukalah derajat kemuliaan hidup yang sejatinya

Seperti yang telah tersirat dalam tembang sinom (di atas)

 

Padha kaping 42

Båså ngèlmu

Mupakaté lan panemuné pasahé lan tåpå

Yèn satriyå tanah Jawi

Kunå kunå kang ginilut tripakarå

 

Yang namanya ilmu hakekat,

Titik temu dan ketemunya dapat digapai dengan meredam nafsu

(jangan cari menangnya sendiri, benernya sendiri, dan butuhnya sendiri)

Dan dicapai dengan usaha yang gigih

Bagi satria tanah Jawa,

dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga perkara yakni;

 

Padha kaping 43

Lilå lamun kelangan nora gegetun

Trimå yèn ketaman

Sakserik samèng dumadi

Tri legawa

nalangsa srah ing Bathara

 

Pertama, ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal,

Kedua, sabar jika disakiti hatinya oleh sesama,

Ketiga, lapang dada sambil berserah diri pada Tuhan

 

Padha kaping 44

Bathårå gung

inguger graning jajantung

Jenèk Hyang wiséså

sånå pasenedan suci

Nora kåyå si mudhå mudhar angkårå

 

Tuhan Maha Agung

Menjiwai dalam setiap hela nafas

hidup menyatu dengan Yang Mahakuasa

teguh mensucikan diri

Tidak seperti yang muda,

Yang mengumbar nafsu angkara

 

Padha kaping 45

Nora uwus karemé anguwus uwus

Uwosé tan ånå

Mung janjiné muring muring

Kåyå butå buteng betah anganiåyå

 

Tidak henti-hentinya gemar mencaci maki

Tanpa ada isinya, kerjaannya marah-marah

seperti sifat raksasa; bodoh, mudah marah dan suka menganiaya sesama

 

Padha kaping 46

Sakèh luput

ing ånggå tansah linimput

Linimpet ing sabdå

narkå tan ånå udani

Lumuh ålå ardane ginåwå gådå

 

Semua kesalahan dalam diri selalu tertutupi,

Dibalut kata-kata yang indah

namun ia mengira tak ada yang mengetahuinya,

Bilangnya enggan berbuat jahat,

padahal tabiat buruknya membawa kehancuran

 

Padha kaping 47

Durung punjul ing kawruh kaselak jujul

Kaseselan håwå cupet

kapepetan pamrih

tangèh nedyå anggambuh mring Hyang Wiséså

 

Belum cakap ilmu sudah keburu ingin dianggap pintar

Terselip hawa nafsu selalu merasa kurang,

tertutup oleh pamrih (cari menangnya sendiri, butuhnya sendiri, dan benernya sendiri)

Maka mustahil manunggal dengan Tuhan Yang Mahakuasa

 

 

Kemampuan melakukan prediski atau meramal tipe kedua melalui ketajaman intuisi batiniah menjadi salah satu barometer untuk mengukur tataran laku spiritual seseorang. Semakin jauh rentang waktu dan ketepatan ramalan semakin tinggi pula kewaskitaan seseorang. Ramalan hanyalah upaya manusia membaca bahasa alam yang di dalamnya banyak terdapat tanda-tanda akan keagungan Tuhan. Percaya atau tidak bukanlah masalah, itu hak setiap orang dan manfaatnya ada pada diri masing-masing orang pula. Bagi yang percaya ramalan berguna agar supaya manusia selalu eling dan waspada dengan meningkatkan sikap hati-hati, setiti, teliti agar mendapat keselamatan lahir-batin. Bagi yang tidak percaya biarkan semua berlangsung sebagaimana adanya tanpa perlu mengerti dan menyaksikan prosesnya. Ramalan bukanlah mendahului kehendak Tuhan, melainkan hanya membaca apa yang menjadi kehendak Tuhan. Apakah kita tahu bila kehendak tuhan telah ada dalam rencana sejak jutaan tahun lalu, jauh sebelum manusia mampu meramal ? atau sebaliknya Tuhan tak pernah bikin rencana semua berjalan tiba-tiba dan sangat mendadak ? Asumsi yang mengatakan ramalan mendahului kehendak Tuhan, terkesan seolah Tuhan menentukan segala sesuatu dengan cara mendadak tanpa rencana. Terasa pula penilaian under-estimate akan kemampuan manusia untuk membaca tanda-tanda kekuasaan Tuhan. Terlepas dari adanya anggapan negatif tersebut marilah kita cermati berbagai kewaskitaan leluhur Nusantara di masa lalu sebagaimana terdapat dalam pupuh Kinanthi Serat Wedhatama berikut ini. Yang berisi nasehat bijaksana sebagai pepeling atau peringatan pada generasi bangsa di masa sekarang agar supaya eling dan waspada terhadap kemungkinan terjadinya gambaran situasi dan kondisi zaman kini sebagaimana tersirat dalam prediksi di atas.

By ; https://sabdalangit.wordpress.com

 

 

Kinanthi

 

Untuk meraih kemuliaan hidup

bekalnya kanthining tumuwuh

yeku kanthi eling lan waspada

berupayalah selalu

 menajamkan kalbu dan batin

 

Padha Kaping 83

Mångkå kanthining tumuwuh,

Salami mung awas éling,

Éling lukitaning alam,

Dadi wiryaning dumadi,

Supadi nir ing sangsåyå,

Yèku pangreksaning urip.

 

Padahal bekalnya kehidupan, selalu waspada dan ingat,

Ingat akan tanda-tanda yang ada di alam semesta,

Menjadi kekuatannya asal-usul,

supaya lepas dari sengsara.

Begitulah memelihara hidup.

 

Padha Kaping 84

Marmå dèn taberi kulup,

Anglung lantiping ati,

Rinå wengi dèn anedya,

Pandak panduking pambudi,

Bèngkas kahardaning driyå,

Supåyå dadyå utami.`

 

Maka rajinlah anak-anakku,

Belajar menajamkan hati, siang malam berusaha,

merasuk ke dalam sanubari, melenyapkan nafsu pribadi,

Agar menjadi (manusia) utama.

 

Padha Kaping 85

Pangasahé sepi samun,

Aywå ésah ing salami,

Samångså wis kawistårå,

Lalandhepé mingis mingis,

Pasah wukir reksåmukå,

Kekes srabédaning budi.

 

Mengasahnya di alam sepi (semedi),

Jangan berhenti selamanya,

Apabila sudah kelihatan, tajamnya luar biasa,

mampu mengiris gunung penghalang,

Lenyap semua penghalang budi.

 

Padha Kaping 86

Déné awas tegesipun,

Weruh warananing urip,

Miwah wisésaning tunggal,

Kang atunggil rinå wengi,

Kang mukitan ing sakarså,

Gumelar ngalam sakalir.

 

Awas itu artinya, tahu penghalang kehidupan,

serta kekuasaan yang tunggal, yang bersatu siang malam,

Yang mengabulkan segala kehendak,

terhampar alam semesta.

 

Padha Kaping 87

Aywå sembrånå ing kalbu,

Wawasen wuwus sirèki,

Ing kono yekti karåså,

Dudu ucapé pribadi,

Marmå dèn sembadèng sedyå,

Wèwèsen praptaning uwis.

 

Hati jangan lengah, waspadailah kata-katamu,

Di situ tentu terasa, bukan ucapan pribadi,

Maka tanggungjawablah,

perhatikan semuanya sampai  tuntas.

By ; https://sabdalangit.wordpress.com

Ratu Adil semakin dekat

Eyang Sabdapalon-Eyang Noyogenggong,

Satria Piningit, Ratu Adil

Prakata

Saya salut terhadap segenap upaya generasi bangsa saat ini yang peduli dengan nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal (local wisdom) yang pada zaman dahulu pernah mengantarkan bumi Nusantara meraih kejayaannya. Tampak geliat semangat ada pada para generasi muda bangsa yang gigih menelusuri jejak sejarah kebesaran para leluhur bumi putra bangsa besar ini. Bagaimana kita dapat menghargai bumi Nusantara jika kita buta dan tidak mau peduli apa yang terjadi di zaman dulu, apa dan bagaimana saja perjuangan para leluhur besar di masa silam.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa rekam jejak sejarah bangsa Indonesia mengalami berbagai upaya pemalsuan sejarah. Dengan tujuan dan alasan tertentu, yang positif maupun negatif. Misalnya untuk menyamarkan agar tidak terjadi pengrusakan dan pemusnahan. Namun tampaknya banyak pula upaya pemalsuan sejarah dengan tujuan untuk menghapus akar sejarah dan jati diri suatu bangsa. Jika jati diri suatu bangsa menjadi lemah dan tidak jelas, tentu bangsa itu pun akan menjadi bangsa yang lemah dan terombang-ambing dalam dinamika dunia. Menjadi bangsa primitif, tidak mempunyai prinsip tegas dan jelas, serta menjadi bangsa miskin. Bangsa yang kehilangan arah dan tujuan, karena selalu minder tak ada sesuatu nilai orisinil bisa dibanggakan. Nasionalisme pun akan menjadi lemah kemudian benar-benar runtuh.

Bagaimana ‘jiwa dan raga’ bangsa ini akan sehat sentosa, sementara konstruksinya terdiri dari ‘daging dan darah’ yang kotor, busuk, bau dan banyak penyakit. Berkali-kali saya pribadi melihat suatu kebenaran sejarah yang membuktikan keagungan penduduk asli Nusantara dalam spiritualitas, seni, budaya, politik dan ekonomi, tetapi sengaja maupun tidak justru ditutup-tutupi dengan ‘cadar’ agama, bahkan dengan dengan kekerasan fisik, ancaman-ancaman dogmatis, dengan tindakan-tindakan anarkhis, dengan kekuatan dan kekuasaan yang legal maupun ilegal. Banyak pula yang berani mengklaim diri sebagai pahlawan yang mengaku paling suci dan dijamin menjadi ahli syurga, dan mengaku pembawa ‘obor’ kehidupan dilengkapi dengan bom penghancur ‘dunia kegelapan’, serta mengaku sebagai pembawa ‘tongkat’ penegak kebenaran. Di mata masyarakat, tindakannya hanya mengesankan sebagai wujud tindakan jahiliah/bodoh dengan disertai wajahnya yang menyiratkan nafsu angkara murka.

Ironis sekali. Jika tradisi dan budaya luhur moyangnya sendiri dianggap sebagai sumber kesesatan, musyrik, syirik. Untuk itu budaya adiluhung sendiri harus dihina-hina dan dihancurleburkan agar tidak mengganggu sepak terjang para pengaku ‘utusan’ Tuhan. Sebagian penduduk lokal justru lebih menghargai nilai-nilai tradisi, budaya, dogma, yang diimpor dari leluhur bangsa lain. Lebih suka ngemut kerikil dari pada ngemut gula Jawa.

Meskipun demikian berbagai tindakan intimidasi dan provokasi tidak pernah membuat orang menjadi bergidik untuk kembali menelaah nilai-nilai kearifan lokal atau nilai luhur budaya Jawa, Tradisi leluhur kita sendiri yang terbukti pernah membawa pada era kejayaannya.

Sudah menjadi rumus-rumus yang tercantum di dalam hukum alam, (baca : kehendak Tuhan), bahwa kebenaran tak pernah bisa dikalah oleh kejahiliahan. Sekalipun kebenaran itu datang terlambat. Jika sudah tiba saatnya Tuhan berkehendak, maka tampaklah yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Hanya saja, tugas manusia harus eling dan waspada, sebab datangnya kebathilan, kebodohan, kejahatan, kedengkian, kemunafikan kadang lahir justru dari pemikiran-pemikiran fanatik, tekstual dogmatis, kedangkalan fikir, bahkan unsur manipulasi dalam memahami berbagai macam kitab suci apapun namanya. Jika penelaahannya mengesampingkan anugerah Tuhan paling besar yakni akal sehat, jiwa yang bening, hati yang bersih, –atau malah memanipulasinya untuk kepentingan kelompok, golongan dan melegitimasi suatu tindakan brutal dan anarkhis–, niscaya agama dengan dogma-dogmanya menjadi senjata canggih penghancur rumus-rumus Tuhan dan tatanan keselarasan dan sistem keseimbangan di planet bumi ini. Orang jaman sekarang tampak kesulitan membaca tanda-tanda kebesaran (bahasa) Tuhan. Orang tidak menyadari bahwa kebenaran bisa datang dari mana saja asal muasal sumbernya. Tidak selalu melalui dogma agama dan kitab suci, tetapi langsung dari Tuhan melalui bahasa alam yang tersirat dalam gerak-gerik seluruh mahluk penghuninya. Sayangnya, sebagian orang lebih sering menafikkan atau mengingkarinya secara sinis dan membabi buta. Mudah-mudahan seluruh pembaca yang budiman tidak termasuk tipikal manusia tersebut. Agar tidak bodoh dan hidup sesat, maka dalam khasanah spiritual Jawa dianjurkan kepada setiap orang untuk arif dan bijaksana dalam membaca tanda dan gejala alam, sehingga manusia bisa memahami maksud dan kehendak Tuhan, (Jawa:nggayuh kawicaksananing Gusti).

Wirayat Gaib

Menyibak misteri siapa sejatinya sang tokoh kembar bersaudara Sabdopalon dan Noyogenggong. Banyak analisa dan penafsiran yg mendekati pemaknaan yg masuk akal dan dapat menjelaskan secara rinci kronologi dan eksistensi Sabdapalon-Noyogenggong. Prediksi-prediksi atau ramalan yang ditulis sejak zaman dahulu seperti dalam serat Kalatida R Ronggowarsito, Jongko Joyoboyo ing Kadhiri,  KPH Cakraningrat, ISKS PB III,IV (serat Centini) dan PB VI berupa sanepan/cangkriman/ tebakan yg sulit ditafsirkan secara harfiah/wadag semata melainkan hrs melalui olah batin yang mendalam. Kecuali KPH Cakraningrat ada juga yg lebih lugas ditafsirkan yakni dalam serat Wedhatama karya Gusti Mangkunegoro IV dan Babad Centini sejak PB III s/d PB V, lebih eksplisit anda dapat meraba-raba siapa sebenarnya Sabdapalon & Noyogenggong.

Beliau Sabdapalon dan Noyogenggong bukanlah Satrio Piningit (SP)seperti disebut sebagian orang. Beliau berdua entitasnya sudah ada sejak 2500 tahun lebih, tentu saja sebelum dialektika misteri SP muncul dalam satra-sastra kuna. Beliau adalah sosok pamomong, pembimbing para Raja besar Nusantara, perannya sebagai penasehat, pelindung sekaligus guru spiritual para Raja-raja besar di Nusantara. Beliau bukan pemimpin atau raja tetapi sosok yang selalu mengasuh (Jawa:momong) kepada setiap raja-raja besar di bumi nusantara. SP konotasinya adalah kesatria yang berperan sebagai pahlawan atau pemimpin spiritual dan negarawan namun statusnya sebagai ksatria sulit disangka diduga. Sebelum beliau memimpin bangsa figurnya sulit terekspose oleh masyarakat umum, kecuali orang yang memiliki mata batin tinggi. SP tidak lain adalah Ratu Adil (RA). SP atau Ratu Adil adalah kesatria yang amat tersamar jati dirinya, maka disebut juga Satrio Piningit. Beliau TIDAK AKAN PERNAH MENGAKU (mengklaim) kepada khalayak apalagi mengekpose dirinya di depan publik sebagai Satrio Piningit atau Ratu Adil. Tetapi orang lain lah yang akan menjulukinya, karena seluruh karakter pribadi dan perjuangannya sesuai dengan misi sang Kalipatullah Paneteb Panatagama, Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu, Ratu Adil Herucakra, yang tanda-tandanya telah diungkapkan lebih dahulu dalam prediksi-prediksi kuno. Ratu Adil akan menjadi asuhan penasehat/pembimbing/dahyang para raja-raja besar dan pengasuh seluruh manusia Jawa yakni Sabdopalon dan Noyogenggong. Jadi konsep Sabdopalon-Noyogenggong, dengan Satrio Piningit atau Ratu Adil konsepnya berbeda, berdiri sendiri tetapi memiliki untaian atau rangkaian peranan yang sangat erat. Kehadiran mereka dikiaskan sebagai kepanjangan tangan Tuhan (kalifatullah), pemimpin (imam mahdi/messiah/ herucakra) yang bersifat universal meliputi seluruh agama, bangsa, suku, ras, golongan dalam upaya penyelamatan bumi khususnya bumi nusantara.

Saya tidak akan membahas panjang lebar tentang konsep Sabdapalon-Noyogenggong. Tetapi akan mengupas makna dalam kiasan sastra kuno, tentang misteri SP atau RA dan kaitannya dengan Sabdapalon-Noyogenggong serta tanda-tanda zaman akan kehadirannya. Puji syukur kepada Tuhan YME, setelah melalui ‘laku’ spiritual yang sangat lama, Sabdalangit telah memperoleh sedikit sekali gambaran dan jawaban atas misteri besar tersebut.

Ratu Adil Berbeda figur dan person maupun konsep dibanding Sabdopalon-Noyogenggong. Ratu Adil juga memiliki konsep sendiri yang jelas. Ratu adalah sosok atau tokoh jenis kelamin perempuan yang menjadi ‘raja’ atau pemimpin, atau negarawan. Menjadi ‘ratu’ atas bangsa ini, dengan dasar sikap adil paramarta, hambeg lakutama, bèrbudhi bawaleksana, dikenal sebagai senjata trisula wedha) dan ‘pedang katresnan‘ sangat tajam berupa niat suci, dengan lautan kasih sayang. Bernaung di bawah payung kuning (kebenaran). Ratu adil berasal dari gunung srandil artinya puncak keprihatinan, topo broto, topo ngrame, loro wirang.

Berada di dalam kandungan/rahim ibu selama lebih dari telung podho (3 bait, maksudnya sewindu atau 8 tahun) untuk menggenapi tapa brata-nya. Jiwanya telah digembleng oleh para leluhur besar bumi nusantara. Ratu adil dari “tanah arab” (kebetulan KTP Islam) yang menegakkan ‘gama budi’.  Gama-budi bukan berarti secara harfiah adalah agama Budha, tetapi menjunjung tinggi budi pekerti luhur. (lihat; Betal Jemur Quraisin Adammakna/kitab Betal Jemur jilid 7). Kelak bumi nusantara akan adil, subur, makmur, menjadi ‘kiblat’ mercusuar dunia. Pada saatnya nanti masing-masing suku bangsa akan menghidupkan kembali nilai kearifan lokal (local wisdom) dan membuat hidup lagi budaya warisan leluhur bumi Nusantara yang pernah mengalami masa jayanya di masa silam. Perbedaan suku, ras, agama justru menjadi bahan untuk membakar semangat Bhineka Tunggal Ika, bersama-bersatu di atas ragam perbedaan, bermuara pada keutuhan dan kesatuan bangsa, di Bumi Nusantara.

Ciri-ciri Ratu Adil

  1. Ratu Adil: ratu memiliki makna seorang perempuan pemimpin nan cantik luar dalam, adil dan bijaksana sebagai pemimpin bumi nusantara menggapai kemakmuran, kesejahteraan,  ketenteraman dan kebahagiaan.
  2. Seorang yang memakai Nama Tua ; bukan berarti sebutan spt embah, ki, kyai, dst, melainkan nama tua yang sesungguhnya spt misalnya ‘Sekar Kedaton …..’
  3. Senjata Ratu Adil; Pedang sirulah/sir sejati atau (pedhang katresnan) rahsa sejati, senjata ratu adil antara lain berupa ‘pedang sangat tajam’ berupa niat suci dan lautan kasih sayang kepada sesama tanpa membedakan apa agamanya, suku bangsanya, ras dan golongannya.
  4. Di bawah payung kuning; payung kuning adalah lambang kemuliaan dan keluhuran budi pekerti. Juga bermakna keberanian yang berpijak pada suatu kebenaran universal.
  5. Lumuh bandha; walaupun Ratu Adil kelak merupakan sosok yang sukses ekonominya dan makmur, sejahtera, tetapi hidupnya tidak gila harta, justru dengan kekayaannya akan didermakan kepada orang-orang yang sangat membutuhkan, sebab Ratu Adil gemar membantu orang-orang yang menderita, kesusahan dan kesulitan.
  6. Kalipatullah panetep panatagama; lahir di bumi nusantara untuk mengemban amanat Roh Jagad Agung (Hyang Jagadnata), sebagai pemimpin yang memberikan banyak pelajaran tentang makna hidup yang sejati. Untuk diimplementasikan di bumi (Nusantara. agar supaya manusia mampu memahami makna sejatinya dari agama. Pemahaman agama yang mendalam akan menumbuhkan rasa saling menghargai, bahu membahu, serta membantu seluruh umat beragama agar dapat memahami apa hakikat sesungguhnya agama itu sendiri, sehingga tidak ada lagi konflik antar agama, primordialisme, rasisme, sikap hipokrit. Minimal di bumi nusantara.
  7. Bayi calon Ratu adil dilahirkan oleh seorang ibu yg rambutnya sudah keluar uban, didampini dua bayi laki-laki yg  wajahnya tampan rupawan  sebagai saudara kembarnya. Bayi calon ratu adil lahir dari rahim ibu sekaligus kembar tiga (triplet), satu perempuan di tengah yang dua laki-laki sebagai kakak dan adik kembarnya. Kakak kandung Ratu Adil, sejak masih di dalam rahim ibu sudah terdapat tanda-tanda memiliki talenta luarbiasa dalam bidang medis, sedangkan adik kandung ratu adil, sejak masih di dalam rahim ibunya pula telah memiliki keajaiban super jenius yg kemampuan otaknya tidak bisa diukur. Kelak, sejak lahir ketiganya menjadi aset bangsa Indonesia yang akan mampu membawa kemakmuran dan keadilan seluruh rakyat.
  8. Ketiga bayi tersebut, sejak lahir (bahkan sejak dlm kandungan ibu) sudah bisa berkomunikasi dgn ibu dan bapaknya. Sebagai persiapannya menjadi aset besar bangsa dan calon penyelamat bumi nusantara, ketiganya digembleng sejak masih di dalam rahim ibunya tentang berbagai ilmu pengetahuan dan ilmu ‘linuwih’. Karenanya Ratu Adil sejak lahir sudah membawa talenta dan kemampuan luar biasa dalam hal ilmu agama, kesaktian, joyokawijayan, olah kanuragan (beladiri), kawaskitan lahir batin yg sangat tinggi, arif bijaksana, luhur budi pekertinya (sebagai warisan dari ibunya). Ratu adil memiliki keahlian dlm bidang tatanegara, politik, hingga kesenian misalnya beksa atau menari, seni tembang jawa, dan pandai pula dalam tataboga.

Sejak masih di dalam kandungan rahim ibu, badan halus dan sukmanya, sudah digembleng oleh para leluhur Ratugung Binatara, eyang-eyangnya sendiri dari kalangan priyayi dan bangsawan (garis keturunan dari sang ibu) yang dahulu menjadi Natapraja Ratu Gung Binatara. Dengan materi pelajaran meliputi ilmu kesaktian, kedigjayaan, tatanegara, hukum, politik, ekonomi, kesenian (menari dan tembang), memasak. Materi pelajarannya termasuk di antaranya serat Wulang Reh, Wulang Sunu, sejarah, berbagai macam suluk, kitab Wedhatama, Babad Centini, Pangreh Praja dan masih sekian banyak lagi kitab-kitab Jawa masa lampau. Keluhuran budi pekerti Ratu Adil diperoleh dari ibunya yang telah banyak sekali mengajarkan tentang keluhuran budi pekerti dan kebersihan hati sejak masih di dalam kandungan. Calon Ratu Adil juga mendapat bimbingan oleh para leluhur garis keturunan dari bapaknya yang dari kalangan rakyat biasa sekaligus  keturunan kyai, meliputi kesaktian, sipat kandel, diajarkan pula hakikat dari semua agama yang ada di bumi Nusantara. Sukma calon Ratu Adil, atas kehendak Tuhan YME, sudah dipersiapkan dan direstui oleh para leluhur besar bumi nusantara, termasuk para raja dan seluruh ratu/raja dari jagad gaib, di antaranya Kanjeng Ratu Kidul, Betara Kala, serta seluruh pembesar dari jagad maya di seluruh bumi nusantara memberikan doa dan memberikan restu kepada Calon Ratu Adil untuk kelak menyelamatkan dan memimpin bangsa ini menuju masa kejayaannya kembali.

PREDIKSI; mata batin RAHSA SEJATI

Untuk meminimalisir terjadinya berbagai kontroversi dan kesimpangsiuran, sejenak Saya mengulas tentang sejatinya Kanjeng Ratu Kidul. Beliau entitasnya sebagaimana manusia adalah tetap sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Beliau sangat religius, arif bijaksana, juga menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Beliau bukan jin, bukan siluman, bukan sebangsa setan. Kanjeng Ratu Kidul adalah titisan dari bidadari yang diizinkan Tuhan menjadi ratu jagad maya pesisir selatan. Tuhan menciptakan entitas Ratu Kidul supaya menjadi bandul keseimbangan antara alam gaib dan alam nyata. Semestinya antara manusia dengan makhluk gaib, membangun sinergisme; dengan saling “silaturahmi”, menghargai, memiliki hubungan simbiosis mutual, serasi dan harmoni dalam bahu membahu menjaga alam semesta dari kerusakan. Manusia dengan makhluk gaib pada arasnya dapat saling melengkapi, saling mengisi kelemahan masing-masing. Tetapi manusia sering takabur, merasa sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna sehingga lebih suka menyia-nyiakan, menghina, aniaya, dan merendahkan, terhadap makhluk gaib (yang juga ciptaan Tuhan) secara pukul rata. Padahal kesempurnaan manusia hanya tergantung akalnya saja. Bila akal digunakan untuk mendukung kejahatan bukankah manusia tidak lebih mulia daripada binatang yang paling hina sekalipun.

Tidak seluruh makhluk gaib itu berkarakter jahat, seperti halnya manusia ada yang berkarakter jahat, suka mengganggu, tetapi ada yang berkarakter baik pula. Tetapi makhluk gaib terlanjur sering menjadi kambing hitam, oleh  manusia-manusia “jahat” agar dapat berkilah bahwa mereka melakukan kejahatan karena ulah “si setan”. Bukankah, manusia akan menjadi lebih bijaksana jika mengatakan bahwa manusia melakukan kejahatan karena menuruti hawa nafsunya (NAR/api/ke-aku-an) sendiri yang menjelma menjadi ’setan’. Pembaca yang budiman dapat saksikan sendiri, bilamana bulan suci tiba, setan-setan dibelenggu, tapi kenapa pada bulan puasa tetap saja banyak kasus korupsi, pembunuhan, maling, rampok, penggendam, penipuan, bahkan pernah saya melihat ada orang kesurupan, pernah pula melihat ‘penampakan’!? Mungkin manusia salah mengartikan, setan yang dibelenggu tidak lain adalah nafsu negatif kita sendiri. Dan yang membelenggu hawa nafsu negatif (NAR) tidak lain menjadi tugas kita sendiri, dengan borgol berujud jiwa yang suci (NUR) atau an nafsul mutmainah, dengan artikulasi akal dan budi pekerti yang luhur.

Berbeda dengan konsep Kanjeng Ratu Kidul, adalah Betara Kala disebut-sebut raja makhluk gaib dari ‘dunia kegelapan’. Sebutan itu muncul karena Betara Kala mencari korbannya yakni manusia. Tetapi seyogyanya jangan terburu-buru pada kesimpulan bahwa Betara Kala merupakan makhluk jahat dari dunia gaib yang ‘hitam’. Karakter ‘jahat’nya, karena Betara Kala hanya menjalankan titah atau kodrat Tuhan, sebagai eksekutor/algojo bagi orang-orang  yang melawan kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan termasuk eksekutor bagi orang yang melanggar paugeran dan wewaler. Peranan Betara Kala sama halnya dengan Kanjeng Ratu Kidul sebagai penyeimbang antara jagad kecil dan jagad besar. Membangun sinergisme antara dunia manusia dengan dunia makhluk gaib. Jika manusia mempercayai peran-peran tersebut, manfaatnya dalam kehidupan kita sehari-hari justru membangun sikap religius, kita menjadi lebih hati-hati dalam menjalankan roda kehidupan yang penuh “ranjau”. Manusia selalu menjaga diri dengan sikap eling lan waspada. Semakin banyak orang lupa diri; tidak eling waspada, suka melanggar wewaler,  maka cepat atau lambat Tuhan pasti memberikan azab, baik dalam bentuk bencana kemanusiaan maupun bencana alam di bumi nusantara.

Sekalipun saat ini semakin banyak orang-orang yang tampak sangat religius, mengaku sebagai pahlawan agama, jago ceramah, namun banyak pula di antara mereka yang sesungguhnya amat dangkal pengetahuannya, ilmunya sebatas “kulit”. Golongan ini tak menyadari jika sedang kekenyangan makan ‘kulit’(syari’at) saja. Selanjutnya muncul gejala semakin gencar manusia tampil sebagai pembela agama baik dengan menghalalkan cara-cara kekerasan maupun pedagog verbal. Semakin banyak jumlah orang-orang yang seolah-olah soleh-solehah, giat pergi ke tempat ibadah, tetapi semakin banyak pula mereka terbukti melakukan perbuatan keji, korupsi, selingkuh, merampok hak orang lain, memperkosa, mencuri, menipu, mencelakai orang, pagar makan tanaman. Tentusaja mereka melakukannya dengan kesadaran sambil mencari-cari dalil yang mengada-ada sebagai alasan pembenar. Kesalahan kecil dibesar-besarkan, namun jelas-jelas kejahatan besar tidak dihiraukan.

PERTANDA KEDATANGAN CALON SATRIA PININGIT

Jangkajayabaya; Sabda Gaib

Babon asli kagunganipun Dalem Bandara Pangeran Harya Suryanegara ing Ngayugyakarta

Sinom

Wirayat kanthi dahuru, lalakone jaman wuri, kang badhe Jumeneng Nata, amengku bawana jawi, kusuma trahing Narendra, kang sinung panggalih suci.

(Tanda-tanda dengan diawali munculnya huru-hara, kejadian zaman nanti, yang akan menjadi Pemimpin di tanah Jawa (Nusantara), seorang keturunan raja, yang memiliki hati suci.

Ing mangke karseng Hyang Agung, taksih sinengker marmaning, akeh ingkang katambuhan, mung kang para ulah batin, sinung weruh dening pangeran, iku kang saged mastani.

(Di saat nanti, sudah menjadi kehendak Tuhan Maha Agung, tetapi sekarang masih di dalam tabir rahasia Tuhan, banyak orang tidak mengetahui, hanya orang yang mau mengolah batinnya, diijinkan Tuhan mengetahui (sebelum terlaksana), itulah orang yang tiada diragukan lagi)

Dene wontene dahuru, sasampune hardi Mrapi, gung kobar saking dahara, sigar tengahira kadi lepen mili toya lahar, ngidul ngetan njog pasisir.

(Sedangkan munculnya huru-hara (ditandai) setelah Gunung Merapi berkobar hebat (meletus) oleh sebab adanya bencana (gempa bumi), (Merapi) terbelah tengahnya seperti sungai, mengalir di dalamnya air (hujan) membawa lahar dingin, arahnya ke tenggara, lahar dingin yang dibawa oleh air, hanyut hingga masuk ke laut selatan.

Keterangan: pertanda ini sudah terjadi pada tahun 2007 lalu.

Glacap Gunung yang bernama Gegerboyo Merapi (punggung buaya) kini tinggal kenangan

ini sebagai salah satu pertanda yang telah diprediksi ratusan tahun silam

gegerboyo

Myang amblese Glacapgunung, sarta ing Madura nagri, meh gathuk lan Surabaya, sabibaripun tumuli, wiwit dahuru lonlona, soyo lami soyo ndadi.

(Pertanda punggung G Merapi (populernya disebut punggung buaya atau geger boyo) amblas/longsor. Serta Surabaya dan Madura hampir bertemu daratan.

Keterangan: Geger boyo runtuh terjadi Mei-Juni tahun 2006 setelah terjadi gempa Jogja, disusul letusan Gunung Merapi yang dahsyat.

Pulau atau wilayah Surabaya-Madura hampir bertemu daratan, sudah terjadi karena jebolnya lumpur lapindo yang dibuang ke selat Madura. Penafsiran lainnya; jembatan yang menghubungkan kota Surabaya dengan Madura atau jembatan Suramadu hampir selesai.

Temah peperangan agung, rurusuh mratah sabumi mungsuhe datan karuwan, polahe jalma keha sami, kadi gabah den interan, montang-manting rebut urip. Papati atumpuk undhung,desa-desa morat marit, kutha-kutha karusakan,

kraton kalih manggih kinkin, ing Sala kaleban toya, Ngayugyakarta Sumingkir.

(Setelah itu terjadi konflik besar, kerusuhan merata di seluruh bumi, penyebabnya tidak jelas, tingkah manusia sama saja, bagaikan gabah ditampi, kocar-kacir berebut hidup. Kematian massal terjadi di mana-mana, desa carut-marut, kota-kota banyak terjadi kerusakan, dua kerajaan (Jogja dan Solo) terjadi musibah, di Solo kerajaannya “terendam banjir”*. Yogyakarta tersingkir**.

Keterangan; *konflik antar pewaris tahta antara Hangabehi dengan Tejowulan,

**sementara Keraton Jogja tersingkir karena tidak mendapatkan anak laki-laki sebagai Pangeran Putra Mahkota calon pewaris tahta.

Saat ini sudah terjadi.

Ratunya murca sing Kraton, ngilang kalingan cecendis, sanget kasangsayanira, wus karsaning Hyang Widi, gaib ingkang kelampahan, kinarya buwana balik.

(Ratu/rajanya meninggalkan keraton, kemasyhurannya kalah dengan gaung keonaran para penghianat, semua itu sudah menjadi kehendak Tuhan, gaib yang terjadi, membuat keadaan zaman serba terbalik.

Jangka Jayabaya ; Catursabda

Pethikan seratan tangan

Kangge sambetan jangka triwikrama

Pameca wontening jaman dahuru, tuwin rawuhipun ratu adil panetep panatagama kalipatullah.

Pamecanipun sang prabu Jayabaya ing kadhiri. Kulup ingsun mangsit marang sira, yen ing tembe tanah Jawa wis kesingget-singget saenggon-enggon, desa-desa wus sigar mrapat, pasar-pasar ilang kumarane, kali ilang kedhunge, kereta tanpa turangga, lan ana satriya teka kang putih kulite, saka kulon pinangkane, nuli ana agama tatakonan padha agama.

(Mencermati terjadinya zaman kesengsaraan, hingga kedatangan Ratu Adil panetep panatagama, utusan Tuhan. Kewaskitaan Sang Prabu Jayabaya ing Kadhiri. Anak-anakku, ingsun berpesan (secara gaib) kepadamu, bilamana kelak tanah Jawa (nusantara)telah terpilah-pilah, pasar (tradisional) kehilangan gaungnya, sungai-sungai semakin surut airnya, kereta tanpa kuda, segera datanglah kesatria berkulit putih, dari barat asalnya, sejak itu terjadi perselisihan antar agama)

Apamaneh dhayoh mbagegake kang duwe omah, ana kebo nusu gudhel, endah-endah cacahing gendhing sekar kaendran, sanalika iku wong Jawa akeh kang tesmak bathok, sanajan mlorok ora ndelok, andheng-andheng dingklik,

lah ing kono kulup, ora suwe bakal katon alat-alate kang minangka dadi cacaloning Sang Ratu Adil panetep panata agama kalipatulah utusan kang ngemban dhawuhing Gusti, paribasane sumur marani timba, guru luru murid, prajurit ngunus pedang katresnan,

(apalagi (pertanda) tamu mempersilahkan tuan rumah, orang tua berguru pada yang muda, muncul beragamnya nyanyian dan musik yang populer, seketika itu pula banyak orang Jawa yang berkacamata tempurung (walaupun melotot, tetap tidak bisa melihat), tahi lalat di wajah (yang nyata ada pada diri sendiri tidak dapat diketahuinya), nah di situlah anakku, tidak lama lagi akan mulai tampak tanda-tandanya siapa yang akan menjadi calon Ratu Adil, utusan yang mengemban perintah Tuhan, diumpamakan sumur mendatangi timba, guru berburu murid, prajurit menghunus pedang kasih sayang)

nanging akeh wong-wong kang padha mangkelake atine, nyumpelake kupinge, ngeremake matane.

(tetapi banyak orang-orang yang membuat kesal hati, mentulikan telinganya, dan menutup mata (tidak peduli).

Nanging sapiro anane wong kang melek, padha ngrungu lan padha anggarubyung tut wuri lakune cacala mau mesthi slamet.

(tetapi seberapapun adanya orang yang peduli, mau mendengar, dan mengikuti jejak langkah Ratu Adil, maka mereka pasti selamat hidupnya)

…….awit sadurunge ratu adil rawuh, ing tanah Jawa ana setan mindha manungsa rewa-rewa anggawa agama, dhudhukuh ing glasah wangi, dadine manungsa banjur padha salin tatane, satemah ana ilang papadhange, awit padha ninggal sarengate, dadi kapiran wiwit timur mula.

(….sebab sebelum RA datang, di tanah Jawa (nusantara) muncul “setan” berlagak manusia “berbulu” lebat mengaku pembela agama, menetap di “glasah wangi” menjadikan manusia berganti tatanan, menyebabkan datangnya kegelapan, karena orang-orang meninggalkan tradisinya, lalai sejak masih muda)

Mulane wekas ingsun marang sira, sira kang ngati-ati, krana  gusti sang ratu adil, lagi tapa mungsang ana sapucuking gunung sarandhil,

(Maka pesanku pada kalian, kalian harus berhati-hati, karena gusti sang Ratu Adil baru melakukan penempaan diri dalam ‘pertapaan’nya)

mung gagamane bae golekana kongsi katemu, awit ing tembe bakal ana jumeneng ratu kang padha baguse, padha pangagemane lan iya padha paraupane, lah ing kono para wong-wong padha pakewuh pamulihane, satemah padha bingung,

(..hanya saja, carilah “senjata”nya (RA) sampai ketemu (budi pekerti luhur), sebab kelak bakal ada berdiri ratu yang sama cakapnya, sama pakaiannya dan juga sama wajahnya, nah di situlah orang-orang akan merasa malu sendiri, sebagian yang lain kebingungan (ket: karena orang yang sangka calon SP ternyata bukan).

Keterangan; Cermatilah ciri-ciri Ratu Adil sejati, karena ada yang seolah dianggap sebagai Ratu Adil, padahal ia palsu. Maka banyak orang yang menyangka, lantas menjadi malu dan bingung telah salah sangka.

…nanging luwih beja wong kang wis mangerti kang dadi pangerane, mulane sira kulup, dipoma aja nganti lali marang tetengering sang ratu Adil panetep panata gama.

(…tetapi lebih beruntung orang yang sudah mengerti siapa yang menjadi pemimpin dan panutannya, makanya kalian semua jangan sampai lupa akan ciri-khas atau tanda khusus siapa sang Ratu Adil panetep panata gama).

Dene sira wis ketemu aja nganti sira katilapan, tutu buriya ing satindake lan embunan tumetesing banyu janjam, mesthi slameta langgeng ing salawas-lawas…mung iki piweling ingsun marang sira kulup, poma den estokna.

(jika kalian sudah bertemu (calon SP), jangan sampai kalian terlena, ikutilah jejak langkahnya, pasti selamat, abadi selamanya…hanya ini pesan ku kepada kalian semua, maka patuhilah)

Jangka Jayabaya, pethikan serat tangan

Bilih sampun wonten tandha-tandha ingkang sampun celak rawuhipun calon Ratu Adil;

(Tanda-tanda kehadiran Ratu Adil sudah dekat:

Padha kaping 1

Besuk ing jaman akhir, sawise jaman hadi, ratu Adil Imam mahdi saka tanah Arab meh rawuh, tengarane tatanduran suda pametune, para pandhita kurang sabare, ratu kurang adile, wong wadon ilang wirange, akeh wong padu lan padha goroh, akeh wong cilik dadi priyayi, wong ngelmu kurang lakune lan nganeh-anehi.

(Kelak, pada saat Ratu Adil “imam mahdi” (pemimpin umat manusia) “dari tanah arab” (semacam kiasan: orang asli Indonesia tetapi kebetulan beragama Islam) sudah hampir tiba waktunya, tanda-tandanya adalah; tanaman berkurang hasilnya, para pemuka agama kehilangan watak sabarnya, pemimpin kurang rasa keadilannya, perempuan kehilangan rasa malu, banyak orang bertengkar dan berbohong, banyak orang kecil menjadi priyayi, orang berilmu kurang pengamalannya dan tindak-tanduknya janggal/aneh.

Dene yen rawuhe ratu Adil wis cedhak banget, ana tengarane maneh:

Tanda-tanda jika datangnya Ratu Adil sudah dekat sekali;

1) yen sasi sura ana tundhan dhemit.

(bulan sura ini terjadi pada sekitar Januari-Februari 2007, sebagai bulan sura duraka, di tahun kalabendu; maka banyak musibah dan kecelakaan mengerikan baik di udara, darat, laut (kereta, pesawat, kapal laut, bus, kendaraan)

2) srengenge salah mangsa mletheke.

(awal 2007 matahari terbit setelah jam 06.00 wib; seharusnya terbit mulai jam 05.30 wib)

3) rembulan ireng rupane

(dibarengi dengan kejadian gerhana bulan berturut-turut selama tiga hari, di tiga lokasi wilayah nusantara).

4) banyu abang rupane.

(awal bulan februari 2007 hampir diseluruh  wilayah Indonesia terjadi banjir, airnya keruh berwarna coklat kemerahan, lamanya sekitar 3-5 hari)

Tengara iki telung dina lawase, yen wis ana tengara mangkono, kabeh wong bakal ditakoni, sing ora bisa mangsuli bakal dadi pakane dhemit, sebab ratu adil mau rawuhe anggawa bala jim, setan lan seluman pirang-pirang tanpa wilangan.

(tengara ini 3 hari lamanya, bila sudah terdapat tengara itu, mulai memasuki zaman di mana semua orang akan ditanyai, yang tidak bisa menjawab bakal menjadi makanan makhluk halus, sebab ratu Adil kedatangannya membawa berjuta malaikat, jin dan makhluk halus (siluman) banyak tak terhitung.

Keterangan; semua orang “ditanyai”; dalam arti disodorkan dua pilihan, ingin jalan yang baik dengan mengikuti langkah RA atau memilih jalan kegelapan dengan menentang RA. Yang tidak bisa menjawab, berarti termasuk orang-orang menentang kedatangan RA utusan Tuhan. RA dibimbing dan dituntun (jangkung dan jampangi) berjuta leluhur bumi nusantara (mayuta malekat), sedangkan orang-orang yang melawan RA akan mendapatkan celaka sebagai hukuman tuhan.

Padha kaping 2

Dene pitakone lan wangsulane mangkene;

(Pertanyaan dan jawabannya sebagai berikut)

asalmu saka ngendi = saking kodratulah,

yen bali apa sangumu = sahadat iman tokid makripat islam,

apa kowe weruh aranku = Gusti Ratu Adil Idayatullah,

apa agamamu = sabar darana,

apa kowe weruh bapakku = Gusti ratu adil Idayat Sengara,

apa kowe weruh ing ngendi panggonanku dilairake = Kalahirake Hyang Wuhud wonten sangandhaping cemara pethak.

Keterangan: ratu adil imam mahdi dari tanah arab maksudnya, pemimpin umat manusia di bumi nusantara yang bersifat universal, kebetulan sebagai pemeluk Islam. “berbaju” Islam tetapi memperoleh “makrifat” seluruh agama di bumi.

Dari mana asalmu ? Jawab; atas kehendak Gusti Hyang Jagadnata. Ratu adil lahir di bumi nusantara,  sudah menjadi kehendak Tuhan. Jika ‘pulang’ mempertanggungjawabkan tugas manusia sebagai utusan Tuhan, bekalnya adalah ikrar janji dan menepati janjinya, sebagai manusia yang menggapai makrifat. Kesaksian bahwa Ratu Adil membawa amanat bagi kebahagiaan seluruh rakyat melalui ilmu makrifat yang  universal melampaui semua agama, suku, ras, golongan.

Apa kamu tahu namaku? Jawab; gusti Ratu Adil pembawa petunjuk dari Tuhan.

Apa agamamu? Jawab; kesabaran yang seluas samudera.

Apa kamu tahu bapakku? Jawab; gusti Ratu Adil Idayah Sengara, orang selalu mengutamakan keadilan dan keluhuran budi pekerti, dan hidupnya berada selalu dalam ‘laku prihatin’.

Apa kamu tahu dimana aku dilahirkan? Jawab; Dilahirkan oleh Hyang Wuhud, di bawahnya pohon cemara putih.

Maknanya; dilahirkan oleh seorang ibu yang berbudi pekerti amat luhur, suci hatinya, bersih lahir batinnya, cerdas pikirannya. Lahir di bawah (pohon) cemara putih, artinya RA dilahirkan dari rahim seorang ibu yang rambutnya sudah mempunyai uban, atau seorang ibu (yang secara teori), sudah tak mungkin bisa melahirkan anak.

Jangka Jayabaya

Salebare Raja Kuning

Babon asli kagungan Dalem

Bandara Pangeran Harya Suryawijaya

ing Ngayugyakarta

padha kaping 16

Ana ratu kinuya-kuya, mungsuhe njaba njero, ibarate endhog ngapit sela, gampang pecahe, nanging rineksa Hyang Suksma, mungsuhe kaweleh-weleh,

(ada ratu yang teraniaya, musuhnya luar dalam, ibarat telur terhimpit batu, mudah pecah, tetapi selalu dijaga keselamatannya oleh Tuhan, sehingga musuhnya menanggung malu sendiri)

ratu mau banget teguhe kinuya-kuya ora rinasa, malah weh suka raharja, kaesa mbelani negara sigar semangka, ambeg utama tan duwe pamrih, mung netepi kasatriyane, tambal bandha mau, mung ngengeti kawukane,

(ratu tadi sangat tabah teraniaya tidak dirasakannya, sebaliknya memberikan kesejahteraan kepada yang menganiaya, demi membela negara secara adil seperti membelah semangka, budi pekertinya yang sungguh mulia tidak memiliki pamrih, hanya memenuhi tanggungjawabnya sebagai kesatria (kodratulah), bersedia mengeluarkan hartanya karena ingat sejatinya tugas dan tanggungjawab manusia lahir ke dunia (sangkan paraning dumadi).

ratu mau putrane mbok randha kasiyan, kawelas arsa wit timur mial, sinuyudan mring pra kawula,

(ratu tadi putranya ibu yang (lama) menjanda dan selalu prihatin dan teraniaya, namun penuh belas kasih sejak usia muda, sehingga sangat disayangi dan hormati oleh banyak orang)

ratu mau ijih sinengker Hyang Widhi, mapan samadyaning rananggana, sajroning babaya, minangka tapa bratane, kesampar kesandhung nora kawruhan, kajaba wong kang wis kabuka rasane, meruhi mas tulen lan kang palsu, ing kono katon banyu sinaring, wong becik ketitik ala ketara, wong palsu mecucu.

(ratu tadi masih disembunyikan oleh Tuhan, bertempat di dalam wahana rahasia Tuhan, di antara berbagai marabahaya, sebagai wujud tapa brata-nya, dianggap remeh dan tidak disangka oleh banyak orang, kecuali orang yang sudah terbuka rasanya, mampu mengetahui mana emas tulen dengan yang palsu, kebenaran ibarat air yang tersaring, orang baik akan tampak baiknya, orang jahat akan  terlihat jahatnya)

Begjane wong sing padha eling, cilakane kang padha lali. Sing sapa krasa lan rumangsa, bakal antuk kamulyan lan karaharjan.

(beruntung bagi orang yang selalu ingat, celaka bagi yang lupa diri. Barang siapa yang dapat mawas diri, tahu diri, bakal mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan)

pada kaping 17

nuli ana ratu kembaran atismak bathok,

(kemudian ada ratu yang lahir bersama-sama saudara kembarnya,(atismak bathok = senajan melorok ora ndelok artinya walaupun orang bertatapan atau bertemu langsung, tetapi tidak menyadari bahwa dialah sesungguhnya calon RA dan saudara-saudara kembarnya)

dhepe-dhepe marang wong pidak pedarakan,

(Menjadi anak yang berlindung kepada bapaknya dari kalangan rakyat biasa)

nagara dadi siji, pinilih endi kang asih

(negara bersatu dalam kesatuan, akan terseleksi siapa yang mencintai negara)

pada kaping 19

ahire Pangeran anitahake, ratu adil imam mahdi, iya putrane mbok randha kasiyan, kang kesampar kesandhung, durung kinawruhan, ijih sinengker Hyang Widhi.

(akhirnya Tuhan mengutus, ratu adil imam mahdi, yakni putranya “mbok randa kasiyan” yang terlunta, belum terungkap jati dirinya, masih dirahasiakan Tuhan)

Keterangan: akhirnya Tuhan mencipta dan mengutus ratu adil sebagai pemimpin yang membawa amanat untuk membenahi kerusakan dahsyat bumi nusantara akibat bencana kemanusian dan bencana alam,

Ia adalah putrinya seorang ibu yang hidupnya selalu dalam lara lapa (penderitaan batin) tetapi banyak dikasihi orang dan menjadi tempat berlindung orang-orang yang lemah dan menderita. Seorang ibu yang hidup lama menyendiri seperti ‘menjanda’ karena perjuangan hidupnya sebagai single parrent dan single fighter, dalam kurun waktu lama puluhan tahun, kemudian bertemu laki-laki yang menjadi jodoh sejatinya (garwa), juga calon ayah sang ratu adil. Tetapi di mana mereka sekarang tidak banyak diketahui orang keberadaanya, karena masih tengah ‘menyamar’, dan dalam ‘persembunyian’ di dalam perlindungan Tuhan.

Hanya orang-orang yang beruntung, juga orang-orang linuwih yang memiliki kawaskitan sangat tinggi yang dapat mengetahui sejatinya siapa ‘mbok rondo kasiyan’, bapaknya, dan calon ratu adil, dan di mana keberadaannya pada saat ini.

pada kaping 20

Ratu iku asikep mbelani bangsa tansah ana samadyaning ranggana, nanging setengah ijih dadi buburon, marga dicurigani dening jaba jero,

luwih-luwih para pidak pedarakan sebab yen iku katon bakal mbabarake sakehing lalakon kang oran bener,

temah ora bisa kakeeh utawa aji mumpung, Karsa Gusti Kang Akarya Jagad wus cedak titimangsane,

arep binabar kanggo mlerat sakehing piala kang rumangsuk samungsa Jawa.

Babare (lahirnya) ratu iki mawa gara-gara sindhung riwut karawati ngakaka,

kilat thatit liliweran bledeg ngampar-ampar, kasusul panjebluging gunung Tidhar,

sasideming gara-gara, ing jagad padhang sumilak, pangeran paring pangapura, kang pepulasan melecet pulase, katon sawantahe, kang emas katon emas, kang timah katon timah, satriyo katon satriyo, kere katon kere, kang ala ketara, kang becik ketitik, kang salah seleh, rawe-rawe rantas, malang-malang putung.

Ratu mau ambleg utama, lumuh bandha, dahare mung sajung, marga saking welas asih mring kawula.

Julukane imam mahdi iya Kalana jayeng palugon, akedhaton ing grjiwati, tengah-tengahing bumi Mataram,

saiki kasangsaya lagi tarakbrata anglindhung mring pra kawula, entenana den saranta kalayan madhep Hyang Suksma.

Dene rawuhe Ratu Adil iku saka lor kulon, mulih mring pakuwone, ing kono mulyaning Nungsa Jawa, harja Kreta tan ana sakara-kara.

Mohon maaf; Silahkan anda telaah sendiri!

Kapan lahirnya calon ratu adil dapat dipahami dari tanda-tanda kehadiran kembali Sabdapalon-Noyogenggong. Sebab tugas Sabdapalon-Nayagenggong kembali hadir di bumi nusantara adalah dalam rangka mendampingi dan momong sejak Ratu Adil lahir dari rahim ibunya. Jika dilihat  tanda-tandanya maka pada saat ini sudah dekat kelahiran sang ratu adil;

Jangka Jayabaya

Sabda Gaib

KPH Suryanegara ing Ngayugyakarta

SINOM

1. Sesotyaning tanah Jawa. Oncat embananeki, owahing kang tata cara, golongan patang prakawis, aluluh dadi siji angrasuk kasudranipun, nagara tanpa tata, mung ngluru kasil pribadi, tingalira tumuju salak rukma.

2. Kusuma taruna tama, mbeg suci ngupala wening, linawuran dening Gusti Sang Jagadnata wus mantun denya piningit, kinen anyapih sami, kang samya gung perang pupuh, lan nyirnaken durmala, mamalaning Nungsa Jawi, gya tumindak nglakoni pakoning Gusti Sang Jagadnata.

3. Ngrabaseng prang mung priyangga, prasasat tan ngadu jalmi prajurite mung sirolah (baca;sirullah), tutunggaleng langgeng eling, parandene kang san ara mangsah kabarubuh, duhaka tutumpesan, tan lami pan sirep sami, ginantyaning ing jaman kreta raharja.

4. Pan wus ilang malaningrat, sinalin tulusing becik, lire murah sandang tedha, durwiala, dursila enting, enak atine sami, wong Jawa sadayanipun, sawusnya tentram samya, neng gih Sang Satriya Suci, pan jinunjung wong ngakathah madeg nata.

5. Ambawani tanah Jawa, julukira Narpati, Kanjeng Sultan Herucakra, ugi kangjeng Ratu Adil, kawentar asmaneki, tekeng tanah Sabrang kemput, tuhu musthikeng jana, nyata kekasihing Widhi, mila tansah pinuji mring wong sajagad.

6. Duh sanggyaning sanakingwang, mangga sami den titeni, dora tanapi temenya, ujare wirayat gaib, mugi saget netesi, yeku pitulungan agung, nging kedah sawi srana, sranane tobat mring Widhi, tobatira mung suci manah raharja.

7. Wirayat gaib kang weca, yekti nora cidra pasti, rawuhaw Sri Herucakra, lamun para pamugari, kang ngasta pusaraning, Tanah Jawa sami emut, marang para kawula, nanging yen katungkul sami salah wengweng rerebatan mas salaka.

8. Yen mangkono pasti gila, Herucakra Ratu Adil, nora teka malah lunga, sarwi nabda nyupatani, dhuh Gusti mugi-mugi, maringi enget pukulan, mring pra manggaleng praja, suci jujur eka kapti, yen mangkono Ratu Adil enggal prapta.

Jangka Jayabaya ‘Sabdapalon’

Babon asli Kagungan Dalem

Bandara Pangeran Harya Suryanegara

ing Ngayugyakarta

Sinom

pada kaping 5

…….pratanda tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar

(…pertanda kadatanganku, Gunung Merapi bila telah meletus keluar lahar)

pada kaping 6

ngidul ngetan purug ira, ngganda banger ingkang warih, manggih punika medal kula, wus nyebar gama budi, Merapi jangji mami, anggereng jagad satuhun Rarsanireng jawata, sadaya gilir gumanti, mboten kenging kalamunta kaewahan.

(ke tenggara arahnya, berbau busuk airnya, itulah tanda kedatanganku, sudah mulai menyebar ajaran budi pekerti luhur, Merapi adalah janjiku, bumi bergemuruh menjadi hukuman Tuhan, semua bergilir silih berganti, tidak dapat dipungkiri dan dirubah lagi)

Keterangan: Tahun 2007 merapi sudah meletus ke arah tenggara (selatan-timur) yakni ke arah kali Kuning, laharnya menimbun sungai terbawa air hujan menyusuri sungai tanggung (tidak besar tidak kecil), memisahkan tanah antara Kraton Yogya dan Solo, dan di pertengahan 2007 lahar dingin merapi telah sampai di pesisir selatan masuk kedalam lautan. Peristiwa ini baru terjadi sekali pada tahun 2007.

Kawah Gunung Merapi
Saat meletus dahsyat 7 Juni 2006 atau seminggu setelah gempa Jogja. Tampak kawah sudah jebol ke arah tenggara. Baru kali ini terjadi fenomena seperti itu. (+- 500 tahun setelah Sabdapalon Nayagenggong muksa)

merapi4

Ngidul Ngetan (Tenggara) purug ira

dadi kali Tanggung nami

merapi5

Jangka Jayabaya,

Pethikan Serat Tangan

Pangkur

1. Sekar pangkur ginupito, wonten resi saking ing ngatas angin, ngajawi njujug ing gunung, kondhang tanah Ngayugya, asung weca yen hardi Merapi njeblug, benjing pecah hardi sigal, dadi kali Tanggung nami

(Tembang pangkur berkumandang, ada lah resi turun dari atas angin, keluar menuju ke gunung, sehingga tersohor tanah Jogjakarta, memberi tanda bahwa gunung Merapi meletus, besok akan terbelah gunungnya, kemudian menjadi sungai Tanggung (baca; sungai sedang)namanya.

2. Ngayugyakarta kalawan Sala, dadya pisah datan atunggal siti, sinela kali Tanggung, ilining ponang tirta, langkung banter anjog ing seganten kidul, para dhemit gegeran, wadyane sang Ratu Dewi

3. Jeng Ratu Kidul punika, lan para dhemit darat amor lan jalmi, sarengan lindu ping pitu, obah bumi prakempa, gara-gara gonjang-ganjing agumuruh, gunung kendheng lorot gempal udan awu wah kerikil.

(nomer 2&3: Jogjakarta dan Solo, menjadi pisah daratan, dipisah oleh sungau Tanggung, mengalirnya air lebih kencang memasuki laut selatan, sehingga membuat para makhluk halus geger, yakni rakyatnya sang Ratu Dewi Kanjeng Ratu Kidul, dan para makhluk halus pergi ke daratan bercampur aduk dengan manusia, bersamaan dengan terjadinya gempa sehari tujuh kali, bumi berguncang, gogo-goro gonjang ganjing bergemuruh di mana-mana, gunung merapi longsor, hujan abu dan kerikil)

Keterangan: menunjuk peristiwa 13 Mei dan 27 Mei 2006 di Yogyakarta.

4. Caleret tahun ngregancang, kilat tathit kukuwung obar-abir, rakarta pindahipun, tan kenging yen dinuwa, apen sampun pepesthi nira Hyang Agung, yeku negri Surakarta, karatone benjing angadeg

5. Kacrita wonten bengawan, pan ing wara ketangga manggih mukti, suli wirayat wau, longsor pecahing harga, ingkang tirta amili awor lan lendhut, lan rawa pening Bahrawa, mubal geni keh jalma

(…(geger boyo/glacap gunung Merapi) longsor karena pecahnya gunung (Merapi), muncul air yang mengalir bercampur lumpur, dan Rawapening di Ambarawa berkobar api,

6. Sinareng ing tanah Jawa, nuli wonten penyakit andhatengi, lamon triwulan iku, satanah Jawa wrata, pra kawula sami giris manahipun, kataman bebenduning Hyang, nyarengi mangsa paceklik.

(bersamaan di tanah Jawa, muncul berbagai macam penyakit, dalam tiga bulan itu, tanah Jawa rata, orang-orang kecil sangat ketakutan, terkena hukuman Tuhan, bersamaan dengan musim paceklik)

7. Jumenengira Narendra, kalamrecu candrane srinarpati, kalasesatihipun, ngalamat praja rengka, nagri pindah akathah bot reipun, kawulane saya ndadra, ing prakarti kan tan yukti

8. Kawastanan jaman edan, kathah jaman nglampahi sungsang balik taman ing kalabendu, mukarda ngambra-ambra para ambleg sarjan kontit kasingkur, kasor hardaning angkara murka candhalaning.

(Disebut sebagai zaman edan, zaman yang serba terbalik, terkena hukuman Tuhan,

9. Wong agung reren mbehahak, marang raja branartane wong cilik, lang tabete budyayu, kisruh adiling praja, pra kawula sami andhang pakewuh, wuwuh-wuwuh tanpa mendha, pinupu pajeg mas picis

10. Kathah solahing kawula, kukumpulan arsa ngupaya budi, nanging tawur-tawur tinalen ing pepacak, dening praja ingkang ngasta kum apus, kang tan welas mring kawula, ratu nakoda mbeg juti

11. Puniku pinanggihira, nanging wuri badhe atimbul malih, angsa tulung Hyang Agung, wangsul wahyu nurbuwat, tanah Jawa pulih di duk rumuhun, Majapahit du ing kina, nagri mandhiri pribadi.

(Ini pendapatku, tetapi kelak akan muncul lagi, sudah menjadi kehendak Illahi, kembalinya wahyu nurbuat, nusantara kembali seperti zaman dahulu, seperti waktu kejayaan Majapahit, negeri yang mandiri secara pribadi.

12. Gemah ripah harja kreta, tata tentrem ing salami-lami, ilang kang samya laku dur, murah sandang lan boga, kang hamangkuasih mring kawulanipun, lumintu salining dana, sahasta pajeg saripis.

(kemakmuran melimpah ruah, langgeng, tertib tenteram selamanya, hilang lah kedurjanaan, murah sandang pangan, pemimpin yang penuh tanggungjawab dan kasih sayang kepada rakyatnya, selalu tidak kekurangan uang, ibaratnya tanah satu hektar pajaknya satu rupiah.

13. Siti sajung mung sareal, tanpa ubarampe sanese malih, antinen bae meh rawuh, mulyaning tanah Jawa, awit saking tan karegon liyanipun, nakoda wus tan kuwasa, pulih asal mung gagrami.

Kelak, tanah yang sangat luas pajaknya hanya satu real, tidak ada tambahan pajak lainnya, tunggulah saja (Ratu Adil)hampir tiba saatnya kemuliaan untuk nusantara,

Piweling (Peringatan)

Nuli ana janget ing ngatelon, nalika iku Jawa kari separo, walanda kari loro, sedulur ilang kangene, wong lanang ninggal lanange, wong wadhon ilang wirange, saenggon-enggon akeh ratu apung gawane pating belasak, wong nonoman akeh kang dadi mantri Bupati lan punggawane.

…kelak di kemudian hari, Jawa tinggal separo, belanda tinggal dua, saudara kehilangan rasa rindunya, laki-laki meninggalkan sifat kelelakiannya, perempuan tidak punya rasa malu lagi, di mana-mana banyak ditemukan pemimpin palsu, kerjaannya tidak karuan, anak muda-mudi banyak yang menjadi pejabat.

Sajabane tanah Jawa ana perang gedhe, saenggon-enggon ana pailan, pageblug, rupa-rupa sangsarane, bebaya warna-warna, wong-wong padha mangan watu, mangan wedhi, omben-omben peresan blonthong, wong wadhon akeh kang kolu endhonge dhewe, amarga saka rusuhe wong lanang wadon akeh kang ketaman lelara bubrah paribasane jaman edan, yen ora ngedan samar yen ora keduman, mangkono wong kang ora duwe iman.

Di luar Jawa ada peperangan (konflik) besar, di mana-mana terjadi kejahatan dan pembunuhan, beraneka ragam kesengsaraan dan marabahaya, orang-orang pada makan batu, makan pasir, minum tirisan busuk, perempuan tega makan rahimnya sendiri, sebab saking rusuhnya laki-laki perempuan banyak terserang penyakit rusak, ibaratnya zaman gila, jika tidak ikut gila maka tidak akan kebagian, tetapi yang seperti itu orang tidak memiliki iman.

Nanging piweling ingsun, diawas dieling, jejegna imanira, turuten gustinira ratu adil panetep panata gama. Golekana gegamane sing nganti ketemu, turuten dalane, ngetutburia saparane, lumebuwa oparibasaning wadya balane, ora suwe bakal katon tanda tandhane rawuhing ratunira ngagem kamulyan gedhe, rawuhe liar kilat kairingake bala “malekat” mayuta-yuta cacahe, ngadeg payunge kuning, tegese bang-bang wetan karepe, wus ndungkap paletheking papadhang.

Tetapi pesanku, waspadalah dan ingatlah, tegakkan iman mu, jadilah pengikut Ratu Adil penegak kebenaran. Carilah ‘senjatanya’ (trisula wedha; tentang budi pekerti luhur) sampai ketemu, ikuti jalannya kemanapun perginya, jadilah, ibaratnya sebagai pasukannya Ratu Adil, tidak lama akan tampak tanda tanda datangnya ratumu yang mendapat kemuliaan agung, datangnya tiba-tiba secepat kilat, diiringi berjuta-juta “malaikat” (berjuta leluhur bumi nusantara), berdiri dengan payung kuning (kebenaran sejati), maknanya ‘bang-bang’ timur keinginannya (gerakan dari wilayah timur nusantara), maka terbitlah sinar yang terang.

Umbul-umbule alaras bendera pare anom, yaiku tandhane pangeran pati, denen titihane jaran napas, cumathine penjalin tinggal, jemparinge tekad suci kang mingis-mingis pucuke, mubyar-mubyar pamore, kakedher kendhenge, membat-membat gandhewane, lang ilang nalika iku kulup, kocapo ing kono banjur ana perang kang luwih gedhe, marga saka gedhene, gandarwa, thethekan, ilu-ilu, banaspati, sakehing iblis, jajalanat kabeh, padha buyar sar-saran padha ngungsi, saenggon-enggon mamangan wong padha ora sumurup marang ratu adil panata gama.

…umbul-umbul ditingkahi ‘bendera pare anom’ itulah pertanda pangeran pati, tunggangannya kuda nafas, cambuknya tunggak rotan, membawa panah berupa tekad suci yang sangat tajam ujungnya, sangat elok kharismanya, sangat berwibawa wajahnya, lengannya rampng tetapi amat kokoh, …

…ada perang yang lebih besar, saking besarnya, makhluk halus genderuwo, hantu, jin, berbagai macam iblis laknat, semua buyar lari tunggang langgang menyingkir, di sembarang tempat makan korban orang-orang yang tidak peduli dan tidak mengerti kepada Ratu Adil petunjuk kebenaran.

……………………………..ora antara lawas tumuli rawuh (ratu adil) jumeneng angratoni jagad rating kono, sawah sajung pajege mung sedinar, denen panggaweyan negara bakal padha ora anan, awit wong akeh kaperdi sembahyang marang Gusti Hyang Widhi bae. sarta memuji saben dina tanpa kendat.

…tidak berapa lama segera datang Ratu Adil duduk menjadi pemimpin dan suri tauladan di wilayah tersebut, sehingga menjadi makmur diibaratkan sawah yang sangat luas pajaknya sangat kecil, diibaratkan tidak ada lagi yang harus dilakukan negara, sebab saking adil makmurnya nusantara, ibaratnya kegiatan orang-orang tinggal terfokus untuk sembahyang kepada Tuhan saja, serta memanjatkan puji-pujian tanpa henti.

…………………………….iku kang ambuka agama kang samar-samar nanging sira do awas den eling, awit sadurunge ratu adil rawuh, ing tanah Jawa ana setan mindha menungsa rewa-rewa anggawa agama, dudukuh ana ing glasah wangi, dadine manungsa banjur padha salin tatane, satemah ana ilang papadhange, awit padha ninggal sarengate, dadi kapiran wiwit cilik mula.

…itu yang membuka mata hati manusia yang memaknai agama secara tidak karuan, tetapi kalian harus waspada dan selalu ingat, sebab sebelum Ratu Adil datang, di tanah Jawa ada setan berkedok manusia berbulu lebat seolah sebagai penegak agama, bertempat tinggal di ‘glasah wangi’, sehingga mengakibatkan manusia berganti tatanan, berakibat hilangnya petunjuk dan tatakrama kehidupan, sebab banyak orang meninggalkan syariat (sebelumya), sehingga menjadi terlantar hidupnya sejak kecil.

Keterangan; menungsa rewa-rewa anggawa agama maksudnya manusia dengan wajah penuh ditumbuhi bulu-bulu menyeramkan yang (mengaku-aku) sebagai penegak dan pembela agama. Tetapi perilakunya justru sebaliknya tidak simpatik, tidak tampak aura kasih sayang sesama manusia, dapat diumpamakan menyerupai karakter ‘setan’ yang membawa kerusakan di mana-mana, kerusakan baik lahir/fisik maupun kerusakan batin (fanatisme), pikiran (irrasional, egois (negative thinking) dan kerusakan hati, menjadi penuh dengan kedengkian dan nafsu angkara murka.

Wirayat Gaib;

Sastrajendra Hayuning-Rat (ilmu linuwih, ilmu tertinggi, sumber dari segala ilmu). Ilmu yang dapat dicapai siapapun, yang dapat menyatukan hakikatnya sebagai mahluk Tuhan dengan dzat Sang Khaliq.  Sastrajendra adalah Makrifat dari Tuhan yang kita peroleh setelah berhasil ‘manunggal ing kawula-gusti’.

Jika Gusti Sang Jagadnata sudah menghendaki, kelak akan lahir pada pertengahan atau akhir tahun tinarbuka, pada saat Nusantara dipimpin oleh seorang Satria Pambukaning Gapura), bila mana adalah seorang ibu yang rambutnya telah beruban tetapi melahirkan bayi triplet, dua laki-laki, dan satu perempuan. Bayi perempuan lahir dengan tangan kanannya menggenggam keris kecil (jawa;cundrik), tangan kiri menggenggam berlian, mungkin telah tiba saatnya, bagi beliau calon Ratu Adil imam mahdi menjadi pusaraning adil uga kamukten (mukti). Ibunya dari keturunan raja-raja besar sakti mandraguna, dan ayahnya tan kena kinira, tak ubahnya wong cilik. Calon RA akan lahir di tengah bumi Mataram, mungkin berada di sekitar wilayah keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Kelak pada saat kelahiran calon RA akan diiringi aktivitas vulkanik gunung-gunung berapi yang serempak menyemburkan isi bumi, gempa bumi menghentak mengguncang bumi Nusantara, air laut pasang menghantam daratan, bukit kecil Tidar di kota Magelang sebagai pusat gravitasi pulau Jawa (puser bumi) mengejutan masyarakat dengan aktivitas-anehnya mengeluarkan semburan dari dalam bumi, berbarengan dengan peristiwa itu danau bernama Rawapening di pinggiran kota Ambarawa mengejutkan publik dengan berkobarnya api besar dari dalam bumi(mubal geni). Guntur, kilat menyambar-nyambar mengiringi kelahiran calon RA. Badai menyapu daratan, dan hujan lebat turun mengguyur bumi. Namun semua tidak akan mencelakai manusia sebab fenomena alam tersebut sebagai pertanda bahwa alam turut bersyukur atas lahirnya bayi Ratu Adil, yang serta merta lahir bersama dua bayi laki-laki calon aset besar bumi nusantara. Segera setelah itu, langit tampak byar padhang sumilak. Semua itu merupakan perilaku alam dalam menyambut anugrah Sang Jagadnata bagi bumi Nusantara.

Sekar kinanti karya Gusti MN IV tersirat;

jebeng…canggahku, Anjasmoro, besuk ingsun bakal titip getih kang edi peni kang bakal jumeneng ratu ing tanah Jawa. Genepono lakumu telung padha (tiga langkah –3 tahun– untuk laku prihatin yg amat sangat berat) kanggo njangkepi tapa brata mu, ojo parang tumulih, supaya antuk pitulungan saking ngarsaning Gusti Kang Maha Wisesa. Ing mbesuk tanah Jawa nemahi gemah ripah loh jinawi adil makmur tata titi tentrem kertaraharja dadi keblating dunyo.

Cucu ku, Anjasmoro, kelak aku akan titip darah yang elok, yang akan menjadi ratu di tanah Jawa. Genapilah perjalanan hidupmu tiga langkah lagi, untuk memenuhi tapa bratamu, jangan ragu, supaya mendapatkan pertolongan Tuhan yang Maha Kuasa. Supaya kelak tanah Nusantara mengalami subur makmur melimpah, adil, tertib, tenteram, selamat selamanya, menjadi tolok ukur dan contoh untuk negara-negara di seluruh dunia.

Keterangan;

Telung podho maksudnya untuk melengkapi laku prihatin, supaya genap tujuh langkah (7; jawa; pitu= pitulungan; pertolongan Tuhan) yang 4 langkah adalah jumlah kaki sang ibu dan bapa yg telah lama dalam menempuh laku lara lapa, lara wirang, tapa brata, tapa ngrame, tapa mendhem, tapa ngeli.

Keterangan:

Tapa brata; mengekang semua hawa nafsu; nafsu lauwamah (hitam), amarah (merah), supiyah (kuning), untuk mencapai nafsul mutma’inah (putih).

Lara wirang; sering difitnah, dipermalukan, dihina, dicemooh

Tapa ngrame; ramai dalam bekerja (giat menolong sesama), sepi dalam pamrih (ikhlas).

Tapa mendhem; mengubur ingatannya, tidak pernah mengungkit-membangkit segala amal kebaikannya yang telah dilakukan kepada orang lain, dalam rangka hubungan dengan sesama manusia (hablum minan nas) dengan kadar keikhlasan yang mutlak.

Tapa ngeli; menghanyutkan diri ke dalam ‘aliran sungai’(kehendak Illahi) agar dapat mencapai muara dalam ‘lautan’ keberuntungan (kabegjan)

Kelak Sabdapalon dan Nayagenggong menitis sebagai Garujita dan Garumukti yg akan mengasuh kodratullah; Ratu Adil imam mahdi kalifatullah, panetep panatagama.